Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sungai Dijadikan Tong Sampah, Banjir Jadi Ancaman Serius di NTB

Kondisi sungai di Kota Mataram usai diterjang banjir besar pada 6 Juli 2025 lalu.
Kondisi sungai di Kota Mataram usai diterjang banjir besar pada 6 Juli 2025 lalu. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Bencana banjir menjadi ancaman serius di Nusa Tenggara Barat (NTB). Pasalnya, sungai dijadikan tong sampah atau tempat pembuangan sampah. Di samping itu, daerah aliran sungai banyak mengalami penyempitan akibat sedimentasi dan bangunan-bangunan yang berdiri di pinggir sungai.

"Ke depan banjir akan terus mengancam dengan kondisi penyempitan badan sungai sekarang ini. Untuk itu, bagaimana menyadarkan publik secara bersama-sama," kata Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB Samsudin dikonfirmasi IDN Times, Minggu (14/9/2025).

1. Sungai di Mataram dan Lombok Barat tercemar mikroplastik

Kondisi Sungai Jangkuk Kota Mataram kian menyempit.
Kondisi Sungai Jangkuk Kota Mataram kian menyempit. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Hasil temuan Tim Investigasi Walhi NTB bersama Tim Ekspedisi Sungai Nusantara pada 2023, bahwa sungai-sungai di Kota Mataram dan Lombok Barat dipenuhi sampah plastik. Hal ini menyebabkan Sungai Meninting dan Sungai Jangkuk tercemar Mikroplastik.

Samsudin mengungkapkan bahwa sampah dari Kota yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok sekitar 80 persen. Sedangkan sisanya 20 persen dibuang sembarangan, termasuk ke sungai oleh masyarakat.

Dia juga memaparkan sampah di Lombok Barat baru 20 persen yang dibuang ke TPA Kebon Kongok. Sedangkan sisanya 80 persen masih dibuang sembarangan.

"Kalau lihat datanya sangat besar sampah yang terbuang ke laut karena dibuang ke sungai. Contohnya Lombok Barat, estimasi sampah yang masuk ke TPA sebesar 20 persen. Berarti sisanya 80 persen dibuang sembarangan. Itu bisa diestimasi kalau sekian tahun berapa itu. Wajarlah mikroplastik menjadi ancaman ke depan," tambahnya.

Berdasarkan data Pemprov NTB dalam enam tahun terakhir, proyeksi produksi sampah di atas 800 ton per hari. Sementara sampah yang terkelola antara 35-39 persen. Pada 2019, proyeksi harian sampah di NTB sebanyak 823,15 ton per hari, rata-rata penanganan sampah 325,45 ton per hari dengan persentase sampah terkelola sebesar 39,54 persen.

Tahun 2020, proyeksi harian sampah di NTB sebanyak 832,49 ton per hari, rata-rata penanganan sampah 301,36 ton per hari dengan persentase sampah terkelola sebesar 36,20 persen. Tahun 2021, proyeksi harian sampah di NTB sebanyak 841,95 ton per hari, rata-rata penanganan sampah 298,20 ton per hari dengan persentase sampah terkelola sebesar 35,42 persen.

Tahun 2022, proyeksi harian sampah di NTB sebanyak 851,53 ton per hari, rata-rata penanganan sampah 310 ton per hari dengan persentase sampah terkelola sebesar 36,41 persen. Tahun 2023, proyeksi harian sampah di NTB sebanyak 860,42 ton per hari, rata-rata penanganan sampah 314,20 ton per hari dengan persentase sampah terkelola sebesar 36,52 persen.

Sedangkan tahun 2024, proyeksi harian sampah di NTB sebanyak 871,07 ton per hari, rata-rata penanganan sampah 316,35 ton per hari dengan persentase sampah terkelola sebesar 36,32 persen.

2. Penegakan hukum pelanggaran tata ruang di daerah aliran sungai

Bangunan yang berdiri di pinggir Sungai Jangkuk Kota Mataram.
Bangunan yang berdiri di pinggir Sungai Jangkuk Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Samsudin menjelaskan perlu dilakukan langkah preventif dan penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang di daerah aliran sungai. Sesuai ketentuan, seharusnya tidak boleh ada bangunan yang berdiri dengan jarak 20 meter di pinggir sungai.

"Makanya kita sama-sama dengan Pemda kabupaten/kota mengatur ulang penegakan hukum tata ruang. Dalam regulasi minimal 20 meter di pinggir pantai tak boleh ada bangunan. Bisa melalui langkah preventif dan langkah penegakan hukum," ujarnya.

Hasil pengecekan yang dilakukan di lapangan, ada perubahan struktur daerah aliran sungai dan pengawasan terkait pengendalian tata ruang yang belum optimal. Kemudian prilaku masyarakat di pinggir sungai yang belum membuang sampah pada tempatnya. Dimana, sampah dibuang ke sungai karena lebih murah dan mudah tanpa biaya.

Dia menjelaskan telah berdiskusi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara I terkait persoalan sedimentasi di daerah aliran sungai. BWS mengalami kesulitan mengangkat sedimentasi di daerah aliran sungai lantaran tidak adaya jalan inspeksi untuk alat berat. Seharusnya ada jalan inspeksi di sisi kiri dan kanan sungai untuk mempermudah pengangkatan sedimentasi di sungai.

3. Komunitas peduli sungai perlu dukungan Pemda

Pemukiman warga di pinggir sungai di Kota Mataram.
Pemukiman warga di pinggir sungai di Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dia mengajak komunitas peduli sungai untuk bersama-sama memberikan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai. Samsudin mengatakan pihaknya siap berkolaborasi dan memberikan support bantuan berupa karung untuk masyarakat yang melakukan clean up sungai.

Terkait banyaknya komunitas peduli sungai yang vakum, Samsudin mengatakan Pemda kabupaten/kota perlu memberikan support supaya kegiatannya dapat berkesinambungan. Untuk itu, perlu ada komitmen bersama antara BWS, Pemda dan komunitas peduli sungai di NTB.

"Sebetulnya teman-teman itu siap berkolaborasi dengan kita. Masalahnya persepsi kita yang harus kita samakan. Khawatir juga komunitas itu basisnya volunteer tapi tidak ada support dari pemerintah daerah agar bisa tetap beraktivitas. Ke depannya kita bersama BWS untuk dibangun komitmen," ujarnya.

Sebelumnya, Tim Investigasi Walhi NTB dan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara melakukan inventarisasi timbulan sampah plastik di saluran dan sungai di Kota Mataram dan Lombok Barat. Mereka menemukan perubahan fungsi sungai menjadi tempat sampah. Tim Investigasi mengambil sampel air pada 5 lokasi di Kali Ning, Sungai Jangkuk dan Sungai Meninting, rata-rata 290 partikel mikroplastik dalam 100 liter air.

Kandungan mikroplastik tertinggi ada di Kali Ning yang berada di dalam kota Mataram, melalui pemukiman padat penduduk dan tidak memiliki sarana pengelolaan sampah dan perilaku warga yang membuang sampah ke dalam saluran. Kali Ning mengandung Mikroplastik tertinggi dibandingkan Sungai Jangkuk dan Sungai Meninting.

Saluran air Kali Ning dalam pantauan Tim Investigasi dipenuhi sampah plastik jenis tas kresek, botol plastik, styrofoam dan sachet. Mikroplastik adalah serpihan atau remahan plastik dengan ukuran lebih kecil dari 5 milimeter yang berasal dari pecahan plastik ukuran besar seperti tas kresek, plastik bening, sampah pakaian, botol plastik, styrofoam dan sachet yang terfragmen karena arus air dan paparan matahari.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sri Gunawan Wibisono
EditorSri Gunawan Wibisono
Follow Us

Latest News NTB

See More

Sungai Dijadikan Tong Sampah, Banjir Jadi Ancaman Serius di NTB

14 Sep 2025, 20:48 WIBNews