Komandan Batalion Baru Selidiki Prajurit Sehari sebelum Prada Lucky Meninggal

Kupang IDN Times - Komandan Batalion (Danyon) Teritorial Pembangunan (Yonif TP) 834 Waka Nga Mere, Letkol Inf Justik Hadinata, diketahui baru menyelidiki prajuritnya saat Prada Lucky sudah masuk ICU sehari sebelum meninggal dunia.
Letkol Justik menyatakan ini sebagai saksi dalam berkas perkara atas nama terdakwa Lettu Ahmad Faisal di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (17/11/2025).
Ia juga menyebut tak tahu ada penyiksaan terhadap bawahannya itu. Menurutnya, Komandan Kompi (Danki) A, Lettu Ahmad Faisal, tak melapor soal pemeriksaan disertai kekerasan tersebut kepadanya.
1. Perintah periksa prajurit

Saat sidang itu, Justik berkali-kali menegaskan baru tahu Prada Lucky disiksa pada 5 Agustus 2025 saat mendapat laporan bawahannya itu sudah di ICU. Ketika itu, ia langsung memerintahkan Lettu Rahmat, senior yang ada di markas ketika ia keluar saat itu untuk mengusut kasus ini.
Lettu Rahmat langsung melaporkannya nama-nama yang terlibat. Ia juga meminta kronologis penyiksaan itu kepada Lettu Rahmat. Setelahnya ia perintahkan agar kasus ini didalami lagi. Kemudian ia melaporkan kepada Denpom untuk menindaklanjuti temuan kasus ini.
Ia juga melihat laporan dari dokter batalion, Dankikes Lettu Ckm Bambang Subianto, yang menguatkan adanya penyiksaan terhadap Prada Lucky. Bambang melapor kepadanya via telepon. Dokter itu menyebut Prada Lucky sudah kritis dan dipasangi alat bantu pernapasan atau ventilator. Justik memerintah lagi agar dokter itu menberikan laporan tertulis mengenai pemeriksaan rumah sakit.
"Saya baru baca dalam laporan itu ada suatu pemukulan dan dugaan saya ada penyiksaan. Saya berkesimpulan itu tindakan pemukulan dan saya perintahkan Lettu Rahmat untuk carikan siapa yang pukul dan perintahkan terdakwa untuk cari tahu kenapa sampai terjadi seperti itu. Saya bilang cari orangnya sampai ketemu," jelasnya.
2. Danki tak melapor soal kekerasan

Dalam keterangannya, ia menyebut terdakwa Danki A ini sempat melapor pada 28 Juli 2025 mengenai Prada Lucky yang sudah diperiksa terkait LGBT. Namun terdakwa saat itu tak melapor soal pemeriksaan terhadap Prada Lucky dan Prada Richard disertai dengan kekerasan. Begitu pun selama ia berada di markas terdakwa Ahmad tak melapor hal tersebut.
"Tidak ada. Hampir setiap ketemu dan tidak ada laporan seperti itu ke saya," jawab dia kepada majelis hakim.
Ia sempat memeriksa kembali Prada Lucky pada 29 dan 30 Juli 2025. Namun ia tidak melihat Prada Lucky dan Prada Richard mengalami luka-luka pada saat itu.
"Saya tidak perhatikan ada luka. Mereka pakai baju itu di tanggal 30 sore," tukasnya.
Ia mengaku selalu mendapatkan laporan mengenai kegiatan kompi termasuk bila ada yang sakit oleh dantonkes selama ia meninggalkan markas.
Ia juga rutin menghubungi Lettu Rahmat dan terdakwa Lettu Ahmad Faisal saat dinas ke luar. Begitu pula saat Lucky meninggal dunia. Ia memerintahkan Lettu Rahmat dan terdakwa untuk mengurusi pemakaman Prada Lucky. Terdakwa.
Sebelumnya, ia mengaku tak berada di markas karena dalam tugas ke Ngada sejak tanggal 20 Juli 2025. Ia mengalihkan kuasa kepada pejabat tertua di markas, Lettu Rahmat.
Ia kembali ke markas pada 28 Juli lalu melakukan perjalanan lagi ke Batujajar, Jawa Barat pada 31 Juli 2025. Ia pulang dari sana 11 Agustus dan masuk ke markas 13 Agustus 2025.
"Saat Prada Lucky meninggal saya baru tahu tanggal 7 Agustus. Antara 6 atau 7 Agustus," ungkap dia.
3. Sempat disarankan tes HIV/AIDS

Dalam sidang itu ia juga sempat mendapat laporan agar Prada Lucky dan Prada Richard dipisah kemudian disarankan oleh perwira untuk cek HIV/AIDS.
"Kami mencari di Koramil dan tempat lain yang cocok untuk penahanan tapi tidak ada sehingga di markas. Sempat ada perwira ada sarankan juga tapi saya lupa siapa," kata dia.
Menurutnya, Prada Lucky memang sudah diisukan LGBT. Isu ini sudah lama beredar dan menurut dia sedang menjadi sorotan seluruh prajurit dan markas. Namun ia melarang anggotanya melakukan kekerasan terhadap Prada Lucky hingga tuduhan itu terbukti melakukan penyelidikan.
"Saya bilang ke anggota saat apel bahwa apa yang kalian dengar belum tentu benar. LGBT itu di luar negeri tidak masalah, di Indonesia tidak seperti itu, tapi proses penyelidikan ini masih panjang dan saya sampaikan Lucky adalah saudara kita yang perlu kita jaga," tukasnya.


















