Mataram, IDN Times - Wakil Gubernur (Wagub) Nusa Tenggara Barat Hj. Sitti Rohmi Djalilah, dinyatakan positif terpapar COVID-19. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19 NTB tersebut dinyatakan positif sejak, Sabtu (13/3/2021) lalu.
Sebelumnya, Wagub NTB telah mendapat vaksinasi sebanyak dua kali pada tanggal 14 Januari dan 28 Januari di Kantor Gubernur NTB .
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat dr. H Lalu Hazmi Fikri menegaskan bahwa Rohmi berstatus asimptomatik atau orang tanpa gelaja (OTG).
Wagub NTB, kata Fikri, sedang menjalani isolasi mandiri di bawah pengawasan dokter RSUD Provinsi NTB.
Kata Fikri, Wagub NTB terpapar COVID-19 usai mendapat vaksin kedua tanggal 28 Januari 2021 dua bulan lalu.
"Beliau sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19 dengan 2 dosis," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr. dr H. Lalu Hamzi Fikri, MM MARS, Minggu (14/3/2021).
Diketahui dari Fikri, sebanyak tujuh anggota keluarga Rohmi, mulai dari suami, menantu, suami dan staf serta asisten rumah tangga terpapar COVID-19.
"Semuanya total tujuh orang yang positif COVID-19," kata Fikri.
Melalui pesan instan, Wagub NTB Hj. Sitti Rohmi Djalilah mengaku bahwa dirinya sedang dalam masa isolasi mandiri. Ia pun merasa bersyukur telah melakukan vaksinasi selama dua periode.
"Saya kira dua kali vaksin membuat saya lebih kuat. Saya juga tidak bergejala," jelasnya.
Rohmi pun berpesan agar informasi tentang bahwa dirinya terpapar COVID-19 untuk dibuka kepada publik.
"Saya dalam kondisi OTG, CT (cycle threshold -red) tinggi. Informasi ini jangan disembunyikan," kata Wagub.
Dalam edaran Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI) disebutkan, hasil pemeriksaan real time PCR dinyatakan positif bila terdapat akumulasi sinyal fluoresens.
CT value merupakan jumlah siklus yang diperlukan hingga sinyal fluoresens melampaui atau melewati ambang (threshold). Pada umumnya, nilai CT 29 - 37: positif, yakni ada target asam nukleat dalam jumlah sedang. Dan nilai CT 38 - 40: positif lemah, yakni target asam nukleat dalam jumlah sedikit, dan ada kemungkinan kontaminasi yang berasal dari lingkungan.
Namun, hingga saat ini belum ada penelitian menyeluruh dan komprehensif yang dapat diandalkan untuk membuktikan korelasi langsung antara parahnya penyakit, infeksi, dan nilai CT.