Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dinas Peternakan NTT Dukung Adanya Aturan Larangan Konsumsi Anjing

Ilustrasi uang dari penjualan daging ilegal. (pexels.com/cottonbro)
Ilustrasi uang dari penjualan daging ilegal. (pexels.com/cottonbro)

Kupang, IDN Times - Praktik perdagangan hewan dan konsumsi anjing masih masif terjadi di berbagai daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), termasuk Kota Kupang. Aktivitas konsumsi anjing juga kucing yang bukan ternak konsumsi ini tergolong ilegal dan melanggar etika.

Direktur Pelaksana Gugatan Hukum Pengacara Hewan Indonesia dan Manajer Hukum Yayasan Domestik JAAN, Adrian Hane, mengungkap ini di Kupang, Senin (1/9/2025). Pihaknya tengah mendorong dibuatnya Undang-undang (UU) khusus yang mengatur soal ini. Rancangan UU mengenai larangan konsumsi ini sudah masuk dalam prolegnas. Dinas Peternakan NTT juga mendukung rencana terhadap penetapan aturan ini.

"Kasus-kasus terhadap hewan peliharaan sekarang pun jadi perhatian nasional dan punya konsekuensi hukumnya," tukasnya.

1. UU yang dapat menjerat

Ilustrasi hukum tanpa pandang bulu. (pexels.com/Pavel Danilyuk)
Ilustrasi hukum tanpa pandang bulu. (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Kendati belum ada UU khusus soal itu, akan tetapi aturan lain membatasi praktik ini, misalnya UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, UU Nomor 18 Tahun 2009 jo. UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, KUHP Pasal 302 tentang hukuman bagi orang yang dengan sengaja menyiksa atau membiarkan hewan menderita.

Dengan praktik yang ada di NTT, kata dia, melanggar mekanisme hukum tersebut sehingga sebenarnya dapat dipidana.

"Ini adalah tindakan kriminal karena bertabrakan dengan berbagai regulasi. Cara penjualan juga tidak sesuai izin dan ilegal sebenarnya," tandasnya.

Ia mencontoh kasus rumah jagal di Sukoharjo, melanggar UU Nomor 21 tahun 2019 tentang karantina hewan. Para pelaku dipidana karena mengambil hewan dari zona merah rabies, sama dengan NTT saat ini.

2. Surati Kapolda NTT

Direktur Pelaksana Gugatan Hukum Pengacara Hewan Indonesia dan Manajer Hukum Yayasan Domestik JAAN, Adrian Hane. (IDN Times/Putra Bali Mula)
Direktur Pelaksana Gugatan Hukum Pengacara Hewan Indonesia dan Manajer Hukum Yayasan Domestik JAAN, Adrian Hane. (IDN Times/Putra Bali Mula)

Perilaku mengonsumsi anjing dan kucing harus diedukasi lagi ke masyarakat NTT karena tidak etis dan tidak cocok untuk masyarakat yang beradab.

"Karena peradaban kita diukur dari cara kita memperlakukan hewan peliharaan kita sendiri," imbuhnya.

Mereka berupaya di tingkat pusat agar RUU yang mereka ajukan dapat disahkan. Sementara di daerah mereka intens bersurat dan berkomunikasi dengan pemerintah terkait.

Pihaknya juga akan membahas penegakan hukumnya dengan kepolisian. Masyarakat pun dimintanya melaporkan adanya kasus penganiayaan hewan karena ini termasuk delik biasa.

"Dalam waktu dekat kami akan bersurat ke Polda NTT untuk isu ini. Kita yakin dan percaya bahwa sebenarnya para penegak hukum kita perlu diedukasi terkait ini, karena kasus penganiayaan hewan perbuatan pidana juga, ada konsekuensi hukumnya," ujarnya.

3. Akan temui pedagang

Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan NTT, Melki Angsar, (kanan) pastikan vaksinasi kembali berjalan. (IDN Times/Putra Bali Mula)
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan NTT, Melki Angsar, (kanan) pastikan vaksinasi kembali berjalan. (IDN Times/Putra Bali Mula)

Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan NTT, Melki Angsar mendukung RUU yang tengah digodok ini. Menurut dia perdagangan maupun konsumsi anjing dan kucing memang harusnya sudah dihentikan. Pihaknya sendiri akan berdiskusi dengan para pedagang anjing di NTT agar dapat beralih profesi.

"Ada daging babi, kambing, lainnya. Kenapa harus anjing? Kita akan jangkau para pedagang ini dengan penyuluhan," ungkap Melki.

Identifikasinya sejauh ini menyebut pedagang daging anjing tergolong masyarakat ekonomi kelas bawah. Untuk itu perlunya modal usaha agar para pedagang ini beralih profesi.

"Karena untungnya juga tidak besar sehingga penjualnya kita alihkan ke bisnis lain dan pembelinya kita edukasi, lama-lama akan hilang," tukasnya.

Tren perdagangan daging anjing di NTT terutama Kupang, kata dia, baru marak dijual di pinggir jalan pada tahun 2010-an. Menu yang biasa dijual pun merupakan serapan yaitu Rintek Wuu, atau biasa disebut menu RW oleh masyarakat NTT. Ia mengatakan bahwa menu ini mulai dikenal di Pulau Timor khususnya sejak era 1970 - 1980-an.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us