PAD Nol, NTB "Buntung" Meski Jadi Penghasil Lobster Terbesar di Indonesia

Mataram, IDN Times - Pemprov NTB mengaku buntung alias rugi meski menjadi salah satu provinsi penghasil benih bening lobster (BBL) terbesar di Indonesia. NTB masuk dalam 10 besar sebagai daerah penghasil BBL di Indonesia.
NTB memiliki potensi benih lobster mencapai 20 juta ekor yang tersebar di Teluk Bumbang, Teluk Awang, Teluk Gerupuk, Teluk Ekas, dan Teluk Sepi yang berada di pesisir selatan Pulau Lombok. Meski jutaan ekor benih lobster ditangkap dan diperjualbelikan setiap tahun, Pemprov NTB mengaku tak mendapatkan pemasukan dalam bentuk pendapatan asli daerah (PAD) sepeser pun.
"BBL yang sudah keluar dari NTB itu jutaan ekor. Pemerintah pusat dapat Rp4.000 per ekor BBL. Sedangkan Pemda tidak dapat apa-apa alias nol," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) NTB Muslim di Mataram, Kamis (4/9/2025).
1. Ancaman terhadap ekologi laut

Muslim menjelaskan bahwa semua pendapatan dari aktivitas penangkapan dan pengiriman benih lobster masuk ke pemerintah pusat. Sedangkan Pemda tidak mendapatkan pendapatan sepeser pun karena dilarang menarik retribusi dari penjualan benih lobster.
Kondisi ini dikhawatirkan akan membuat Pemda acuh tak acuh terhadap aktivitas eksploitasi benih lobster di NTB. Pemda tidak akan melakukan pengawasan maksimal terkait aktivitas eksploitasi benih lobster karena tidak mendapatkan PAD dari kekayaan laut yang dimiliki.
"Orang pusat tanpa apa-apa dapat Rp4 miliar dalam pengiriman 1.000 ekor BBL, sedangkan kita tidak dapat apa-apa. Yang kita khawatirkan sikap tidak mau tahu dari pemerintah daerah terhadap nasib sumber daya kelautan. Yang dirugikan siapa? Masyarakat dan daerah serta keberlanjutan ekosistem, ekologi dan lingkungan," terangnya.
2. UU HKPD jadi biang kerok

Muslim menjelaskan UU No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) menjadi biang kerok atas persoalan ini. Dalam UU HKPD, Pemda tidak diperbolehkan menarik retribusi dari perizinan sektor kelautan.
Dia mengatakan penyusunan RUU HKPD tidak melibatkan pemerintah daerah. Seharusnya, dalam konsultasi publik ketika penyusunan RUU HKPD, Pemda juga dilibatkan.
"Dulu dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah masih diberikan ruang untuk mendapatkan retribusi izin usaha sama retribusi perizinan. Tetapi dalam konteks UU No. 1 Tahun 2022, tidak diperbolehkan lagi," jelas Muslim.
3. Pemprov NTB akan ajukan judicial review UU HKPD

Muslim menuturkan persoalan ini bukan hanya dialami provinsi NTB tetapi hampir seluruh Pemda di Indonesia. Untuk itu, Pemprov NTB akan mengajukan judicial review UU HKPD. Jal ini berdasarkan saran dari para pakar dan akademisi termasuk tim percepatan gubernur yang mendorong dilakukan judicial review UU HKPD ke Mahkamah Agung.
"Kita punya forum kepala Dinas kelautan seluruh Indonesia. Nasib mereka sama dengan kita. Kami juga sudah melakukan pertemuan dengan pejabat eselon I Kementerian Kelautan dan Perikanan. Mereka juga sadar bahwa kalau tidak diperbaiki UU HKPD, kita khawatirkan keberlanjutan ekologi sumber daya alam dan ekosistem perairan," tuturnya.