NTB Masuk 7 Provinsi Tertinggi Kasus Perkawinan Anak di Indonesia 

NTB gandeng Plan Indonesia cegah perkawinan anak

Mataram, IDN Times - Perkawinan anak masih terus terjadi di Indonesia, bahkan, angkanya menduduki posisi tertinggi kedua di ASEAN. Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 mencatat sekitar 1.220.900 anak di Indonesia mengalami perkawinan usia anak, ini belum termasuk praktik perkawinan anak di bawah tangan (nikah siri). Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tercatat masuk dalam tujuh besar angka kasus perkawinan anak tertinggi di Indonesia.

Demi menekan angka perkawinan anak, Pemerintah Provinsi NTB mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Pemda NTB dan masing-masing kabupaten dan kota juga melakukan sejumlah program untuk menekan angka pernikahan dini.

1. NTB gandeng Plan Indonesia

NTB Masuk 7 Provinsi Tertinggi Kasus Perkawinan Anak di Indonesia Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia Mencapai Garis Finish Setelah Berlari dalam Rangkaian Jelajah Timur 2021 (Dok Plan Indonesia)

Sebagai salah satu upaya untuk memperkuat implementasi peraturan ini, Pemerintah Provinsi NTB menggandeng Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) untuk bekerja sama secara formal. Dituangkan melalui nota kesepahaman (MoU) dan perjanjian kerja sama (PKS) tentang pencegahan perkawinan anak di provinsi NTB.

Penandatanganan MoU dilaksanakan di Kantor Gubernur NTB di Mataram oleh Wakil Gubernur NTB, Hj. Sitti Rohmi Djalilah dan dan Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti, Kamis (1/9/2022).

Dini mengungkapkan, perjanjian kerja sama ini menjadi langkah positif untuk mendorong upaya pencegahan perkawinan anak di NTB secara lebih kuat dan berdampak luas ke depan. Di NTB sendiri, salah satu upaya yang telah ditempuh Plan Indonesia dalam pencegahan perkawinan anak adalah melalui Program Generasi Bangsa Bebas Perkawinan Usia Anak (Gema Cita).

“Program ini berkolaborasi dengan pemerintah, kelompok kaum muda, sekolah dan organisasi masyarakat, khususnya di Lombok Barat. Selain di NTB, program ini juga diimplementasikan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Ini merupakan upaya keberlanjutan memperkuat advokasi pencegahan perkawinan anak di dua provinsi tersebut,” ujar Dini.

Gema Cita dirancang untuk melanjutkan praktik baik yang dilakukan Plan Indonesia dan mitra sebelumnya untuk memperkuat remaja dan kaum muda, terutama perempuan, dalam mengambil keputusan tepat agar bebas dari perkawinan anak dan kehamilan remaja. Di samping itu, program ini juga mendorong terciptanya lingkungan yang mendukung bagi remaja dan kaum muda dalam bentuk penguatan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), sekolah ramah anak dan forum anak.

Diungkapkan, PATBM terbukti berhasil mendorong kapasitas dan komitmen pemerintah dan warga desa. Termasuk remaja dan kaum muda dalam memerangi perkawinan anak dan kehamilan remaja secara lebih terstruktur, holistik, dan integratif.

Baca Juga: Rencana Kenaikan Harga BBM, Gubernur NTB: Fraksi Saya di DPR Menolak 

2. 9 faktor pendorong praktik perkawinan anak

NTB Masuk 7 Provinsi Tertinggi Kasus Perkawinan Anak di Indonesia Ilustrasi stop (pixabay.com/qimono)

Dini mengungkapkan, berdasarkan studi yang dilakukan Plan Indonesia bersama Koalisi Perempuan Indonesia tahun 2019 menemukan, setidaknya terdapat sembilan faktor pendorong praktik perkawinan anak masih terjadi. Yaitu faktor sosial 28,5%, kesehatan reproduksi 16,5%, pola asuh keluarga 14,5%, ekonomi 11,9%, teknologi informasi 11,1%, persepsi budaya yang berbeda 10,1%, pendidikan 5,6%, persepsi agama yang berbeda 1,4% dan hukum 0,4%.

Dampaknya, kata Dini cukup kompleks. Seperti putus sekolah, kesehatan ibu dan anak yang terganggu, kekerasan dalam rumah tangga, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, angka perceraian yang tinggi, dan juga stunting. Beberapa rekomendasi dari hasil riset tersebut adalah mendorong lahirnya kebijakan, program, anggaran dan implementasi kegiatan yang efektif di tingkat provinsi, kabupaten, kota dan desa, serta peningkatan kapasitas dan agensi kepada anak, remaja maupun orang tua.

Sebagai bagian dari upaya meningkatkan kapasitas dan pengetahuan anak dalam pencegahan perkawinan anak, Plan Indonesia bersama Bappenas dan Pemprov NTB pada 4 Agustus 2022 lalu meluncurkan Buku Saku Pencegahan Perkawinan Anak. “Kami percaya, anak dan remaja memiliki potensi dan kapasitas untuk berdaya dalam memutuskan yang terbaik bagi diri dan masa depannya. Hal ini yang perlu kita dukung dan terus perkuat,” kata Dini.

Dalam jangka panjang, upaya-upaya ini diharapkan dapat berkontribusi pada penurunan angka perkawinan anak di Indonesia sesuai dengan target Pemerintah Indonesia, yaitu 8,74% di 2024 dan 6,94% di 2030. “Oleh karena itu, kita perlu melangkah bersama untuk mewujudkan harapan tersebut,” tandasnya.

3. Data perkawinan anak di NTB

NTB Masuk 7 Provinsi Tertinggi Kasus Perkawinan Anak di Indonesia Ilustrasi anak-anak (Dok. IDN Times/Sabilla Naditia/bt)

Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB, angka perkawinan anak masih cukup tinggi. Pada 2020, angka perkawinan anak tertinggi di Kabupaten Bima sebanyak 235 kasus. Kemudian Lombok Tengah 148 kasus, Lombok Barat dan Lombok Utara 135 kasus, Dompu 128 kasus, Sumbawa 117 kasus, Lombok Timur 43 kasus, Sumbawa Barat 16 kasus dan Kota Mataram 8 kasus.

Sedangkan pada 2019, angka pernikahan anak tertinggi juga berada di Kabupaten Bima sebanyak 93 kasus, Sumbawa 77 kasus, Lombok Barat dan Lombok Utara 69 kasus, Lombok Tengah 33 kasus, Lombok Timur 31 kasus, Sumbawa Barat 15 kasus, Dompu 8 kasus, dan Kota Mataram 6 kasus.

4. Butuh kerja sama dan kolaborasi

NTB Masuk 7 Provinsi Tertinggi Kasus Perkawinan Anak di Indonesia Wakil Gubernur NTB Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalillah/dok. Humas Pemprov NTB

Wakil Gubernur NTB Hj. Sitti Rohmi Djalilah mengatakan upaya pencegahan perkawinan usia anak membutuhkan kerja sama dan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Plan Indonesia. Dengan adanya kerja sama secara formal ini, ia berharap langkah-langkah pencegahan perkawinan anak di NTB yang selama ini telah dijalankan Plan Indonesia di beberapa kabupaten di NTB dapat diperkuat dan diperluas dampaknya ke seluruh provinsi.

“Kami juga berharap, dengan kerja sama ini, dapat mendukung upaya untuk memperkuat implementasi perda yang telah dikeluarkan agar benar-benar berfungsi dan hadir sebagai instrumen hukum yang kuat untuk menurunkan angka perkawinan anak,” ujar Rohmi.

Dalam Perda yang disahkan pada Januari 2021, di dalamnya mengatur sanksi bagi pelanggar dan rewards bagi yang berkontribusi menekan angka perkawinan anak. “Kami saat ini terus menyosialisasikan perda ini dan mengedukasi masyarakat untuk menghindari perkawinan anak agar generasi masa depan NTB terselamatkan,” kata Rohmi.

Baca Juga: Harga Tiket WSBK Mandalika 2022 Resmi Dirilis, Cek Harganya Yuk!

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya