Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ombudsman NTT Sebut Tunjangan DPRD NTT Bisa Terindikasi Korupsi

Lobi ruang paripurna DPRD NTT. (IDN Times/Putra Bali Mula)
Lobi ruang paripurna DPRD NTT. (IDN Times/Putra Bali Mula)

Kupang, IDN Times - Ombudsman Nusa Tenggara Timur (NTT) menyebut nominal tunjangan perumahan dan mobil DPRD NTT lebih tinggi dari hasil survei tim penilai di lapangan. Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton, menyebut ini bisa jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau bisa jadi indikasi adanya korupsi berjemaah.

Tunjangan ini naik berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 22 Tahun 2025. Pergub yang ditandatangani Melki Laka Lena ini merupakan perubahan atas Pergub Nomor 72 Tahun 2024. Tunjangan transportasi DPRD NTT naik Rp23,08 miliar dan tunjangan perumahan Rp18,408 miliar, totalnya Rp41,4 miliar.

Secara etis, kata dia, kenaikan tunjangan ini tak sesuai kondisi sosial dan ekonomi masyarakat NTT saat ini, yang mana ada 1,1 juta warga miskin.

1. Mekanisme penetapan tunjangan Ia menjelaskan soal gaji dan tunjangan

Logo Ombudsman NTT. (Dok Ombudsman NTT)
Logo Ombudsman NTT. (Dok Ombudsman NTT)

Tunjangan DPRD ini diatur dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya Umum (SBU) masing-masing daerah. Aturan ini jadi pedoman sebelum diteken oleh gubernur atau bupati tentang tunjangan DPRD. Sebelum penetapan pun harus dilakukan survei penilaian kewajaran harga oleh penilai yang ditunjuk oleh pemerintah daerah. Setelah itu harus ditinjau oleh inspektorat.

Angka hasil tim penilai Pemprov NTT ini jauh di bawah angka yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur NTT Nomor 22 tahun 2025 yang menjadi dasar pembayaran tunjangan DPRD saat ini. Hasil survei penilai untuk sewa rumah di Kota Kupang paling tinggi Rp4.5 juta per bulan dan biaya transportasi paling tinggi Rp18 juta/bulan.

"Bandingkan dengan angka dalam pergub saat ini, tunjangan rumah menjadi Rp23.6 juta dan transportasi menjadi Rp28-31 juta," kata dia, dalam keterangannya, Minggu (7/9/2025).

2. Bisa terindikasi korupsi

Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton. (Dok Ombudsman NTT)
Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton. (Dok Ombudsman NTT)

Jika diaudit BPK, kata dia, hal ini bisa terdeteksi dan bila menjadi temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) maka akan diperintahkan dikembalikan untuk kelebihan perhitungan tunjangan.

"Apabila tidak dikembalikan dalam kurun waktu tertentu, bisa berpotensi menjadi tindak pidana korupsi berjemaah," tukasnya.

Ia mencontohkan kasus yang sama pernah terjadi di DPRD Kota Kupang yang sebelumnya terpaksa mengembalikan pembayaran tunjangan. Ia harap inspektorat dan auditor BPK tidak menutup mata pada hal yang tengah jadi sorotan publik ini.

3. Revisi kembali

Lobi depan ruang paripurna DPRD NTT. (IDN Times/Putra Bali Mula)
Lobi depan ruang paripurna DPRD NTT. (IDN Times/Putra Bali Mula)

Sarannya, Pemprov dan DPRD NTT membahas kembali besaran tunjangan ini sebagaimana yang dilakukan DPR RI.

"Kita di daerah tinggal meniru cara itu," sebut dia.

Dengan begitu, kata Darius, kepercayaan publik terhadap institusi negara bisa dipulihkan dan mendapatkan dukungan publik.

"Karena apatisme dan kurangnya kepercayaan publik itu bukan perkara gampang, sebab akan bermuara kepada kepatuhan warga membayar pajak atau retribusi," tandasnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us

Latest News NTB

See More

Ombudsman NTT Sebut Tunjangan DPRD NTT Bisa Terindikasi Korupsi

08 Sep 2025, 18:58 WIBNews