Sidang Prada Lucky, Provost Mengaku Lupa dan Tak Lihat Ada Penyiksaan

- Pratu Petrus Kanisius Wae mengaku tidur malam itu dan tidak melihat langsung penyiksaan terhadap Prada Lucky.
- Ia hanya mendengar suara cambukan tapi tidak masuk ruangan, namun tahu saat Pratu Abner memukul Prada Lucky tiga kali di bahu.
- Petrus pernah menjaga Prada Lucky di rumah sakit, tetapi tidak mengetahui alasan dan jenis penyakit yang diderita korban.
Kupang, IDN Times - Pratu Petrus Kanisius Wae, seorang Provost di Batalyon 834 Waka Nga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) menghadiri sidang kasus kematian Prada Lucky. Ia menjadi saksi di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (3/11/2025), atas terdakwa Lettu Ahmad Faisal selaku Komandan Kompi (Danki) A. Sebelumnya ia tak hadiri sidang dengan terdakwa yang sama pada 27 Oktober 2025.
Dalam persidangannya ia lebih banyak menjawab lupa dan tidak melihat adanya penyiksaan terhadap Prada Lucky dan Prada Richard J. Bulan mulai 27-28 Juli 2025 malam.
Pada saat kejadian, Pratu Petrus sendiri yang membawa Prada Lucky ke ruang staf Intel sekitar pukul 20.00 WITA untuk interogasi terkait pengecekan HP pasca-apel.
1. Mengaku tidur

Pratu Petrus malam itu merokok di luar setelah membawa Prada Lucky. Ia merokok bersama Pratu Ponsianus Allan Dadi, sementara Dansi Intel Thomas Awi melanjutkan pemeriksaan. Namun ia hanya mendengar suara cambukan tapi tidak melihat langsung soal penyiksaan itu.
"Kami tidak masuk ruangan, hanya merokok di luar," katanya.
Ia sempat melihat Pratu Ponsianus Allan Dadi mencari tali kompresor lalu masuk ke dalam ruangan staf intel. Sementara ia pergi tidur di ruang belakang.
"Saya lupa jam berapa, tapi sebelum pukul 00.00 WITA, saya tidur di dekat traktor belakang ruang Staf Intel," kata dia.
2. Hanya lihat seorang pratu siksa korban

Namun kemudian saksi mengaku tahu saat Pratu Abner memukul Prada Lucky tiga kali di bahu menggunakan selang kompresor. Ia menyebut Lettu Ahmad Faisal sedang berada di ruangan tapi tidak melakukan apa-apa atau tidak melarang perbuatan pratu itu.
"Cambukannya keras di bahu kanan atau kiri tapi saya lupa," ujarnya.
Pada saat itu Oditur Letkol Chk Alex Panjaitan terus bertanya soal apa yang dilakukan Ahmad Faisal malam itu bersama dua korban tapi Petrus menyebut sudah lupa.
"Mohon izin untuk terdakwa kami tidak ingat. Sudah lupa. Sudah malam tapi tidak tahu jam berapa. Sebelum jam 10 malam. Terdakwa hanya minta beli minyak gosok," jawabnya.
Oditur menanyai lagi soal apa yang dilakukan beberapa perwira saat kejadian itu. Namun ia menjawab lagi tak tahu.
"Mohon izin, yang kami lihat tidak ada yang melakukan penganiayaan," katanya.
"Loh, saksi yang mengatakan tadi terdakwa bersama letnan yang lain," sanggah Oditur Alex.
"Mohon izin kami tidak lihat. Yang kami lihat sebelum jam 12 malam itu Pratu Abner yang masuk pukul yang ada terdakwa. Untuk jamnya kami lupa," jawab Pratu Petrus.
"Loh, terdakwa di mana? Tadi kan bilang mendengar suara pukulan dan cambukan," ulang Oditur Alex.
Begitu pula saat ditanyai hakim. Ia mengaku lupa apakah tangan Prada Lucky diborgol ataukah tidak.
"Izin, kami lupa," jawabnya. Namun kemudian diralatnya lagi saat menanyakan apakah tangan Prada Lucky terikat. "Tidak ada," kata dia.
Ia kembali mengaku kepada hakim bahwa tidak ingat siapa yang berada di dalam ruangan itu ketika ia membawa Prada Lucky.
3. Sempat jaga Prada Lucky di rumah sakit

Ia mengaku pernah mendapat tugas menjaga Prada Lucky di rumah sakit. Namun ia tidak mengetahui alasan Prada Lucky berada di rumah sakit saat ditugaskan saat itu.
"Saya tidak tahu kenapa Yang Mulia,"
Ia sendiri tahu Prada Lucky dilarikan karena sakit dan ia pernah melihat luka-luka di tubuh Prada Lucky. Namun ia mengelak dan menyebut tak tahu sakit apa yang diderita Prada Lucky.
"Mohon izin, dia sakit. Sakit apa kami tidak tahu. Mohon izin, luka-lukanya sudah mulai mengering," jawabnya lagi pada majelis hakim.
Petrus Kanisius Wae sendiri adalah saksi Sidang berkas perkara nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 untuk terdakwa Lettu Inf Ahmad Faisal selaku Dankipan A. Menurut Humas Dilmil III-15 Kupang, Kapten Chk Damai Chrisdianto, sidang ini melengkapi tujuh saksi untuk terdakwa Ahmad Faisal.
"Hari pertama seharusnya tujuh saksi, tapi baru enam hadir. Hari ini satu saksi tersisa memberikan kesaksian," katanya.
Prada Lucky diduga disiksa seniornya selama pembinaan di Batalyon TP 834/Waka Nga Mere, Nagekeo, NTT. Ia meninggal pada 6 Agustus 2025 di RSUD Aeramo, Nagekeo. Awalnya empat tersangka ditahan di Subdenpom Ende, kemudian bertambah menjadi 20 orang pada 11 Agustus 2025. Semua dipindah ke Kupang untuk pemeriksaan, rekonstruksi, dan gelar perkara oleh Denpom serta Kodam IX/Udayana


















