Latih 11.523 Penjamah Pangan, 85 Persen Dapur MBG di NTB Laik Operasi

Mataram, IDN Times - Satgas Makan Bergizi Gratis (MBG) Provinsi NTB menyebutkan sebanyak 85 persen lebih dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dinyatakan laik operasi dari aspek keamanan pangan.
Selain itu, sebanyak 11.523 penjamah pangan telah mendapatkan pelatihan berbasis kompetensi keamanan pangan, higiene sanitasi, pencegahan kontaminasi silang, pengendalian suhu, serta teknik penyimpanan bahan makanan.
Ketua Satgas MBG Provinsi NTB Ahsanul Khalik menyebutkan total SPPG hingga 1 November 2025 sebanyak 381 unit yang tersebar di 10 kabupaten/kota di NTB. Dari jumlah itu, sebanyak 351 SPPG sudah operasional. Dia mengatakan jumlah SPPG yang sudah mengantongi SLHS sebanyak 324 unit atau tingkat kepatuhan mencapai 85,04 persen.
"Capaian ini menempatkan NTB sebagai provinsi dengan tingkat pemenuhan SLHS di atas rata-rata nasional, serta menunjukkan komitmen kuat seluruh kabupaten/kota dalam memastikan keamanan pangan anak-anak dan penerima manfaat MBG," kata Khalik di Mataram, Jumat (21/11/2025).
1. Sebanyak 357 dapur MBG ajukan permohonan SLHS

Hingga 1 November 2025, sebanyak 357 dapur MBG telah mengajukan permohonan SLHS ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dari total 381 SPPG yang ada. Artinya, sebesar 93,7 persen SPPG di NTB sudah masuk dalam proses formal sertifikasi.
Hal ini, kata Khalik menunjukkan kesiapan kelembagaan dan komitmen dari pemerintah daerah. Dari seluruh SPPG yang mengajukan SLHS, sebanyak 327 dapur atau 85,8 persen telah menjalani Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL). Pemeriksaan ini meliputi kondisi ruang masak, sanitasi air, kebersihan peralatan, ventilasi, sistem penyimpanan bahan baku, serta aspek higiene personal bagi para pekerja dapur.
"Hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas SPPG telah menerapkan standar dasar keamanan pangan yang memadai," terangnya.
2. Hasil uji laboratorium dapur MBG di NTB

Staf Ahli Gubernur Bidang Sosial dan Kemasyarakatan itu menambahkan bahwa sebanyak 320 SPPG atau sekitar 84 persen telah dinyatakan memenuhi persyaratan IKL dan dinilai layak secara fungsional untuk menerapkan standar keamanan pangan sesuai ketentuan. Angka ini menunjukkan sebagian besar dapur MBG di NTB sudah berfungsi sesuai standar sanitasi dan higienitas yang ditetapkan.
Pada aspek uji laboratorium, sebanyak 330 SPPG atau 86,6 persen telah menjalani pengujian sampel makanan, air, serta bahan baku. Pengujian lab menjadi langkah penting untuk memastikan tidak adanya kontaminasi bakteri, kimia, atau logam berat yang berpotensi membahayakan kesehatan anak-anak maupun kelompok rentan lainnya.
"Dari jumlah tersebut, 271 dapur atau 71,1 persen dinyatakan lulus dan memenuhi seluruh standar uji laboratorium," terangnya.
Hingga 1 November 2025, tercatat 324 SPPG atau 85,04 persen yang telah resmi memiliki sertifikat SLHS. Dikatakan, lebih dari 85 persen dapur MBG telah tersertifikasi dan dinyatakan laik operasi dari perspektif keamanan pangan.
3. Latih 11.523 penjamah pangan

Selain itu, proses pembinaan juga terus diperkuat dengan pelatihan penjamah pangan. Dia menyebut sebanyak 11.523 penjamah pangan telah mendapatkan pelatihan berbasis kompetensi tentang keamanan pangan, higiene sanitasi, pencegahan kontaminasi silang, pengendalian suhu, serta teknik penyimpanan bahan makanan.
Rata-rata tiap dapur MBG memiliki 30 - 40 penjamah makanan terlatih. Secara keseluruhan, kata dia, pencapaian ini mencerminkan sistem jaminan mutu MBG NTB yang semakin kokoh.
Dikatakan, NTB bukan hanya memperbanyak dapur, tetapi juga memastikan setiap dapur benar-benar aman, higienis, dan memenuhi standar nasional dalam penyediaan makanan bagi lebih dari satu juta penerima manfaat program.
“Keamanan pangan adalah fondasi utama. Kami memastikan bahwa setiap dapur MBG memenuhi prinsip Laik Higiene, Laik Sanitasi, dan Laik Operasi sebelum melayani anak-anak dan masyarakat,” terangnya.
Adapun capaian dapur MBG yang telah mengantongi SLHS di kabupaten/kota di NTB, antara lain Kabupaten Lombok Utara 100 persen, Kabupaten Dompu 100 persen, Lombok Barat 95,7 persen, Lombok Tengah 91,67 persen, Kota Mataram 87,50 persen, Lombok Timur 86,62 persen, Kota Bima 78,26 persen, Kabupaten Bima 64,29 persen, Sumbawa 46,67 persen, dan Kabupaten Sumbawa Barat 25 persen.


















