Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Polresta Mataram Hentikan Kasus Persekusi Jurnalis Inside Lombok

Jurnalis Inside Lombok YNQ saat melapor ke Unit Jatanras Satreskrim Polresta Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Mataram menghentikan kasus persekusi jurnalis Inside Lombok, YNQ. Korban diduga mengalami persekusi saat meliput kondisi perumahan terdampak banjir di Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, Selasa (11/2/2025).

Kasatreskrim Polresta Mataram melalui Kanit Jatanras, Iptu Ahmad Taufik membenarkan penghentian penyelidikan kasus persekusi atau ancaman kekerasan terhadap pelapor YNQ.

"Berdasarkan hasil penyelidikan kami, pemeriksaan saksi di TKP, CCTV, dan keterangan ahli pidana terkait perbuatan terlapor yang dilaporkan belum memenuhi unsur pidana sesuai pasal yang kita sangkakan pasal 335 KUHP terkait dengan kekerasan atau ancaman kekerasan," kata Taufik dikonfirmasi IDN Times, Rabu (9/4/2025).

1. Periksa 11 saksi

Kanit Jatanras Satreskrim Polresta Mataram Iptu Ahmad Taufik. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Taufik menjelaskan beberapa pertimbangan penyidik dalam menghentikan penyelidikan kasus tersebut. Berdasarkan fakta-fakta penyelidikan dan keterangan saksi ahli pidana. Dia menjelaskan dari keterangan sejumlah saksi, tidak melihat korban yang mukanya dibejek-bejek oleh terlapor.

"Muka dibejek-bejek, itu pun dari keterangan ahli pidana, tidak masuk kategori kekerasan. Jadi unsur yang belum terpenuhi kekerasan atau ancaman kekerasan. Perbuatan terlapor tidak masuk kategori kekerasan atau ancaman kekerasan," jelasnya.

Dia menyebutkan selama proses penyelidikan sebanyak 11 orang saksi yang telah diperiksa penyidik Unit Jatanras Satreskrim Polresta Mataram. Sebelas saksi tersebut merupakan warga, wartawan, terlapor, security dan driver pengembang perumahan.

2. Keterangan ahli pidana

Jurnalis Inside Lombok YNQ melaporkan kasus intimidasi yang dialami ke SPKT Polresta Mataram, Rabu (12/2/2025). (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dijelaskan, berdasarkan Keterangan ahli pidana bahwa unsur yang belum terpenuhi dalam perbuatan terlapor adalah unsur kekerasan atau ancaman kakerasan. Yang dimaksud dalam kekerasan adalah mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil secara tidak sah, atau setiap perbuatan yang terdiri atas digunakannya kekuatan badan yang tidak ringan atau agak berat.

Kekerasan dalam pengertian Pasal 335 didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang ditujukan pada orang lain, untuk mewujudkan digunakan kekuatan fisik yang mengakibatkan bagi orang lain itu menjadi tidak berdaya secara fisik. Yang dimaksud dalam ancaman kekerasan adalah adalah setiap perbuatan yang sedemikian rupa, sehingga menimbulkan akibat rasa takut atau cemas pada orang yang diancamnya.

Ancaman itu harus diucapkan dalam suatu keadaan yarng demikian rupa, sehingga dapat menimbulkan kesan pada orang yang diancam, bahwa yang diancamkan itu benar-benar dapat merugikan kebebasan pribadinya.

Ancaman kekerasan fisik yang ditujukan pada orang, yang pada dasarnya juga berupa perbuatan fisik, perbuatan fsik mana dapat saja berupa parbuatan persiapan untuk dilakukan perbuatan fisik yang besar atau lebih besar yang berupa kekerasan.

Dijelaskan, perbuatan terlapor temasuk kategori perbuatan atau pelakuan tidak menyenangkan, akan tetapi terkait dengan frasa tersebut dengan suatu perbuatan lain atau dengan perlakuan yang tak menyenangkan dalam perkembangarnya, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan MK No. 1/PUU-XI2013.

Bahwa frasa "sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan" dalam pasal tersabut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau dengan kata lain frasa pada pasal perbuatan tdak menyenangkan dihapus.

Ahli pidana juga menjelaskan bahwa perbuatan torlapor juga belum memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers ataupun pidana lainnya.

3. Tim Penasihat Hukum pertimbangkan lapor ke Wassidik dan Kompolnas

Perwakilan Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB Joko Jumadi. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Terpisah, Tim Penasihat Hukum korban YNQ, Joko Jumadi menyayangkan penghentian kasus persekusi jurnalis Inside Lombok tersebut. Dia mengatakan bahwa ada perbedaan pendapat antara saksi ahli pidana dalam kasus ini. Joko menjelaskan pihaknya sedang mendalami penghentian kasus ini.

"Ada perbedaan pandangan soal kekerasan yang kita akan dalami. Kita akan pikirkan langkah hukumnya apakah laporkan ke Wassidik atau Kompolnas, nanti kita lihat langkah-langkah hukumnya," kata Joko dikonfirmasi IDN Times, Rabu (9/4/2025) sore.

Ketua LPA Kota Mataram ini mengungkapkan salah satu kelemahan dalam KUHAP adalah ketika aparat penegak hukum menghentikan penyelidikan, secara hukum tidak bisa diaudit.

"Yang bisa dilakukan paling dengan melaporkan ke Wassidik atau Kompolnas secara administratif," jelas Dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mataram ini.

Sebelumnya, korban YNQ meminta bantuan asesmen psikologi ke LPA Kota Mataram. Selanjutnya, LPA Kota Mataram menunjuk Psikolog Klinis karena memang korban mengalami kecemasan dan rasa takut akibat dugaan tindak pidana yang dialaminya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni
Muhammad Nasir
Linggauni
EditorLinggauni
Follow Us