Polisi Lepas Debt Collector Tersangka Penganiayaan di Mataram, Kenapa?

Mataram, IDN Times - Penasihat Hukum korban penganiayaan di Sunset Land Kota Mataram, Dr. Irpan Suriadinata mempertanyakan alasan Polresta Mataram melepas debt collector inisial S yang menjadi tersangka penganiayaan. Pada 10 Maret 2025, Polresta Mataram menangkap empat terduga pelaku yang diburu sekitar enam bulan.
Terduga pelaku sempat ditahan di Polresta Mataram. Namun belakangan dilepas karena permohonan penangguhan penahanan dikabulkan penyidik.
Kasat Reskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili melalui Plh Kanit Pidum Polresta Mataram Iptu M. Taufik mengatakan, pengajuan penangguhan penahanan merupakan hak tersangka yang diatur dalam UU.
Persetujuan penyidik mengabulkan pengajuan penangguhan penahanan tersebut berdasarkan beberapa hal yang menjadi pertimbangan. “Ada beberapa hal menjadi pertimbangn penyidik untuk mengabulkan pengajuan tersebut," kata Taufik di Mataram, Selasa (1/4/2025).
1. Pertimbangan penyidik mengabulkan penangguhan penahanan para tersangka

Taufik menjelaskan permohonan penangguhan penahanan adalah hak setiap tersangka yang diatur dalam KUHAP. Dia menjelaskan proses hukum tetap berjalan. Dia mengatakan kepentingan pemeriksaan terhadap para tersangka sudah selesai.
Para tersangka dikenakan wajib lapor setiap Senin dan Kamis, serta ada keyakinan penyidik bahwa tersangka kooperatif, tidak akan melarikan diri, tidak akan merusak barang bukti serta tidak akan mengulangi perbuatannya.
Dia berharap masyarakat agar memberikan kepercayaan dan dukungan terhadap seluruh proses hukum yang ditangani oleh Polresta Mataram. Hal ini, menunjukkan komitmen kepolisian dalam menyelesaikan perkara secara profesional tanpa mengabaikan hak-hak semua pihak.
2. Pertanyakan penangguhan penahanan tersangka karena sempat buron

Polresta Mataram mengamankan empat terduga pelaku dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap pria berinisial BE di Sunset Land, Kota Mataram pada Senin, 10 Maret 2025. Penangkapan butuh waktu enam bulan untuk menetapkan dan mengamankan pelaku.
Namun, muncul pertanyaan mengenai status penahanan para tersangka setelah informasi mengenai penangguhan mereka mencuat. Penasehat Hukum korban, Dr. Irpan Suriadinata mengaku prihatin terkait keputusan polisi yang menangguhkan penahanan para tersangka.
Dia mempertanyakan kenapa para tersangka yang sempat menjadi buronan dan ditangkap dengan upaya keras oleh tim Buser Polresta Mataram justru mendapatkan penangguhan penahanan.
“Saya belum mengetahui pasti soal empat tersangka yang ditangguhkan, termasuk tersangka Bandi. Namun, jika benar mereka ditangguhkan, ini adalah keputusan yang sangat aneh dan patut dipertanyakan," kata Irpan.
Dia mengatakan para tersangka sebelumnya telah diburu dengan susah payah sebelum akhirnya ditangkap dan ditahan. "Mengapa sekarang mereka dilepaskan begitu saja? Ada apa ini? Padahal, orang yang dari awal kooperatif pun tidak pernah mendapatkan penangguhan,” tanya Irpan.
Dia menyoroti alasan yang sering digunakan penyidik dalam menangguhkan penahanan tersangka. Menurutnya, alasan bahwa tersangka bersikap kooperatif, tidak dapat diterima dalam kasus ini, sebab para tersangka sejak awal tidak menunjukkan sikap kooperatif.
“Sejak awal, para tersangka ini tidak kooperatif. Mereka harus diburu dan ditangkap oleh Buser, bukan menyerahkan diri atau memenuhi panggilan polisi secara patuh. Tindakan penyidik Polresta Mataram sangat mencederai rasa keadilan masyarakat, khususnya korban, dan semakin menambah citra buruk dalam proses penegakan hukum oleh institusi kepolisian,” tegasnya.
3. Kronologi peristiwa penganiayaan

Sementara korban BE mengatakan bahwa penanguhan penahanan para tersangka membuat keluarga kaget. Karena tiba-tiba tersangka sudah tidak ditahan dan bisa lebaran dengan keluarganya.
Kasus penganiayaan ini bermula ketika korban BE menghadiri rapat koordinasi di Hotel Golden Palace, Kota Mataram. Usai rapat, dia diajak oleh seorang perempuan berinisial R untuk mencari makan, bersama dua teman lainnya di Sunset Land, Jalan Lingkar Selatan, Kota Mataram. Menurut informasi, R merupakan istri dari tersangka S.
Setibanya di lokasi, korban tiba-tiba diserang oleh tersangka S bersama empat orang temannya. Korban dipukul berkali-kali dengan kepalan tangan dan ditendang secara brutal.
Tidak berhenti di situ, korban kemudian dibawa secara paksa ke kantor debt collector PT. LNI di Desa Mantang, Lombok Tengah, tempat tersangka S bekerja.
Di lokasi tersebut, korban kembali mendapat perlakuan kekerasan hingga mengalami luka lebam dan luka sobek di beberapa bagian tubuhnya. Merasa terancam dan mengalami luka serius, korban akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Mataram.
Hingga kini, perkembangan kasus penganiayaan tersebut masih menjadi sorotan publik, terutama terkait keputusan penangguhan penahanan para tersangka.
Masyarakat berharap agar aparat penegak hukum dapat memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi korban serta mengusut tuntas kasus ini tanpa intervensi atau perlakuan khusus bagi pihak tertentu.