Komnas Perempuan Desak Hentikan Penggusuran Pedagang di Mandalika

Mataram, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan keprihatinan serius atas perkembangan terbaru yang terjadi di Kawasan Tanjung Aan, KEK Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Berdasarkan laporan warga kepada Komnas Perempuan pada 11 Juli 2025, mereka menerima Surat Peringatan (SP) ke-3 yang disampaikan oleh Vanguard, perusahaan pengamanan swasta, bersama aparat dari Badan Keamanan Desa (BKD) dan kepolisian setempat.
Surat tersebut menyebutkan bahwa warga hanya diberikan waktu tiga hari, hingga 15 Juli 2025, untuk membongkar sendiri warung mereka sebelum dilakukan pembongkaran paksa oleh petugas. Komisioner Komnas Perempuan, Sundari Waris, menyatakan bahwa konsep awal pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika ditujukan untuk pembangunan yang berwawasan lingkungan dan bertujuan meningkatkan perekonomian daerah.
"Program ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dengan melibatkan partisipasi aktif dan bermakna masyarakat lokal dalam setiap proses pembangunan dan pengembangan KEK Mandalika," kata Sundari dalam keterangannya dikutip Selasa (15/7/2025).
1. Tujuh temuan berdampak serius terhadap warga

Dalam pengaduan yang diterima Komnas Perempuan sepanjang Mei hingga Juni 2025, tercatat tujuh temuan yang berdampak serius terhadap warga. Temuan-temuan tersebut antara lain tidak terpenuhinya komitmen awal InJourney Tourism Development Corporation (ITDC) kepada warga.
Kemudian menyempitnya ruang hidup dan berkurangnya sumber penghidupan masyarakat yang berdampak langsung pada perubahan kehidupan perempuan. Selain itu, merusakan lingkungan yang mengganggu ekosistem.
Selanjutnya, tidak memadainya akses terhadap layanan dasar serta ketimpangan posisi warga sebagai subjek hukum dalam menghadapi dokumen-dokumen hukum yang tidak disertai penjelasan memadai maupun upaya penguatan pemberdayaan.
2. Desak hentikan penggusuran pedagang di Mandalika

Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih menambahkan bahwa pihaknya menyerukan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk segera menghentikan penggusuran pada 15 Juli 2025. Selain itu, pemerintah hatus menjamin keselamatan dan perlindungan hak-hak dasar warga, khususnya perempuan dan anak.
"Pemerintah juga perlu membangun ruang dialog dan partisipasi yang bermakna, khususnya bagi perempuan yang sebagian besar merupakan pemilik warung-warung kecil di area tersebut," katanya.
3. Ingatkan praktik penggusuran paksa tidak mematuhi prinsip kehati-hatian

Komnas Perempuan menilai bahwa sejumlah kementerian dan Pemda perlu memastikan bahwa proses uji cermat tuntas (due diligence) dilakukan secara menyeluruh sebelum memulai program pembangunan.
Diantaranya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kementerian HAM), Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (Kementerian Hilirisasi dan Investasi), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi NTB (DPRD NTB), serta Bupati Lombok Tengah.
"Uji cermat tuntas ini merupakan bentuk pertanggungjawaban negara dalam meminimalisir dampak buruk dari suatu proyek pembangunan serta memastikan terpenuhinya hak-hak masyarakat yang terdampak, khususnya kelompok rentan," ujarnya.
Dahlia mengingatkan bahwa praktik penggusuran paksa yang tidak mematuhi prinsip kehati-hatian, akuntabilitas, partisipasi, dan perlindungan terhadap kelompok rentan, bertentangan dengan konstitusi. Serta berbagai instrumen hak asasi manusia internasional yang telah diratifikasi oleh negara.
Termasuk Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW), International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR), dan United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM).