[WANSUS] Punya Tambang Emas, Kenapa NTB Masuk 12 Provinsi Termiskin?

Mataram, IDN Times - Nusa Tenggara Barat (NTB) masuk dalam 12 provinsi termiskin di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024. Tingkat kemiskinan di Provinsi NTB sebesar 12,91 persen, berada di atas rata-rata nasional yaitu 9,03 persen.
Ada pun 12 provinsi termiskin di Indonesia per Maret 2024 antara lain Papua Pegunungan 32,97 persen, Papua Tengah 29,76 persen, Papua Barat 21,66 persen, Nusa Tenggara Timur 19,48 persen, Papua Barat Daya 18,13 persen, Papua Selatan 17, 44 persen, Papua 17,26 persen, Maluku 16,05 persen, Gorontalo 14,57 persen, Aceh 14,23 persen, Bengkulu 13,56 persen dan NTB 12,91 persen.
Tingkat kemiskinan di NTB jauh lebih tinggi dibandingkan provinsi tetangga, yaitu Bali yang tidak memiliki tambang emas. Tingkat kemiskinan di Provinsi Bali per Maret 2024 sebesar 4 persen.
Tingginya angka kemiskinan di NTB tidak berbanding lurus dengan potensi sumber daya alam (SDA) yang dimiliki. Provinsi NTB memiliki tambang emas dan tembaga di Kabupaten Sumbawa Barat yang digarap PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Tambang emas dan tembaga di Kabupaten Sumbawa Barat merupakan salah satu pertambangan terbesar di Indonesia setelah PT Freeport Indonesia.
Selain memiliki potensi pertambangan mineral yang cukup besar, NTB juga daerah yang kaya di sektor pertanian. NTB masuk dalam 17 provinsi sebagai penyangga pangan nasional karena telah swasembada beras.
Lalu apa yang menyebabkan NTB masih berada dalam deretan 11 provinsi termiskin di Indonesia? Padahal, provinsi NTB kaya sumber daya mineral pertambangan seperti emas dan tembaga, serta hasil pertanian yang melimpah?
Tingginya angka kemiskinan di NTB, menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi gubernur dan bupati/wali kota di NTB lima tahun mendatang. Berikut wawancara khusus (Wansus) IDN Times bersama Kepala BPS Provinsi NTB, Wahyuddin, Senin (9/9/2024).
1. Seberapa besar kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB NTB?
Struktur ekonomi kita (NTB) yang paling besar dari sektor pertanian, menyumbang PDRB sekitar 22 persen. Kemudian kedua, sektor pertambangan sekitar 21 persen, baru sektor perdagangan sekitar 16 persen.
Tiga sektor ini menjadi penopang ekonomi NTB. Yang paling banyak berpengaruh adalah sektor pertambangan karena menyumbang 21 persen terhadap PDRB, tetapi yang bisa mereka hidupkan tak seberapa. Anggaplah sekitar 20 ribu, total pekerja di sektor pertambangan.
Sektor pertambangan kontribusinya tinggi untuk PDRB tetapi tidak banyak masyarakat yang menikmati. Kalau pun ada dana bagi hasil tambang, tidak serta merta langsung ke masyarakat. Semua kabupaten/kota dapat juga.
Kalau sektor pertanian, ada 700 ribu orang yang bekerja di sana. Namun, 22 persen sektor pertanian untuk PDRB dibagi sekian ratus ribu orang. Tetapi 'kue' 21 persen dari sektor pertambangan dibaginya 20 ribu orang. Sehingga tidak banyak masyarakat yang menikmati sektor pertambangan.