[WANSUS] NTB Bikin Satgas Cegah Perkawinan Anak, Apakah Efektif?

Mataram, IDN Times - Kasus perkawinan anak di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masih tinggi. Tingkat perkawinan anak di NTB pada 2023 tercatat di atas rata-rata nasional. Persentase perkawinan anak di NTB mencapai 17,32 persen, sementara rata-rata nasional sebesar 6,92 persen.
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB mencatat sebanyak 723 anak yang mendapatkan dispensasi nikah sepanjang tahun 2023, berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Provinsi NTB tahun 2024.
Jumlah anak yang mendapatkan dispensasi nikah pada tahun 2023 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, terdapat 710 kasus dispensasi nikah anak. Pada awal Mei 2024, Pemprov NTB menyatakan bahwa NTB darurat perkawinan anak.
Untuk menekan kasus perkawinan anak, Pemprov NTB telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Perkawinan Anak pada tahun 2024 ini. Apakah pembentukan Satgas Pencegahan Perkawinan Anak akan efektif dalam menekan kasus perkawinan anak di NTB? Berikut wawancara khusus IDN Times bersama Kepala DP3AP2KB NTB Nunung Triningsih.
1. Apa langkah konkret yang dilakukan untuk menekan kasus perkawinan anak di NTB?

Kita sudah buat Satgas Pencegahan Perkawinan Anak sesuai perintah Pergub No. 34 Tahun 2024 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak Tahun 2023-2026. Kemarin sudah kami buat dan kita sudah rapat dua kali.
2. Apa saja tugas Satgas ini?

Tugas Satgas ini sebenarnya, mengawal dan memonitoring terkait dengan Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak yang ada. Karena masalah perkawinan anak ini banyak yang terkait. Bukan saja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi juga beberapa OPD (organisasi perangkat daerah) terkait lainnya.
3. Apakah ada sanksi tegas bagi aparat pemerintah yang terlibat dalam perkawinan anak?

Kalau sanksi di aturan itu memang ada tapi itu ranahnya dari aparat penegak hukum. Jadi kami tidak sampai pemberian sanksi. Kalau Perda memang tidak ada sanksinya. Cuma di sana jelas menyatakan bahwa aparat pemerintah tidak diperkenankan terlibat dalam perkawinan anak.
4. Apakah ada ancaman sanksi yang bisa memberikan efek jera bagi orang yang terlibat dalam perkawinan anak?

Siapapun yang terlibat dalam perkawinan anak bisa kena UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Ini sekarang ada yang kejadian perkawinan anak yang ditangani Polda NTB. Harapan kami ini bisa menjadi efek jera bagi yang lain.
5. Ada yang bilang Pengadilan Agama gampang mengeluarkan dispensasi nikah?
Tentunya pengadilan juga tidak asal-asalan mengeluarkan dispensasi nikah, ada pertimbangannya. Jadi menurut informasi juga kemarin kami diskusi dengan Wakil Ketua Pengadilan Agama bahwa ada pertimbangan yang membuat pengadilan agama mengeluarkan dispensasi nikah.
Kalau hanya karena masih cinta, masih bisa dilakukan pemisahan untuk mencegah perkawinan anak. Dan sekarang sudah ada beberapa Pengadilan Agama seperti di Lombok Barat. Mereka di sana menunjuk peer educator sebagai sahabat pengadilan. Jadi anak-anak sebelum sidang pengadilan untuk dispensasi nikah, masuk dulu di sahabat pengadilan.
6. Bagaimana gambaran kasus pernikahan anak tahun 2024?
Usia untuk perkawinan itu sesuai UU No.16 Tahun 2019 itu adalah usianya 19 tahun. Ketika kurang dua hari atau tiga hari saja tidak akan bisa diberikan menikah, KUA tidak akan menikahkan. Itulah melalui dispensasi nikah dulu.
Kalau kasus yang kami tangani di UPTD PPA sampai November kemarin ada 60 kasus. Kebanyakan kasus perkawinan anak. Kalau kasus pelecehan seksual sedikit, kebanyakan perkawinan anak.
7. Apa saja dampak dari perkawinan anak?

Dampak paling menonjol adalah putus sekolah dari segi pendidikan. Kemudian dari segi kesehatan reproduksi, anak-anak belum siap alat reproduksinya.
Dari segi kesehatan bisa menyebabkan kematian ibu dan bayi bahkan anak-anak stunting. Menurut hasil penelitian BKKBN bahwa 35 persen anak stunting disebabkan oleh perkawinan anak.
Di samping itu kesehatan mental juga belum siap karena masih anak-anak. Anak-anak ini kan memang usianya untuk bermain dan belajar. Ketika dia menikah, harus mengurus suami dan anak, maka rentan memicu kekerasan di dalam rumah tangga dan perceraian.
8. Apakah Satgas Pencegahan Perkawinan Anak juga terbentuk di kabupaten/kota?
Belum. Masih di provinsi saja. Ini jadi tugas kami. Karena memang Satgas ini baru terbentuk sekitar dua bulan lalu yaitu pada Oktober.
Harapan kami, Satgas ini terbentuk juga di kabupaten/kota untuk mengawal semua yang terkait dengan pencegahan perkawinan anak. Karena perkawinan anak bukan saja disebabkan dari diri anak itu sendiri.
Tetapi juga dari keluarga, keadaan kesejahteraan keluarga, kemudian pemahaman orang tua, situasi rumah juga menjadi penyebab atau faktor terjadinya perkawinan anak.