Tangis Orangtua Prada Lucky Depan Hakim: Mohon Terdakwa Dihukum Mati

- Orangtua Prada Lucky memohon agar 22 tersangka penyiksaan anaknya dihukum mati
- Sersan Mayor Christian Namo dan ibunda Sepriana Paulina Mirpey menyampaikan permohonan di Pengadilan Militer III-15 Kupang, NTT
- Ahmad Faisal, komandan kompi A di Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan, menjadi terdakwa yang pertama kali mencambuk Prada Lucky
Kupang, IDN Times - Kedua orangtua Prada Lucky Chepril Saputra Namo memohon kepada hakim agar 22 tersangka yang menyiksa anak mereka dihukum mati.
Pernyataan ini disampaikan oleh ayah Prada Lucky, Sersan Mayor (Serma) Christian Namo, dan sang ibunda Sepriana Paulina Mirpey saat sidang di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sidang pada Senin ini (27/10/2025) dengan agenda pembacaan dakwaan dan pemeriksaan saksi terhadap terdakwa Ahmad Faisal. Ahmad Faisal adalah komandan kompi A atau Dankipan A di Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan (Yon TP) 834 Wakanga Mere, Nagekeo. Ia yang pertama kali mencambuk Prada Lucky.
1. Hukum mati untuk lindungi institusi TNI

Christian yang hadir sebagai saksi kelima saat itu menjawab hakim soal kedatangannya ke Nagekeo dari tempat tugasnya di Rote Ndao demi melihat kondisi Prada Lucky.
Saat ia tiba di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aeramo pada 6 Agustus 2025, anaknya itu tak lagi bernyawa. Saat itu masih melihat para dokter yang berupaya memompa jantung Prada Lucky tapi tak ada respon lagi dari putra pertamanya itu. Prada Lucky dinyatakan meninggal pukul 11:25 WITA.
Hakim Ketua Mayor Chk Subiyatno pada sidang saat itu meminta Christian menyampaikan apa yang menjadi harapannya sebagai orang tua. Christian pun menanggapi pertanyaan tersebut dengan beberapa permohonan.
"Saya sebagai orangtua, tidak terlepas sebagai anggota TNI, anak saya meninggal tidak wajar dan dia juga anggota TNI, saya mohon kalau bisa tidak terulang kejadian ini. Kedua, ini merusak nama institusi dan ini baru pertama kali saya alami sendiri sebagai anggota TNI. Saya mohon mereka dihukum seberat-beratnya, dihukum mati, agar tidak terjadi lagi di institusi yang saya cintai ini," jawab Christian
2. Kehilangan anak kebanggaan

Pertanyaan yang sama ditanyakan oleh Hakim Ketua terhadap Sepriana selaku ibunda Prada Lucky. Sepriana saat itu menjadi saksi keenam. Sepriana dalam sidang itu selalu berurai air mata. Ia ingin pelaku utama penyebab kematian anaknya ini dihukum mati.
"Saya berharap semua pelaku dipecat dan dihukum seberat-beratnya. Pelaku utama dihukum mati, Bapak. Saya sudah kehilangan anak kebanggaan saya. Saya mohon itu Bapak Yang Mulia," jawab Sepriana dengan terisak.
Sepriana sendiri memberi kesaksian mengenai kondisi terakhir Prada Lucky. Ia mengaku sempat dihubungi oleh Pasi Intel Sertu Thomas Desambris Awi melalui panggilan video pada 30 Juli 2025. Saat itu Thomas memperlihatkan kondisi Prada Lucky yang pucat. Namun Thomas tidak menyebut Prada Lucky sudah disiksanya sejak 27 Juli 2025.
Prada Lucky kemudian dibawa ke RSUD Aeramo pada 2 Agustus 2025 dengan alasan jatuh dari pohon. Sepriana pun menyusul dari Kupang ke Nagekeo pada 5 Agustus dan mendapati kondisi anaknya yang sudah kritis dan tidak bisa merespon apa yang ia katakan.
"Dia hanya angguk sedikit, tidak bisa bicara. Sempat mengeluarkan air mata juga," kata dia.
Prada Lucky menghembuskan nafas terakhirnya pada keesokan hari dan disemayamkan di Kompi C di Yonif TP 834 Wakanga Mere. Jenazah anaknya dibawa ke Kupang pada 7 Agustus 2025.
3. Malam penyiksaan Prada Lucky

Lettu Ahmad Faisal sendiri saat itu tak membantah keterangan dari orang tua Prada Lucky sebagai saksi. Ia menerima semua pernyataan yang disampaikan keduanya.
Sidang tersebut dilanjutkan dengan pemeriksaan barang bukti di meja hakim oleh terdakwa dan para saksi yang hadir saat itu.
Selama sidang Senin itu terungkap, Ahmad Faisal yang mengaku menemukan adanya indikasi penyimpangan seksual dari handphone (hp) milik Prada Lucky. Hal ini diketahui saat pemeriksaan hp anggota terkait judi online pada 27 Juli 2025, pukul 20.00 WITA.
Ia lalu memanggil Prada Lucky ke lapangan apel di mana semua anggota berkumpul. Prada Lucky sebelumnya sedang bertugas di dapur. Ia lalu dicambuk dengan selang di lapangan oleh Ahmad Faisal yang dilihat oleh para saksi.
Ahmad pun menghubungi Pasi Intel Sertu Thomas Desambris Awi untuk memeriksa Prada Lucky di ruang staf intel.
Mulai malam itu penyiksaan dengan alasan pembinaan dan penyelidikan dimulai hingga ia dibawa ke rumah sakit pada 2 Agustus dan meninggal dunia 6 Agustus.
Prada Richard, salah satu saksi mata dan korban penyiksaan beberapa malam itu menyebut keduanya dihujani cambukan setiap hari hingga subuh. Alat cambuk ini mulai dari kabel hingga selang berwarna biru yang bergantian digunakan para pelaku.
Prada Richard sendiri dihubungkan dengan Prada Lucky soal penyimpangan seksual. Dalam sidang Prada Richard menyebut hal tersebut tidak benar, namun mereka dipaksa mengakui itu.

















