Tak Diizinkan Saksikan Sidang Pembunuhan, Keluarga Korban Kecewa

Lombok Timur, IDN Times - Belasan keluarga korban kasus pembunuhan Jum'ah alias Amaq Anto, mengamuk di depan ruang sidang, Pengadilan Negeri Selong Lombok Timur, Senin (3/4/2023). Mereka merasa kecewa dengan keputusan pengadilan yang tidak mengizinkan keluarga korban menyaksikan jalannya persidangan.
Keluarga korban sempat mengamuk karena merasa kecewa. Agenda sidang adalah pembacaan tuntutan. Amarah keluarga korban semakin memuncak setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan 18 tahun penjara. Menurut keluarga korban, tuntutan itu dinilai masih ringan.
1. Sebelumnya diperbolehkan masuk ruang sidang

Penyebab utama keluarga korban mengamuk karena marah dengan jalannya proses persidangan yang dinilai tidak konsisten. Karena sejak awal dimulainya sidang, keluarga korban tidak dilarang masuk dan diperbolehkan untuk menyaksikan jalannya proses persidangan, karena proses persidangan berlangsung terbuka untuk umum.
Setelah sidang memasuki agenda penting yaitu agenda pembacaan tuntutan JPU, keluarga korban tidak diperkenankan ikut menyaksikan jalannya proses persidangan. Pintu ruang sidang dijaga ketat aparat kepolisian yang bersenjatakan lengkap.
"Kita hanya diizinkan masuk cuma tiga orang, gak tahu sekarang kenapa kita tiba-tiba tidak tidak diizinkan masuk, padahal pada sidang sebelumnya kita bisa ikut," ungkap keponakan korban, Wahyuni.
2. Terdakwa dituntut 18 tahun penjara

Alasan lain keluarga korban mengamuk karena tuntutan terhadap kedua terdakwa yaitu Rodi dan Marzuki dinilai masih ringan. Pada sidang tersebut, JPU hanya menuntut terdakwa dengan 18 tahun penjara. Keluarga korban berharap kedua terdakwa dituntut hukuman mati. Keluarga juga merasa kecewa karena mereka menduga bahwa ada pihak lain yang seharusnya turut bertanggungjawab dalam kasus ini.
"Yang juga ikut merencanakan pembunuhan ini, pacar terdakwa Rodi, tetapi sampai sekarang masih bebas berkeliaran tidak ditangkap-tangkap," kesal Wahyuni.
3. Dituntut pembunuhan berencana

Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Lombok Timur Ida Made Oka Wijaya mengatakan, pihaknya sangat menyangkan jika sidang pembacaan tuntutan tersebut berlangsung tertutup.
"Seharusnya sidang harus terbuka untuk umum, tidak boleh ada yang ditutup-tutupi, tetapi itu kewenangan hakim menentukan," jelasnya.
Terkait dengan tuntutan 18 tahun penjara terhadap terdakwa, kata Oka Wijaya tuntutan itu sudah melalui pertimbangan yang berdasarkan fakta persidangan. Tetapi korban tetap dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
"Ya benar kita menuntut 18 tahun penjara, itu setelah melalui beberapa pertimbangan salah satunya pertimbangan meringankan," imbuhnya.



















