- Sertu Thomas Desamberis Awi
- Sertu Andre Mahoklory
- Sertu Rivaldo De Alexando Kase
- Pratu Poncianus Allan Dadi
- Pratu Abner Yeterson Nubatonis
- Pratu Imanuel Nimrot Laubora
- Pratu Dervinti Arjuna Putra Bessie
- Pratu Danki Ahmad
- Pratu Emeliano De Araujo
- Pratu Petrus Nong Brian
- Pratu Aprianto.
Semua Pembelaan Ditolak, 17 Terdakwa Prada Lucky Divonis 6 hingga 9 Tahun

- Hakim memutuskan hukuman kedua perwira penyiksa Prada Lucky Chepril Saputra Namo 9 tahun penjara, sementara 15 terdakwa lainnya dihukum 6 tahun dan dipecat dari kesatuan.
- Kedua perwira ini dituntut langgar Pasal 131 KUHPM dengan tuntutan Oditur Militer sebesar 9 tahun penjara, sedangkan 15 terdakwa lainnya dituntut 6 tahun penjara.
- Prada Lucky meninggal dunia setelah disiksa dengan cabai dan metode terlarang oleh dua perwira, Made Juni dan Thariq Singajuru, yang turut menyiksa korban.
Kupang, IDN Times - Kedua perwira penyiksa Prada Lucky Chepril Saputra Namo, yakni Letda Inf. Made Juni Arta Dana dan Letda Inf. Achmad Thariq Al Qindi Singajuru, mendapat vonis 9 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Militer III-15 Kupang. Sementara 15 terdakwa lainnya divonis 6 tahun penjara.
Hakim Ketua, Mayor Chk Subiyatno, membacakan ini di Ruang Sidang Utama, Rabu (31/12/2025). Ia mengadili berkas Perkara Nomor: 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 terhadap 17 terdakwa termasuk kedua perwira tersebut. Made Juni adalah terdakwa delapan dan Thariq Singajuru sebagai terdakwa ke-16 dalam berkas perkara ini.
Berkas vonis atau putusan yang dibacakan ini sebanyak 301 halaman terhadap 17 terdakwa. Majelis hakim juga menolak semua alasan pembelaan dari penasehat hukum terdakwa seperti tidak ada niatan membunuh, hingga penyimpangan seksual sebagai alasan penyiksaan tersebut.
1. Seluruh terdakwa dipecat dan wajib membayar restitusi

Hakim memutuskan hukuman kedua perwira ini sesuai dengan tuntutan Oditur Militer. Sementara 15 terdakwa lainnya dalam berkas perkara ini dihukum selama 6 tahun juga sesuai dengan tuntutan.
Seluruh terdakwa ini juga dipecat dari kesatuan. Majelis hakim memutuskan tuntutan primer telah terbukti sehingga tuntutan sekunder tidak perlu dibuktikan lagi.
Para terdakwa juga dipecat dari kesatuan sesuai dengan tuntutan yang diajukan Oditur Militer. Majelis hakim juga mewajibkan para terdakwa membayar restitusi sebesar Rp 544 juta dan masing-masingnya Rp 32 juta sebagaimana ditetapkan oleh LPSK. Apabila tidak dibayar maka akan diganti dengan masa tahanan.
"Para terdakwa juga tidak layak dipertahankan kembali ke dalam kesatuan," ungkap dia.
Hakim dalam sidang ini ialah Hakim Ketua: Mayor Chk Subiyatno serta Hakim Anggota I: Kapten Chk Denis Carol Napitupulu dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto. Oditur Militer atau jaksa dalam kasus ini ialah Letkol Chk Yusdiharto, Letkol Chk Alex Panjaitan, dan Mayor Chk Wasinton Marpaung.
2. Dituntut langgar Pasal 131 KUHPM

Sebelumnya, Oditur Militer menuntut kedua perwira ini dihukum lebih tinggi dibandingkan 15 terdakwa lainnya. Made Juni dan Thariq Singajuru dituntut 9 tahun penjara. Oditur juga menuntut 6 tahun penjara terhadap 15 terdakwa lainnya yaitu:
"Oditur Militer menuntut 6 tahun penjara dikurangi masa tahanan dan pemecatan dari dinas militer TNI AD," baca Hakim Subiyatno saat itu.
Para terdakwa dinilai melanggar Pasal 131 ayat (1), (2), dan (3) KUHPM (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer) yang mengatur tentang penganiayaan oleh atasan/senior yang menyebabkan kematian.
3. Terdakwa siksa korban dengan cabai dan cara terlarang

Prada Lucky sendiri meninggal dunia pada 6 Agustus 2025 di RSUD Aeramo, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia mengalami penyiksaan dan penganiayaan berat oleh sejumlah senior dan atasannya dalam barak Batalion Infanteri Teritorial Pembangunan (Yonif TP) 834 Waka Nga Mere Nagekeo.
Dua perwira dalam berkas perkara ini turut menyiksa Prada Lucky dan Prada Richard selaku saksi mahkota sekaligus korban.
Made Juni berperan sebagai pemberi perintah dan juga terlibat langsung dalam aksi kekerasan. Ia menginstruksikan kepada juniornya untuk mengambil cabai yang sudah dihaluskan lalu dioleskan ke alat vital dan luka korban. Ia beralasan ini dilakukan untuk interogasi dan pembinaan seniornya yang terindikasi penyimpangan seksual.
Sementara Thariq Singajuru mencambuk dan memukuli tubuh korban yang mengakibatkan Prada Lucky lemas dan mengalami trauma tumpul. Ia juga melakukan metode penyiksaan 'tenggelam di darat' atau waterboarding. Metode ini sangat dilarang untuk digunakan menurut hukum internasional maupun hukum nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia.


















