Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250813_101000_405.jpg
Plt Kepala Biro Hukum Setda NTB Ruslan Abdul Gani. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Pemprov NTB segera mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). PK ini dalam kasus sengketa aset Gedung Wanita dan Kantor Bawaslu NTB yang berada di Jalan Udayana Kota Mataram.

Aset daerah tersebut terancam dieksekusi setelah terdakwa I Made Singarsa dibebaskan oleh Hakim Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi dalam kasus pidana menggunakan surat palsu dalam kepemilikan aset tersebut.

"Terkait dengan aset Gedung Wanita dan Bawaslu, kami sedang mempersiapkan, sudah jelas ada novum baru, kami akan ajukan dan kami sudah siapkan. Kami sudah melapor ke Penjabat Sekda NTB dan pak Gubernur serta koordinasi lintas sektor, PK akan segera kami ajukan," kata Plt Kepala Biro Hukum Setda NTB Ruslan Abdul Gani dikonfirmasi di Mataram, Rabu (13/8/2025).

1. Pemprov NTB ungkap punya novum baru

Lahan Gedung Wanita yang bersebelahan dengan Kantor Bawaslu NTB yang sedang bersengketa antara Pemprov NTB dengan warga (IDN Times/Muhammad Nasir)

Ruslan menjelaskan Pemprov NTB punya novum baru yang akan diajukan dalam PK ke MA. Dia juga optimis, lahan yang berdiri Gedung Wanita dan Kantor Bawaslu NTB itu akan menjadi milik daerah.

"Haqqul yakin saya karena dengan novum baru itu ndak main-main. Ini dibuat oleh pejabat yang berwenang. Satu bendel dokumen jadi novum baru. Itu dokumen kami yang diajukan ke PK," terangnya.

2. Pemprov NTB minta penundaan eksekusi

Kantor Bawaslu NTB. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) NTB itu menjelaskan Pemprov NTB juga sudah berkoordinasi dengan pengadilan untuk meminta penundaan eksekusi karena sedang dilakukan upaya hukum luar biasa berupa PK ke MA.

Selain itu, Pemprov NTB juga bersurat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). "Supaya tidak sia-sia, kami sedang mengumpulkan semuanya. Nanti kami akan rapatkan, hari apa yang pas kita ajukan PK. Yang jelas kita sedang mempersiapkan PK," tambahnya.

Ruslan mengaku optimis aset Gedung Wanita dan Kantor Bawaslu NTB akan tetap menjadi aset daerah. Berkaca dari sengketa lahan yang sekarang menjadi lokasi pembangunan Kampus Poltekpar Lombok dan IPDN Kampus NTB, Pemprov NTB juga pernah menghadapi persoalan serupa.

"Saya yakin berkaca dari kasus sengketa lahan Poltekpar dan IPDN kita berhasil. Keyakinan itu masih terpatri di saya," ucapnya.

3. Duga permainan mafia tanah

Lalu Rudi Gunawan. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Kepala Biro Hukum Setda NTB yang sebelumnya dijabat Lalu Rudi Gunawan, menduga adanya indikasi permainan dari mafia tanah yang mempengaruhi putusan terkait sengketa aset Gedung Wanita dan Bawaslu NTB. Rudi menjelaskan pada saat perkara perdata ini bergulir tahun 2019, dia masih aktif di Kejaksaan Tinggi NTB.

Dia belum bertugas di Pemprov NTB dan perkara ini ditangani oleh Tim Kuasa Hukum Biro Hukum Setda NTB lama. Dia sendiri baru bertugas sebagai Kepala Biro Hukum Setda NTB pada tahun 2023. Pada saat kasus ini mulai disidangkan di PN Mataram, posisi Pemprov NTB yang diwakili oleh Tim Kuasa Hukum Biro Hukum Setda NTB sebelumnya adalah sebagai tergugat, bukan penggugat.

Rudi yakin surat kepemilikan lahan Gedung Wanita dan Bawaslu NTB yang digunakan terdakwa I Made Singarsa tersebut memang palsu. Hal itu berdasarkan kesaksian dari ahli bahasa yang menemukan bahwa ada dua jenis ejaan yang digunakan dalam surat tersebut, yang tidak mungkin ada dalam satu surat.

Pada tahun dibuatnya surat tersebut, ejaan yang berlaku adalah Ejaan Suwandi, tetapi nyatanya ada juga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dalam surat tersebut. Padahal ejaan EYD belum berlaku pada waktu itu. Kemudian, pada saat proses penyidikan masih berjalan di Polda NTB, terdakwa atas inisiatif dan kesadaran sendiri, telah membuat pernyataan di hadapan notaris.

Terdakwa mengakui bahwa benar tanah Bawaslu dan Gedung Wanita bukan miliknya. Terdakwa hanya disuruh mengakui atau dimanfaatkan oleh seorang mantan pejabat Pemprov NTB yang saat ini sudah meninggal dunia.

Menurut Rudi, adanya akta pernyataan di hadapan notaris yang dibuat dan ditandatangani oleh terdakwa I Made Singarsa yang menurut hukum dapat dianggap sah dan dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk Pemprov NTB mengajukan gugatan perdata baru. Dengan dua opsi yaitu gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) atau gugatan pengembalian hak milik atas tanah atau evindikasi.

Dia menjelaskan bahwa akta notaris tersebut termasuk akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Yaitu suatu akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta dibuatnya.

Rudi mengatakan ada kemungkinan I Made Singarsa akan menyanggah dengan mengatakan bahwa pernyataannya dalam akta notaris dibuat karena adanya tekanan, paksaan atau bujuk rayu, baik dari polisi maupun dari Pemprov NTB. Tetapi, kata Rudi, pihaknya siap dengan alibi hukum bahwa secara hukum, alasan tekanan atau paksaan atau bujuk rayu hanya dapat diterima jika dibuktikan secara nyata dan meyakinkan oleh pihak yang mengklaimnya yaitu I Made Singarsa.

Dalam konteks perkara ini, kata Rudi, pertemuan antara Tim Kuasa Hukum Biro Hukum dengan I Made Singarsa berlangsung atas inisiatif I Made Singarsa sendiri, melalui penyidik Polda NTB. Kemudian Kuasa Hukum Pemprov NTB tidak pernah secara aktif melakukan tindakan apapun pada saat akta tersebut dibuat dan ditandatangani oleh I Made Singarsa dihadapan notaris.

Selain itu, pernyataan dibuat secara sukarela, tanpa paksaan, tekanan atau bujuk rayu dan di hadapan notaris yang independen. Dalam praktik notarial, notaris wajib menanyakan dan memastikan bahwa pernyataan dibuat tanpa tekanan dan dalam keadaan sadar.

Objek gugatan adalah aset Pemprov di Kantor Bawaslu NTB seluas 2.000 meter persegi dan Gedung Wanita seluas 2.040 meter persegi. Kedua aset tersebut berada di Jalan Udayana Kota Mataram atau depan Kantor DPRD NTB.

Aset Kantor Bawaslu diperoleh Pemprov NTB dari PTP XII Surabaya lewat ganti rugi. Begitu juga aset Gedung Wanita, diperoleh lewat membeli. Pemprov NTB juga mengaku memiliki bukti kuat berupa sertifikat atas kedua aset tersebut.

Editorial Team