Lunasi Kewajiban Rp2,1 M, Bos PT PIR Bebas dari Jerat Kasus Pajak

Mataram, IDN Times - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Nusa Tenggara menghentikan proses penyidikan tindak pidana perpajakan terhadap tersangka inisial PBC melalui perusahaan di Kota Mataram, PT PIR, pada Selasa, 22 November 2025. Bos PT PIR itu bebas dari jeratan hukum tindak pidana perpajakan setelah tersangka melunasi seluruh kewajiban perpajakan termasuk pokok pajak dan sanksi administrasi sesuai ketentuan Pasal 44B Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Nusa Tenggara, I Gede Wirawiweka, menegaskan bahwa penegakan hukum pajak tidak hanya berorientasi pada pemidanaan. Tetapi juga pada pemulihan penerimaan negara dan peningkatan kepatuhan.
“Melalui mekanisme penghentian penyidikan setelah pelunasan kerugian negara, kami ingin menunjukkan bahwa kewajiban perpajakan harus dipenuhi secara jujur dan tepat waktu. Penegakan hukum tetap tegas, namun memberikan ruang pemulihan bagi wajib pajak yang kooperatif,” kata Wirawiweka di Mataram, Kamis (11/12/2025).
1. Bos PT PIR lunasi PPN dan denda Rp2,1 miliar

Kanwil DJP Nusa Tenggara mengimbau seluruh wajib pajak di wilayah Nusa Tenggara untuk mematuhi ketentuan perpajakan, menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, dan jelas. Serta menyetor pajak tepat waktu guna mendukung stabilitas fiskal dan pembiayaan pembangunan nasional.
Tersangka PBC melalui PT PIR telah melunasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kurang bayar sebesar Rp533.648.835 dan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp1.600.946.505, sehingga total yang disetorkan ke kas negara mencapai Rp2.134.595.340. Pembayaran tersebut telah tercatat dalam sistem Modul Penerimaan Negara (MPN) Direktorat Jenderal Pajak.
Dijelaskan, langkah penghentian penyidikan ini diawali permohonan informasi besarnya kerugian pada pendapatan negara oleh PBC selaku Direktur PT PIR. Kemudian diikuti jawaban resmi DJP mengenai jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
Setelah seluruh kewajiban dilunasi, tersangka mengajukan permohonan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan untuk kepentingan penerimaan negara kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak, yang selanjutnya diteruskan kepada Jaksa Agung.
2. Jaksa Agung terbitkan penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan tersangka PBC

Selanjutnya, Kanwil DJP Nusa Tenggara melakukan penelitian dan penyusunan pendapat atas permohonan tersebut, yang dituangkan dalam laporan penelitian dan Nota Dinas kepada Direktur Jenderal Pajak. Berdasarkan hasil penelitian, Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan menyampaikan Surat Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan kepada Jaksa Agung.
Jaksa Agung Republik Indonesia kemudian menerbitkan Keputusan Nomor 938 Tahun 2025 tertanggal 17 Oktober 2025 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas nama PBC.
Kasus ini, kata dia, berawal dari dugaan tindak pidana perpajakan yang dilakukan PBC melalui PT PIR pada tahun 2020, yaitu dengan sengaja tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut dari lawan transaksi untuk masa pajak Maret 2020 sampai dengan Desember 2020.
Perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang Undang.
3. Penegakan hukum jadi upaya terakhir

Penghentian penyidikan ini dilakukan dengan merujuk pada Pasal Pasal 44B UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang memberikan kewenangan kepada Jaksa Agung untuk menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan atas permintaan Menteri Keuangan apabila wajib pajak atau tersangka telah melunasi seluruh kerugian negara, yaitu pajak yang tidak atau kurang dibayar beserta sanksi administrasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghentian penyidikan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.03/2016 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.02/2021.
“Keputusan ini menggambarkan bahwa penegakan hukum di bidang perpajakan untuk proses pidana merupakan upaya terakhir yang akan dilakukan, ultimum remedium, dan lebih mendorong wajib pajak untuk melakukan pemulihan atas kerugian negara melalui pembayaran,” tandasnya.


















