- Keadilan alokasi DAU. NTT berhak memperoleh DAU yang proporsional, bahkan lebih besar dibandingkan daerah dengan kapasitas fiskal tinggi, terutama karena NTT tidak menerima dana afirmatif seperti dana otonomi khusus.
- Dana afirmasi 2026. Pemerintah pusat diharapkan memberikan dana afirmasi sebesar Rp100 miliar per daerah di NTT pada tahun 2026 sebagai kompensasi atas ketidakseimbangan kebijakan fiskal selama ini.
- Revisi regulasi. Pemerintah diminta mengkaji ulang atau merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
- DBH yang adil. Diperlukan pengaturan ulang alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak Penghasilan (PPh) dan DBH Sumber Daya Alam (SDA)—terutama dari sektor mineral, minyak bumi, dan gas bumi—karena selama ini terlalu berpihak pada daerah penghasil.
- Ketimpangan DAU. Daerah dengan DBH dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tinggi masih memperoleh porsi DAU yang sama dengan daerah seperti NTT yang memiliki DBH dan PAD kecil.
- Dampak UU No. 1/2022. Penghapusan komponen alokasi dasar dalam perhitungan DAU membuat DAU tahun 2026 hanya cukup untuk menutupi belanja pegawai, termasuk gaji PPPK dan tunjangan penghasilan.
- Reformulasi DAU. Redefinisi dan reformulasi sistem DAU dinilai menjadi kebutuhan mendesak yang harus segera mendapat perhatian.
- Kejelasan antara DAU dan DAK. Kedudukan Dana Alokasi Khusus (DAK) perlu diperjelas agar tidak tumpang tindih dengan DAU. Seluruh urusan yang berkaitan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebaiknya dimasukkan dalam DAU, di luar program nasional.
- Menolak resentralisasi. Kegagalan dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah tidak boleh dijawab dengan langkah-langkah resentralisasi.
Protes, Bupati se-NTT Mau Bawa Draf Revisi DAU ke Prabowo dan Purbaya

- Para bupati di NTT siapkan protes terkait fiskal, transfer DAU, dan ruang kelola bagi kepala daerah
- Analisis data menunjukkan ketidakadilan alokasi DAU, dengan 9 poin penting dalam draft memorandum yang dibawa
- Formulasi ulang DAU direkomendasikan dengan menghitung kebutuhan fiskal menggunakan variabel nyata dan jelas bagi setiap daerah
Kupang, IDN Times -Para kepala daerah se-Nusa Tenggara Timur (NTT) berencana melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Presiden Prabowo Subianto pada pekan depan.
Dalam pertemuan tersebut, mereka akan menyampaikan sebuah memorandum yang memuat protes serta usulan untuk memperbaiki sistem fiskal dan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Rencana ini diungkapkan oleh Bupati Flores Timur sekaligus Koordinator Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Wilayah NTT, Antonius Doni Dihen, pada Kamis (6/11/2025). Draf memorandum itu telah ditandatangani oleh para bupati yang sebelumnya berkumpul di Flores Timur.
1. Kepala daerah siapkan berbagai protes

Para bupati di Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak adanya sistem fiskal yang lebih wajar, ruang pengelolaan keuangan yang proporsional bagi kepala daerah, serta skema transfer Dana Alokasi Umum (DAU) yang lebih adil, terutama bagi daerah dengan kapasitas fiskal rendah.
Bupati Flores Timur, Antonius Doni Dihen, menilai perubahan sejumlah regulasi — salah satunya peralihan dari dana perimbangan menjadi dana transfer ke daerah (TKD) — justru menghilangkan prinsip dasar otonomi daerah. Lebih parah lagi, kata dia, dana tersebut kini juga mengalami pemangkasan.
Untuk menyuarakan hal ini, para bupati NTT akan berkumpul di Kota Kupang sebelum berangkat bersama ke Jakarta guna memperjuangkan tuntutan mereka.
"Kita akan bawa ke Komisi XI DPR RI, Menteri Keuangan, Bappenas dan kalau memungkinkan langsung ke Presiden Prabowo Subianto. Tidak hanya omong-omong saja tapi ini harus jadi. Minggu depan kita harus ke Jakarta untuk gedor hingga sampai Istana Negara di Jakarta," tegas Antonius.
2. Ada sembilan poin penting dalam draf memorandum

Pihaknya telah menganalisis data dari 22 kabupaten dan kota di Nusa Tenggara Timur (NTT), serta membandingkannya dengan 28 kabupaten/kota lain di Indonesia yang memiliki kapasitas fiskal kuat dan sangat kuat. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa besaran Dana Alokasi Umum (DAU) antara keduanya relatif sama dan tidak menunjukkan perbedaan signifikan.
Menurut Antonius Doni Dihen, fakta ini menandakan bahwa prinsip pemerataan dan keadilan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah lama diabaikan, dan ketimpangan itu semakin menonjol dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam draf memorandum yang akan dibawa ke pemerintah pusat, terdapat sejumlah poin penting, di antaranya:
3. Ini usulan pencermatan yang direkomendasikan

Ia kemudian merinci lagi poin ketujuh mengenai redefinisi dan reformulasi DAU. Usulan pencermatan yang direkomendasikan antara lain:
A. Alokasi dasar untuk menjawab kebutuhan pegawai tidak dihilangkan.
B. Kebutuhan fiskal dihitung menggunakan variabel nyata dan bukan variabel indikatif. Variabel nyata ini adalah kebutuhan biaya untuk mencapai standar pelayanan minimal (SPM) di 7 bidang pelayanan dasar.
C. Kebutuhan fiskal untuk mecapai target SPM di 7 bidang dasar ini harus jelas bagi setiap daerah dengan angka nominal, bukan dengan indeks yang mengaburkan angka kebutuhan nyata.
D. Satuan biaya untuk setiap bidang dan urusan harus jelas setiap daerah.
E. Pelayanan infrastruktur jalan perlu masuk dalam SPM bidang infrastruktur dengan satuan biaya yang customize dengan keadaan daerah
F. Soal pengentasan kemiskinan perlu dimasukkan dalam urusan SPM bidang sosial dengan satuan biaya pengentasan kemiskinan tiap daerah yang jelas.
G. Variabel seperti luas wilayah dan jumlah penduduk tak perlu lagi dimasukkan dalam perhitungan apalagi pada UU Nomor 1 Tahun 2022 memberikan arahan yang kabur dengan kata 'mempertimbangkan' tanpa ada kejelasan metodologis.
H. Urusan di luar urusan wajib daerah baiknya diperhitungkan dengan proporsi tertentu yang jelas dalam DAU, termasuk urusan ekonomi daerah.
I. DAK seharusnya tidak masuk dalam penghitungan kemampuan fiskal daerah.



.jpg)













