Pemprov NTB Terancam Kehilangan Aset Gedung Wanita dan Bawaslu

- Biro Hukum akan melakukan gugatan baru terhadap I Made Singarsa
- Surat yang digunakan terdakwa palsu, berdasarkan kesaksian ahli bahasa dan akta notaris
- Pemprov NTB dapat mengajukan gugatan perdata baru dengan alasan hukum yang kuat
Mataram, IDN Times - Pemprov NTB terancam kehilangan aset Gedung Wanita dan Bawaslu yang berada di Jalan Udayana Kota Mataram. Aset daerah tersebut terancam dieksekusi setelah terdakwa I Made Singarsa dibebaskan oleh Hakim Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi dalam kasus pidana menggunakan surat palsu dalam kepemilikan aset tersebut.
Kepala Biro Hukum Setda NTB Lalu Rudi Gunawan mengatakan pihaknya siap melakukan perlawanan. "Kuat dugaan kami adanya indikasi permainan dari mafia tanah yang mempengaruhi putusan tersebut," kata Rudi di Mataram, Jumat (13/6/2025).
1. Biro Hukum akan melakukan gugatan baru

Rudi menjelaskan pada saat perkara perdata ini bergulir tahun 2019, dia masih aktif di Kejaksaan Tinggi NTB. Dia belum bertugas di Pemprov NTB dan perkara ini ditangani oleh Tim Kuasa Hukum Biro Hukum Setda NTB lama. Dia sendiri baru bertugas sebagai Kepala Biro Hukum Setda NTB pada tahun 2023.
Pada saat kasus ini mulai disidangkan di PN Mataram, posisi Pemprov NTB yang diwakili oleh Tim Kuasa Hukum Biro Hukum Setda NTB sebelumnya adalah sebagai tergugat, bukan penggugat.
"Menyikapi putusan bebas ini, Tim Kuasa Hukum Biro Hukum, bertekad akan melakukan perlawanan, berjuang merebut kembali Gedung Wanita dan Bawaslu, dengan posisi sebagai penggugat dengan cara melakukan gugatan baru terhadap I Made Singarsa," tegas mantan jaksa pada Kejaksaan Tinggi NTB ini.
2. Sebut surat yang digunakan terdakwa palsu

Rudi yakin surat kepemilikan lahan Gedung Wanita dan Bawaslu NTB yang digunakan terdakwa I Made Singarsa tersebut memang palsu. Hal itu berdasarkan kesaksian dari ahli bahasa yang menemukan bahwa ada dua jenis ejaan yang digunakan dalam surat tersebut, yang tidak mungkin ada dalam satu surat.
Dia menjelaskan pada tahun dibuatnya surat tersebut, ejaan yang berlaku adalah Ejaan Suwandi, tetapi nyatanya ada juga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dalam surat tersebut. Padahal ejaan EYD belum berlaku pada waktu itu.
Kemudian, pada saat proses penyidikan masih berjalan di Polda NTB, terdakwa atas inisiatif dan kesadaran sendiri, telah membuat pernyataan di hadapan notaris. Terdakwa mengakui bahwa benar tanah Bawaslu dan Gedung Wanita bukan miliknya. Terdakwa hanya disuruh mengakui atau dimanfaatkan oleh seorang mantan pejabat Pemprov NTB yang saat ini sudah meninggal dunia.
Menurut Rudi, adanya akta pernyataan di hadapan notaris yang dibuat dan ditandatangani oleh terdakwa I Made Singarsa yang menurut hukum dapat dianggap sah dan dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk Pemprov NTB mengajukan gugatan perdata baru. Dengan dua opsi yaitu gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) atau gugatan pengembalian hak milik atas tanah atau evindikasi.
Dia menjelaskan bahwa akta notaris tersebut termasuk akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Yaitu suatu akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta dibuatnya.
"Dengan demikian, akta ini memiliki kekuatan pembuktian sempurna sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya (Pasal 1870 KUHPerdata). Dalam konteks perdata, pengakuan pihak lawan I Made Singarsa yang tertuang dalam akta otentik adalah bukti yang sangat kuat," jelasnya.
3. Ajukan gugatan perdata baru

Rudi mengatakan ada kemungkinan I Made Singarsa akan menyanggah dengan mengatakan bahwa pernyataannya dalam akta notaris dibuat karena adanya tekanan, paksaan atau bujuk rayu, baik dari polisi maupun dari Pemprov NTB. Tetapi, kata Rudi, pihaknya siap dengan alibi hukum bahwa secara hukum, alasan tekanan atau paksaan atau bujuk rayu hanya dapat diterima jika dibuktikan secara nyata dan meyakinkan oleh pihak yang mengklaimnya yaitu I Made Singarsa.
Dalam konteks perkara ini, kata Rudi, pertemuan antara Tim Kuasa Hukum Biro Hukum dengan I Made Singarsa berlangsung atas inisiatif I Made Singarsa sendiri, melalui penyidik Polda NTB. Kemudian Kuasa Hukum Pemprov NTB tidak pernah secara aktif melakukan tindakan apapun pada saat akta tersebut dibuat dan ditandatangani oleh I Made Singarsa dihadapan notaris.
Selain itu, pernyataan dibuat secara sukarela, tanpa paksaan, tekanan atau bujuk rayu dan di hadapan notaris yang independen. Dalam praktik notarial, notaris wajib menanyakan dan memastikan bahwa pernyataan dibuat tanpa tekanan dan dalam keadaan sadar.
"Maka, klaim tekanan atau paksaan atau bujuk rayu tersebut sulit dibuktikan secara yuridis dan umumnya tidak menggugurkan kekuatan akta, kecuali dibuktikan sebaliknya melalui putusan pengadilan," terangnya.
Langkah Hukum yang bisa ditempuh oleh Tim Kuasa Hukum Pemprov NTB, dengan dasar akta notaris tersebut, dapat mengajukan gugatan perdata baru dengan jenis gugatan perbuatan melawan hukum atau gugatan revindikasi.
Dasar hukumnya Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 1991 KUHPerdata. Dengan alat bukti utama akta notaris pengakuan I Made Singarsa, ditambah dengan bukti pendukung lainnya. Kemudian meminta eksekusi pembatalan putusan perdata lama melalui Peninjauan Kembali (PK) perdata kedua.
"Dengan alasan hukum, bahwa putusan perdata yang dimenangkan penggugat I Made Singarsa dulu dianggap berdasarkan bukti palsu yang kini diakui sendiri oleh penggugat I Made Singarsa dihadapan notaris," jelasnya.
Rudi menambahkan bahwa Pemprov NTB dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan tersebut, dengan dasar novum berupa akta pengakuan tersebut. Langkah awal yang akan dilakukan adalah berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum, guna mempelajari pertimbangan hukum apa yang digunakan oleh Hakim MA yang membebaskan terdakwa I Made Singarsa.
Dia mengungkapkan alat bukti yang diajukan oleh jaksa sangat kuat. Yaitu, bukti aurat yang diduga palsu pada tahun yang sama yaitu tahun dibuatnya surat tersebut. Karena ada dua ejaan yang berbeda masa berlakunya, Ejaan Suwandi dan EYD. Artinya surat tersebut dibuat bukan pada tahun yang tertera dalam surat.
Kemudian bukti surat pembanding, keterangan ahli bahasa, keterangan ahli pidana, keterangan saksi, dan akta notaris berupa pengakuan terdakwa bahwa tanah Gedung Wanita dan Bawaslu NTB bukan miliknya, tetapi dia hanya diperalat.
Objek gugatan adalah aset Pemprov di Kantor Bawaslu NTB seluas 2.000 meter persegi dan Gedung Wanita seluas 2.040 meter persegi. Kedua aset tersebut berada di Jalan Udayana Kota Mataram atau depan Kantor DPRD NTB.