Fokus Antisipasi Bencana, Kepala Daerah di NTB Dilarang Keluar Negeri

Mataram, IDN Times - Kepala daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB) dilarang keluar negeri sesuai surat edaran yang dikeluarkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Kepala daerah, baik Gubernur dan Bupati/Wali Kota diminta tidak meninggalkan wilayahnya sampai 15 Januari 2026.
Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal membenarkan surat edaran dari Mendagri yang melarang kepala daerah meninggalkan wilayahnya supaya fokus mengantisipasi bencana hidrometeorologi selama masa Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru). Iqbal menjelaskan bahwa Pemprov NTB dan Pemda kabupaten/kota sudah melakukan apel kesiapsiagaan mengantisipasi bencana hidrometeorologi.
1. Kepala daerah harus pertama turun ke lapangan jika terjadi bencana

Iqbal menjelaskan bahwa larangan kepala daerah meninggalkan wilayahnya mengandung pesan supaya mereka fokus mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi selama Nataru. Semua kepala daerah harus menjadi orang yang pertama turun ke lapangan apabila terjadi bencana banjir dan tanah longsor.
"Memang dilarang ke luar negeri. Pesan utamanya adalah fokus dan antisipasi potensi terjadinya bencana dan pastikan kalau bencana terjadi kepala daerah itu orang pertama yang terjun ke lapangan menangani situasi," kata Iqbal dikonfirmasi di Mataram, Sabtu (13/12/2025).
Eks Duta Besar Indonesia untuk Turki itu mengatakan Pemprov NTB telah menggelar apel kesiapsiagaan mengantisipasi bencana hidrometeorologi pada puncak musim hujan. Apel kesiapsiagaan tersebut melibatkan semua unsur terkait, seperti TNI, Polri, Basarnas, Satpol PP, BPBD dan stakeholder lainnya..
Bahkan untuk destinasi wisata karena akan menjadi tujuan masyarakat saat libur Nataru, Dinas Pariwisata NTB telah diminta membuat rencana kontijensi. Sehingga, ketika terjadi bencana di destinasi wisata sudah ada skenario penanganan yang telah disiapkan.
"Kemungkinan terburuk tetap kita antisipasi. Terutama di Bima yang sangat rawan setiap tahun terjadi bencana," kata dia.
2. Biang kerok bencana banjir bandang di NTB

Menurut Iqbal, hal yang paling penting dilakukan juga saat ini supaya bencana banjir tidak terulang setiap tahun. Biang kerok penyebab bencana banjir bandang di NTB khususnya di Pulau Sumbawa karena rusaknya kawasan hutan.
Dia mengungkapkan banyak kawasan hutan yang dicaplok menjadi hak milik. Kawasan hutan kemudian ditanami jagung atau tanaman monokultur. Persoalan ini menjadi diskusi dengan para bupati/wali kota yang harus segera dipikirkan penyelesaiannya.
"Kan banyak hutan itu sudah dikeluarkan sporadik oleh kepala desa. Kemudian diterbitkan sertifikat padahal itu adalah hutan. Hal-hal seperti itu yang harus kita antisipasi bersama," ungkapnya.
3. NTB tetapkan status siaga darurat bencana hidrometeorologi

Menjelang akhir tahun, intensitas bencana hidrometeorologi di NTB diperkirakan semakin meningkat. Karena wilayah NTB telah memasuki musim hujan sejak November lalu.
Kepala Pelaksana BPBD NTB Ahmadi mengatakan Pemprov NTB menetapkan status siaga darurat bencana hidrometeorologi sampai Desember mendatang. Dia mengatakan sejumlah kabupaten/kota di Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok telah menetapkan status siaga darurat bencana hidrometeorologi.
Berdasarkan informasi dari BMKG, kata Ahmadi, puncak musim hujan di NTB diperkirakan pada Desember 2025 hingga Februari 2026. Dia mengatakan Pemda telah menyiapkan logistik bagi korban bencana, baik berupa peralatan dan bantuan makanan.
Data Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD NTB mencatat sebanyak 177 bencana terjadi di Pulau Lombok dan Sumbawa sejak 1 Januari hingga 22 November 2025. Jenis bencana yang paling banyak terjadi di NTB adalah banjir, banjir bandang dan banjir rob sebanyak 82 kejadian.
Seratusan bencana yang menghantam wilayah NTB menyebabkan 15 warga meninggal dunia, 5 orang hilang dan 39 orang luka-luka. Sebanyak 177 bencana yang terjadi di NTB hingga 22 November 2025, terdiri dari banjir, banjir bandang, dan banjir rob 82 kejadian, tanah longsor 13 kejadian, cuaca ekstrem angin puting beliung 53 kejadian, gempa bumi 2 kejadian, abrasi 2 kejadian, karhutla 3 kejadian dan kekeringan di 9 kabupaten/kota.
BPBD NTB mencatat total masyarakat yang terdampak bencana hingga 22 November 2025 sebanyak 156.738 jiwa. Seratusan bencana yang terjadi di NTB juga merusak sejumlah infrastruktur seperti 17 jembatan, 84 meter jalan, 305 meter tanggul, 9 jaringan listrik, 8 jaringan telekomunikasi, dan 547 meter jaringan irigasi.
Selain itu, sebanyak 676 rumah warga di NTB mengalami kerusakan. Dengan rincian, 155 rumah rusak berat, 201 rumah rusak sedang dan 320 rumah warga rusak ringan. BPBD NTB juga mencatat sebanyak 40.596 rumah warga terendam banjir.
Dampak lainnya, sebanyak 46 hektare hutan rusak, 50 hektare kebun rusak, 866 hektare sawah. Kemudian 177 hektare tambak warga rusak dan 22 pertokoan. Bencana juga berdampak pada pelayanan dasar pada 31 perkantoran, 1 pasar, 76 pasar, 7 fasilitas kesehatan, dan 19 fasilitas peribadatan.


















