Rawan Intimidasi, Komite Keselamatan Jurnalis Resmi Terbentuk di NTB

12 kasus kekerasan terjadi pada Jurnalis NTB dalam setahun

Mataram, IDN Times - Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) resmi terbentuk dan dideklarasikan pada Sabtu (30/9/2023). Tugas dan fungsi Komite adalah melakukan pendampingan secara kolektif atas kekerasan yang dialami Jurnalis di NTB setelah melewati proses validasi.

Besarnya potensi Jurnalis mendapatkan intimidasi dan kekerasan menjadi landasan utama terbentuknya komite ini. Data menunjukkan, sejak Mei 2022 hingga Juni 2023, terdapat 12 kasus kekerasaan terhadap Jurnalis di Provinsi NTB. Jumlah ini dinilai cukup tinggi, sehingga NTB menjadi wilayah kedua tempat terbentuknya komite ini setelah Papua.

Koordinator KKJ NTB, Haris Mahtul mengatakan bahwa bentuk kekerasan yang dialami oleh Jurnalis di NTB cukup beragam. Mulai dari intimidasi atau ancaman, kekerasaan fisik, penghapusan video dan serangan digital.

Deklarasi KKJ NTB ini dihadiri Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito Madrim, Kapenrem 162/WB, Mayor Infanteri Asep Okinawa Muas dan Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB Dwi Sudarsono. Selain itu hadir pula Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB Nasrudin Zein, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTB Ridha Andi Patiroi, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB Hans Bahanan, Direktur Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) Mataram Badaruddin serta Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) NTB, Linggauni.

1. Penandatanganan kesepatakan bersama

Rawan Intimidasi, Komite Keselamatan Jurnalis Resmi Terbentuk di NTBKesepakatan bersama yang ditandatangani oleh beberapa organisasi pers dan media di NTB. (Dok. KKJ NTB)

Dari 12 kasus kekerasan terhadap Jurnalis itu, enam di antaranya dilakukan oleh anggota pada institusi kepolisian. Sisanya dilakukan oleh anggota TNI, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perorangan.

Anggota KKJ NTB terdiri dari organisasi profesi jurnalis dan media yang menjadi konstituen Dewan Pers. Anggotanya merupakan Jurnalis dari PWI NTB, AJI Mataram, AMSI NTB dan IJTI NTB. Secara kelembagaan didukung oleh Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) Mataram dan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) NTB.

“Pelaku kekerasan paling tinggi itu dari institusi kepolisian. Dalam penandatanganan kesepakatan bersama dan deklarasi ini, sebenarnya kami juga mengundang Kapolda NTB, tapi Kapolda berhalangan hadir,” kata Ketua AJI Mataram, M Kasim dalam sambutannya, di Mataram, Sabtu (30/9/2023).

Baca Juga: 500 Ribu Warga NTB Diperkirakan Menderita Penyakit Jantung 

2. Terobosan baru

Rawan Intimidasi, Komite Keselamatan Jurnalis Resmi Terbentuk di NTBDiskusi bersama Jurnalis di NTB saat deklarasi KKJ. (IDN Times/Linggauni)

Sementara itu, Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim mengungkapkan, terbentuknya KKJ adalah terobosan baru dalam model advokasi kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis. Hal ini disebabkan karena dalam tugas dan fungsinya, akan dijalankan secara kolaboratif bersama organisasi Jurnalis lainnya dan melibatkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

"Jadi, proses advokasi kedepannya akan dijalankan secara kolektif," kata Sasmito dalam diskusi tentang perspektif perlindungan Jurnalis dan kerawanan intimidasi terhadap pers saat Pemilu 2023.

KKJ NTB adalah provinsi kedua setelah Papua. Sasmito mengatakan bahwa di tingkat nasional juga sudah ada KKJ yang anggotanya terdiri dari anggota organisasi konstituen Dewan Pers.

Sasmito menjelaskan, kekerasaan terhadap jurnalis sangat memengaruhi Indeks Kebebasan Pers (IKP) di Indonesia. Menurutnya, dalam konteks keselamatan Jurnalis, negara harus hadir memberikan perlindungan. Komitmen bersama antara Kepolisian, TNI, dan pemerintah daerah dinilai sangat penting menjamin keselamatan Jurnalis.

“Pada tahun politik, Jurnalis termasuk profesi dengan kerawanan tinggi terjadinya kekerasaan,” ujar Sasmito

3. TNI buka ruang komunikasi

Rawan Intimidasi, Komite Keselamatan Jurnalis Resmi Terbentuk di NTBDiskusi bersama Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito, Koordinator KKJ NTB Haris Mahtul dan Kapenrem 162/WB, Mayor Inf. Asep Okinawa Muas. (Dok. KKJ NTB)

Kapenrem 162/WB, Mayor Infanteri Asep Okinawa Muas mengatakan bahwa pihaknya tak menampik adanya beberapa peristiwa yang terjadi antara Jurnalis dan anggota TNI. Dia menilai bahwa hal itu terjadi karena berbagai faktor selama berada di lapangan. Ia sepakat bahwa penyelesaian persoalan dengan kekerasan bukanlah hal yang patut dilakukan oleh semua institusi, termasuk TNI.

“Kami membuka ruang diskusi dan komunikasi bersama dengan pers atau Jurnalis, bahkan dengan semua masyarakat juga. Kami sudah punya nomor kontak pengaduan apabila terjadi perselisihan atau apa pun itu yang melibatkan anggota TNI di NTB,” ujar Kapenrem.

Kapenrem juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Jurnalis yang selama ini sudah menjadi mitra yang baik. Pihaknya akan mengupayakan ruang diskusi yang lebih efektif kedepannya. Dengan demikian, potensi-potensi kekerasan atau perselisihan yang bisa saja terjadi di masa mendatang dapat dihindari.

Baca Juga: Cuaca Panas Menyengat, NTB Dilanda Paparan Sinar UV Ekstrem

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya