Kisah Guru Honorer 18 Tahun Mengabdi, Kini Digaji Rp100 Ribu per Bulan

Gaji dibayar 4 bulan sekali sebesar Rp400 ribu

Bima, IDN Times - Kisah pilu dialami Suharmaji, guru honorer di Desa Campa Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dia setia mengabdi, meskipun hanya diberikan upah Rp100 ribu per bulan.

Demi menopang kebutuhan ekonomi karena keterbatasan penghasilan tersebut, guru berusia 53 tahun ini harus pandai memutar otak. Di sela-sela kekosongan waktu mengajar, dia harus banting tulang peras keringat sebagai petani jagung.

1. Jadi guru sejak tahun 2005 silam

Kisah Guru Honorer 18 Tahun Mengabdi, Kini Digaji Rp100 Ribu per BulanIlustrasi kegiatan belajar mengajar siswa-siswi SMA. (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Ditemui saat sampaikan aspirasi agar terakomodir sebagai PPPK ke DPRD Kabupaten Bima, Kamis (17/11/2022) kemarin, Suharmaji mengulas kembali jejak perjalanannya sejak menjadi guru. Awalnya dia mulai mengabdi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Campa pada tahun 2005 silam.

Ketika pertama kali masuk, saat itu tidak banyak honor yang ia peroleh setiap bulan. Bahkan diklaim tidak cukup membeli bensin motor dan sabun untuk mencuci pakaian yang digunakan saat mengajar.

"Gak banyak, gak usah disebutkan. Pokonya sedikit," jelas Suharmaji pada IDN Times, Kamis (17/11/2022).

Baca Juga: Jasad Perempuan Ditemukan di Jembatan Bima, Diduga Korban Pembunuhan

2. Digaji Rp100 ribu per bulan

Kisah Guru Honorer 18 Tahun Mengabdi, Kini Digaji Rp100 Ribu per Bulanilustrasi memberikan uang (IDN TImes/Reza Iqbal)

Seiring bergulirnya waktu, honor bagi guru setempat berangsur naik hingga Rp100 ribu per bulan. Honor itu tidak ia terima sebagai mana setiap awal bulan seperti umumnya guru berstatus PNS, tapi tergantung pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

"Dulu saya terima 3 bulan sekali. Tapi regulasi sekarang, sudah empat bulan sekali. Biasa saya terima Rp400 ribu dalam empat bulan, tapi kadang juga ditambah Rp50 ribu," ungkap bapak dari dua orang anak ini.

Honor sedikit itu dia peroleh, setelah 80 kali masuk mengajar selama empat bulan berlangsung. Dia mendapatkan jadwal ngajar sebanyak itu, karena satuan pendidikan setempat kekurangan tenaga guru PNS.

"Di sekolah kami yang PNS hanya 3 orang. Makanya jadwal ngajar yang sukarela itu banyak. Itu juga yang saya bingung, setiap sekolah hanya sedikit PNS, kenapa gak diangkat seperti kami yang sudah belasan tahun mengabdi," keluh dia.

3. Berharap diakomodir sebagai PPPK

Kisah Guru Honorer 18 Tahun Mengabdi, Kini Digaji Rp100 Ribu per BulanIlustrasi seleksi PPPK (IDN Times/Musthofa Aldo)

Kini usia Suharmaji sudah menginjak 53 tahun berjalan. Praktis kondisi tersebut mengharuskan dia memendam dalam-dalam impian untuk mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

"Batas usia baru bisa ikut CPNS maksimal 35 tahun. Jadi usia saya sekarang sudah gak ada lagi kesempatan untuk itu," keluh guru Mapel Pendidikan Agama Islam (PAI) ini.

Berbeda dengan seleksi PPPK, batas usia sebut Suharmaji satu tahun sebelum masuk masa pensiun. Artinya dia masih ada kesempatan belasan tahun untuk menikmati gaji dari negara, jika lolos seleksi.

Sayangnya, impian dia menjadi PPPK saat ikut seleksi tahun 2021 lalu gagal. Suharmaji tidak terakomodir karena kekurangan formasi guru, kendati passing grade sudah penuhi standar minimal.

"Iya begitu lah nasib kami. Makanya kami datang mengadu ke DPRD agar usulkan pembukaan formasi guru di tahun 2023 mendatang. Sempat seleksi nanti, saya bisa lolos jadi PPPK," harap Suharmaji.

Baca Juga: Polisi Ungkap Peran Tersangka Kasus Korupsi RSUD Sondosia Bima

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya