Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sosok Sultan Bima XIV, Pahlawan Nasional Pencetus Pendidikan Modern di NTB

1762607448_c5bf26a43b156be7ef49.jpg
Pahlawan Nasional asal Bima, NTB, Sultan Muhammad Salahuddin. (dok. Istimewa)

Mataram, IDN Times - Presiden Prabowo Subianto resmi menetapkan Sultan Muhammad Salahuddin sebagai pahlawan nasional pada peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2025. Sultan Bima XIV itu ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 2025 bersama sembilan tokoh lainnya di Indonesia.

Sultan Muhammad Salahuddin merupakan putra Sultan Bima XIII, Sultan Ibrahim dengan permaisurinya Siti Fatimah Binti Lalu Yusuf Ruma Sakuru. Sultan Muhammad Salahuddin lahir pada 14 Juli 1889 atau 15 Zulhijah 1306 Hijriah. Dia memegang peranan penting dalam perkembangan sejarah Bima, daerah paling timur, provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Dikutip dari Sejarah Perjuangan Sultan Muhammad Salahuddin, yang ditulis M. Hilir Ismail & Alan Malingi, Sultan Bima XIV itu merupakan pencetus pendidikan modern di Bima pada masa kolonial Belanda. Alan Malingi merupakan sejarawan dan budayawan Bima.

1. Sejak kecil sudah mendapatkan pendidikan agama dan ilmu pemerintahan

Sultan Salahuddin Bima. (dok. Istimewa)
Sultan Salahuddin Bima. (dok. Istimewa)

Sejak usia kanak-kanak, Muhammad Salahuddin telah mendapat pendidikan agama dan ilmu pemerintahan dari ulama dan pejabat istana. Sepanjang perkembangan umurnya, Muhammad Salahuddin menekuni ilmu tauhid, serta siasat atau politik dan rajin mempelajari ilmu Al-Qur’an serta Hadits.

Selain mendapat bimbingan dari ulama lokal, Muhammad Salahuddin kecil berguru pada ulama yang didatangkan dari batavia atau Jakarta yaitu H. Hasan dan Syekh Abdul Wahab dari Mekah. Muhammad Salahuddin merupakan murid yang rajin dan cerdas serta rajin membaca. Di perpustakaan pribadinya mempunyai koleksi buku-buku bermutu karangan ulama besar seperti Imam Safi’i.

Koleksi buku-bukunya masih dirawat dengan baik oleh anak cucunya. Muhammad Salahuddin juga gemar menulis, salah satu buku karangannya adalah “Nurul Mubin” diterbitkan oleh percetakan “Syamsiah Solo” sebanyak tiga kali dan penerbitan terakhir pada tahun 1942. Nama Nurul Mubin juga menjadi nama salah satu panti asuhan di Kota Bima yang beralamat di jalan Soekarno-Hatta depan Paruga Nae Kota Bima.

Berdasarkan kemuliaan akhlak dan ilmu pengetahuannya yang luas, pada 2 November 1899, Muhammad Salahuddin diangkat menjadi “jena teke” atau putra mahkota oleh majelis Hadat. Untuk menimba pengalaman dalam menjalankan roda pemerintahan, pada 23 Maret 1908, Muhammad Salahuddin diangkat menjadi jeneli Donggo atau jabatan setingkat camat.

Setelah ayahnya Sultan Ibrahim mangkat pada 1915, Muhammad Salahuddin memegang tampuk pemerintahan. Kemudian pada 1917, secara resmi dilantik menjadi Sultan Bima XIV yang memerintah dari tahun 1915 hingga 1951 Masehi. Disamping sebagai Sultan Bima, pada 1949, Muhammad Salahuddin diangkat menjadi pemimpin Dewan Raja-Raja se Pulau Sumbawa atas persetujuan Sultan Dompu dan Sultan Sumbawa.

2. Mencanangkan sistem pendidikan modern sejak 1921

Bangunan-bangunan tua di Kota Tua Ampenan. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda di Kota Tua Ampenan, Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dalam bidang organisasi pergerakan, Sultan Muhammad Salahuddin menjadi perintis, pelindung dan ketua berbagai organisasi yang bergerak di bidang agama, sosial dan politik. Pada tahun 1921, Muhammad Salahuddin mulai mencanangkan sistem pendidikan modern dengan mendirikan Hollandsch-Inlandsche School (HIS) atau sekolah dasar untuk pribumi di kota Raba.

Kemudian pada tahun 1922, mendirikan sekolah kejuruan wanita (kopschool) di Raba. Untuk memimpin sekolah itu, Sultan Muhammad Salahuddin mendatangkan seorang keturunan Indonesia yang berjiwa nasionalis dari Sulawesi Selatan bernama SBS Yulianche.

Guna pemerataan pendidikan, pada tahun 1922 Sultan Muhammad Salahuddin mendirikan sekolah agama dan umum di seluruh kejenelian atau sekarang disebut kecamatan. Mulai saat itu, pada desa-desa tertentu didirikan sekolah agama setingkat ibtidaiyah yang bernama ”Sakola kita” atau Sekolah Kitab dan sekolah umum yang bernama “Sekolah Desa” yang kemudian berkembang menjadi Sekolah Rakyat setingkat dengan Sekolah Dasar.

Pada tahun 1931, Ruma Bicara atau perdana menteri Abdul Hamid dan Abdul Wahid Karim Muda, tokoh Muhammadiyah kelahiran Sumatera Barat mendirikan “Madrasyah Darul Tarbiyah” di kota  Raba. Keberadaan sekolah ini disambut positif oleh Sultan Muhammad Salahuddin, dengan memberikan bantuan berupa dana dan sarana pendidikan.

Pada tahun 1934, Sultan Muhammad Salahuddin bersama ulama dari Batavia bernama Syekh Husain Sychab mendirikan “Madrasah Darul Ulum” di kampung Suntu Bima. Dua lembaga pendidikan Islam ini, berhasil mencetak kader Islam yang menjadi tokoh-tokoh yang berani baik pada masa pergerakan maupun pada era revolusi kemerdekaan.

Pada tahun 1931, pengembangan kualitas dan kuantitas sekolah agama serta rumah ibadah berupa masjid dan langgar oleh Sultan Muhammad Salahuddin diserahkan kepada Lembaga Syara Hukum. Lembaga yang sebelum tahun 1908, merupakan lembaga resmi pemerintah Kesultanan Bima. Pada 16 Maret 1968, lembaga ini berubah statusnya menjadi Yayasan Islam Bima. Sumber dana berasal dari “Dana Molu” atau sawah maulud sebanyak 200 hektare.

Pada awal pelaksanaan sistem pendidikan modern, Sultan Muhammad Salahuddin mengalami banyak kendala. Masyarakat yang terkenal taat pada agama, curiga dengan sistem pendidikan yang berasal dari orang Belanda yang dianggap ”dou kafi” atau orang kafir. Untuk mengantisipasi kecurigaan masyarakat, Sultan Muhammad Salahuddin berusaha mendatangkan guru-guru yang beragama Islam dan berjiwa nasionalis dari berbagai daerah, antara lain Makasar dan Jawa.

Guru-guru non muslim tetap berjiwa nasionalis diusahakan untuk mengajar di sekolah umum. Akhirnya, kehadiran guru-guru tersebut disambut baik oleh masyarakat. Semangat persatuan yang tidak dibatasi oleh suku dan agama mulai terjalin.

Hal ini mulai pertanda tumbuhnya semangat kebangsaan di Bima. Guru-guru yang didatangkan dari luar daerah, antara lain Muhammad Said dan SBS Yulianche dari Makasar. Muhammad Said akhirnya menikah dengan gadis Ngali Bima dan memperoleh anak antara lain Prof. Dr. Muh. Natsir almarhum.

Salah satu kebijakan Sultan Muhammad Salahuddin  yang patut dihargai adalah memberikan beasiswa kepada pelajar yang berprestasi untuk belajar ke Makasar dan kota-kota besar di Jawa, bahkan ada yang di kirim ke timur tengah. Pelajar yang diberi beasiswa benar-benar berdasarkan prestasi dengan tidak mempertimbangkan status sosial dan jenis kelamin. Setelah kembali ke Bima, mereka  tampil sebagai pemimpin dan tokoh perjuangan pada masa revolusi kemerdekaan.

3. Presiden Soekarno pernah menginap di Istana Bima

Ilustrasi Presiden Soekarno (Pinterest.com)
Ilustrasi Presiden Soekarno (Pinterest.com)

Sebagai reaksi penolakan isi perjanjian Linggarjati yang ditandatangani oleh Sutan Syahrir pada 23 Maret 1947, dan pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT), Sultan Muhammad Salahudin bersama tokoh pemuda, pada 23 Maret 1948, mendirikan organisasi Ikatan Qaum Muslimin Indonesia (IQAM). Pada tahun 1949, pengurus IQAM menghadiri kongres Al Islami di Yogyakarta untuk memperjuangkan menolak pembentukan negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

Pada 11 September 1949, permaisuri Sultan Muhammad Salahuddin, Siti Aisyah merintis organisasi Rukun Wanita (RW). Organisasi lokal ini diketahui oleh SBS Yulianche, ketua muda putri Siti Maryam Binti Muhammad Salahudin, Sekretaris I Nurbani Abidin Ishak, Sekretaris II Siti Maryam guru sekolah rakyat Raba dan Siti Aisyah Nasruddin sebagai bendahara.

Sejak awal pemerintahannya, Sultan Muhammad Salahuddin memperhatikan kepentingan perempuan. Karena itu, Sultan Muhammad Salahuddin juga mendukung organisasi perempuan Aisyah Bima yang dirintis oleh Sulastri.  Secara resmi, Aisyah Bima berdiri pada 1938, dengan susunan pengurus yang diketuai oleh Ibu Jaenab AD Talu dan wakil ketua Oleh Ibu Kartini M. Amin.

Nahdatul Ulama yang semula merupakan organisasi keagamaan bergerak di bidang dakwah dan pendidikan pada tahun 1950, berubah statusnya menjadi organisasi politik, direstui oleh Sultan Muhammad Salahuddin. Begitu juga Partai Masyumi yang lahir pada 5 Januari 1950, mendapat dukungan dari Sultan Muhammad Salahudin. Meskipun semula dia mengharapkan agar tokoh-tokoh Islam tetap berada dalam IQAM.

Kehadiran organisasi yang tidak berazaskan Islam, seperti Parindra tahun 1939, PIR tahun 1949 dan PNI pada era yang sama, tetap disambut baik oleh Sultan Muhammad Salahuddin. Meski secara pribadi , dia adalah seorang tokoh nasional Islam yang berjiwa Demokrat. Sultan Muhammad Salahuddin tetap menghargai keragaman misi, selama visi kedepan tetap satu, yaitu merebut kembali kemerdekaan dari tangan penjajah.

Pada 22 November 1945, Sultan Muhammad Salahuddin mencetuskan pernyataan jiwa seluruh lapisan masyarakat Bima, yang sangat mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang telah diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Pernyataan setia kepada NKRI dikeluarkan pada 22 November 1945 yang terkenal dengan Maklumat 22 November 1945.

Maklumat 22 November 2025 isinya sebagai berikut:

  • Pemerintah kerajaan Bima, adalah suatu daerah istimewa dari negara Republik Indonesia dan berdiri di belakang pemerintahan Negara Republik Indonesia.
  • Kami menyatakan, bahwa pada dasarnya segala kekuasaan dalam pemerintahan kerajaan Bima terletak di tangan  kami, oleh karena itu sehubungan dengan suasana dewasa ini, maka kekuasaan-kekuasaan yang sampai sekarang ini tidak ditangan kami, maka dengan sendirinya kembali ke tangan kami.
  • Kami menyatakan dengan sepenuhnya, bahwa perhubungan dengan pemerintahan dalam lingkungan kerajaan Bima bersifat langsung dengan pusat Negara Republik Indonesia.
  • Kami memerintahkan dan percaya kepada sekalian penduduk dalam seluruh kerajaan Bima, mereka akan bersifat sesuai dengan sabda kami yang ternyata di atas.

Maklumat 22 November 1945, semakin mempersulit posisi Jepang. Karena sesuai dengan perjanjian sekutu pada 14 Agustus 1945, semua masalah di daerah bekas jajahan Jepang akan ditangani oleh sekutu. Hal ini sudah berkali-kali diperingatkan oleh Mayor Jenderal Tanaka, namun Sultan Muhammad Salahuddin bersama KNI, TKR dan API tidak pernah mengindahkannya.

Sebulan kemudian, yaitu pada 17 Desember 1945, di halaman depan Istana Bima dilangsungkan upacara hari peringatan kemerdekaan. Pernyataan hari kemerdekaan Republik Indonesia, idealnya berlangsung pada setiap tanggal 17 Agustus. Namun untuk menunjukkan kesetiaan terhadap NKRI, upacara dilaksanakan pada 17 Desember 1945.

Setelah upacara, diadakan pawai keliling kota, dan dilanjutkan dengan pertandingan  “sempa raga”  atau sepak raga yang merupakan salah satu jenis olahraga tradisional di Bima. Pada malam hari di sekolah pertanian Lewi Rato dipergelarkan seni pertunjukan sandiwara.

Presiden RI Soekarno tercatat dalam sejarah Bima sebanyak dua kali. Kunjungan pertama dilakukan sebelum Indonesia merdeka, pada saat pembuangannya di Ende NTT. Dalam perjalanannya di Ende itulah Soekarno pernah singgah di Bima dan menginap di Istana Bima.

Ruangan dan tempat tidur sang proklamator masih ada di Istana Bima di lantai dua bangunan bersejarah itu. Sedangkan kunjungan yang kedua dilakukan pada 3 November 1950 atau lima tahun setelah Indonesia merdeka.

Kecintaan Sultan muhammad Salahuddin terhadap negara dan bangsa tidak pernah pudar dan hilang. Jiwa nasionalis dapat dilihat dari getaran sukma dan sikap jiwanya ketika menyampaikan pidato resmi di hadapan Presiden Soekarno yang berkunjung ke Bima.

Akibat dari sikap tersebut, Jepang menekan Sultan Muhammad Salahuddin agar mengubah sikapnya. Menurut Pemerintah Jepang, nasib bangsa Indonesia tergantung dari hasil keputusan sekutu, karena berdasarkan isi perjanjian antara Jepang dan sekutu pada 14 Agustus 1945, segala  masalah yang berhubungan dengan masalah jajahan Jepang akan ditangani oleh sekutu.

Tetapi penekanan ini tidak digubris oleh Sultan Muhammad Salahuddin. Atas dukungan para pejuang dan rakyat, perlawanan terhadap penjajah terus dilakukan sampai Indonesia merdeka.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us

Latest News NTB

See More

Mengenang Kiprah Sultan Bima yang Kini Diakui Menjadi Pahlawan Nasional

11 Nov 2025, 07:40 WIBNews