Mengerikan! Kejaksaan Ungkap Kasus yang Paling Banyak Terjadi di NTT

Kupang, IDN Times - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) telah menangani berbagai kasus hukum selama 2024. Sepanjang tahun itu, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah terbanyak, jumlahnya mencapai 420 kasus. Jumlah ini berbeda dengan kasus-kasus hukum lain yang tak sampai 400 kasus.
Kepala Kejati NTT, Zet Tadung Alo mengkhawatirkan kondisi ini. Ia lantas mengimbau agar semua pihak berjibaku mencegah kasus tersebut naik di tahun ini. Menurut dia, ini masih menjadi fenomena gunung es karena banyak yang tidak diproses secara hukum akibat tidak dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
1. Banyak yang enggan melapor

420 kasus terhadap perempuan dan anak ini, kata dia, telah ditangani di pengadilan dan vonisnya telah keluar. Kasus-kasus ini dapat ditangani secara hukum berkat adanya laporan. Zet meyakini banyak korban atau masyarakat yang enggan melaporkan kasus serupa karena ketakutan dan ketidaktahuan akan proses hukum yang benar.
"Ini cukup tinggi di NTT. Tahun lalu sampai 420 perkara mengalahkan tindak pidana yang lain. Kami yakin itu banyak juga masyarakat yang harusnya melapor tapi karena tidak mengerti, mungkin takut melapor malah dianggap pelaku, jadi kasusnya diabaikan. Maka kami meminta agar masyarakat tidak membiarkan kasus ini dan harus melapor," jawab Zet dalam keterangannya, Jumat (16/5/2025).
Kejati NTT sendiri, lanjut Zet, menerima aduan dan konsultasi di Klinik Hukum Kejati NTT di kantornya atau melalui nomor 0853 3858 6769.
2. Korban mengalami trauma psikologis

Pelaku kasus perempuan dan anak ini dominannya adalah pria. Namun pada beberapa kasus ada juga perempuan sebagai pelaku dengan anak sebagai korbannya. Akan tetapi jumlah pelaku perempuan tidak banyak ditemukan.
Zet juga menyebut para korban pada kasus ini menderita secara psikologis, trauma, juga ada korban yang kehilangan pekerjaan akibat kasus yang menimpanya. Sementara korban anak biasanya pendidikannya terganggu.
"Kasus perempuan dan anak ini banyak terjadi di seluruh NTT yang masuk ke pengadilan dan sudah ada putusan. Kasus perempuan dan anak ini memang terbanyak mereka sebagai korban dan dampaknya memang serius," sebut Zet.
3. Pelaku adalah orang-orang terdekat

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) membenarkan data Kejati NTT. Pada awal 2025 ini saja mereka telah menangani 100 kasus kekerasan perempuan dan anak di wilayah NTT. Direktris LBH APIK Ansy Damaris Rihi Dara secara terpisah menyebut mayoritas pelaku adalah orang-orang terdekat dari para korban.
"Kalau data di kita sekitar 98 persen pelakunya adalah orang-orang terdekat. Ini miris ya dan sebenarnya masih fenomena gunung es, belum semuanya berani melapor," jawab dia.
Ia menduga kasus yang sama banyak terjadi di wilayah pelosok namun karena minimnya akses dan literasi hukum membuat para korban bingung bagaimana cara melaporkannya. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini misalnya KDRT, asusila, eksploitasi, hingga dengan penelantaran.