Bupati Se-NTT Tuntut Pemerintah Beri 'Dana Dosa Jakarta'

- Bupati Se-NTT meminta Rp 100 miliar per daerah
- Timbulkan ketimpangan pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di NTT yang rendah dibandingkan daerah lain yang fiskalnya tinggi
- Ajak semua daerah bersuara untuk menuntut perlakuan khusus dari Pemerintah Pusat dan tidak bisa disamaratakan dengan daerah lain
Kupang, IDN Times - Para kepala daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengajukan memorandum perubahan fiskal. Memorandum ini berisi kritik dan formulasi baru Dana Alokasi Umum (DAU), revisi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022, hingga usulan Dana Afirmasi Keberimbangan Fiskal Nasional bagi tiap daerah di NTT.
Memorandum tersebut ditandatangani oleh para kepala yang berkumpul di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Kamis (6/11/2025). Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Bursah Zarnubi, turut mendukung memorandum ini.
Koordinator APKASI NTT sekaligus Bupati Flores Timur, Antonius Doni Dihen, menyebut Dana Afirmasi Keberimbangan Nasional ini sebagai dosa yang harus dibayarkan oleh Jakarta.
1. Para bupati minta Rp100 miliar per daerah

Anton menegaskan memorandum ini dihasilkan para kepala daerah atas kondisi dan kebijakan fiskal pemerintah pusat yang tak adil selama ini. Puncaknya adalah pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) yang signifikan.
Mereka sebelumnya telah menganalisis 50 daerah di Indonesia dengan analisis pembanding terhadap 28 kota dan kabupaten yang fiskalnya kuat di Indonesia. Hasilnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima daerah dengan fiskal yang kuat relatif sama jumlahnya dengan daerah fiskal rendah seperti NTT. Begitu pula dengan DBH yang tidak koheren dengan kemampuan masing-masing daerah.
Para bupati ini mengusulkan agar direvisi UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Mereka juga meminta Dana Afirmasi Keberimbangan Fiskal sambil revisi itu dilakukan.
"Bahasa kasar dan jujur NTT-nya barangkali adalah Dana Afirmasi Kepincangan Fiskal Nasional, atau Dana Afirmasi Kecurangan Jakarta atas NTT yang sudah berlangsung lama. Kita hitung-hitung jumlahnya pasti besar tapi kita minta, kasih kami masing-masing Rp100 miliar untuk membayar dosa-dosa Jakarta, membayar dosa-dosa daerah kabupaten daerah fiskal tinggi dan sangat tinggi," tukasnya.
2. Terjadi ketimpangan pada Indeks Pembangunan Manusia

Dampak panjang kondisi saat ini, jelas dia, ialah pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di NTT yang rendah dibandingkan daerah lain yang fiskalnya tinggi.
"Untuk Flores Timur sendiri masih 66, beberapa lain lebih tinggi, beberapa lain lebih rendah. Ini adalah ketidakadilan yang sangat nyata," ujarnya.
Analisis mereka di atas, sebutnya, sudah bisa menunjukkan dengan jelas ketimpangan keuangan antara daerah yang sudah maju dan daerah seperti NTT.
"Jadi tidak perlu banyak argumentasi lagi. Data itu kita compare, dua lembar saja, kita sudah bisa melihat fakta ketidakadilan yang sangat serius" tegasnya.
Ia menyadari NTT masih belum berkontribusi besar dalam pengembangan dan pendapatan Indonesia. Namun ia harap rumusan formulasi dan penghitungan baru terhadap DAU ini dapat dikaji pemerintah pusat. Rumusan itu tertuang dalam 9 poin Memorandum NTT Untuk Keadilan Fiskal yang ditandatangani bersama hari itu.
"Karena itu kita hadir di sini dengan rasa penuh percaya diri bahwa sekalipun kontribusi kita kurang terhadap NKRI tetapi kita sadar dan percaya diri meminta Jakarta untuk memberikan perhatian khusus kepada daerah seperti NTT," tambahnya.
3. APKASI Ajak semua daerah bersuara

Bursah Zarnubi di saat itu pun membenarkan ketidakadilan ini. Menurutnya, kabupaten dengan APBD di bawah Rp 1,5 triliun harusnya mendapat perlakuan khusus dari Pemerintah Pusat dan tidak bisa disamaratakan dengan daerah yang memiliki APBD di atas Rp 2 triliun.
“Dominasi Pemerintah Pusat ini menuntut penyesuaian, bahkan sampai pada nomenklatur Dana Alokasi Khusus (DAK), menggambarkan pengingkaran terhadap prinsip keterpaduan. Ini berdampak serius, membuat beberapa prioritas pembangunan di daerah terabaikan,” tambahnya.
Memorandum ini, kata dia, akan disuarakan APKASI kepada pemerintah pusat. Bursah mendorong daerah-daerah lain melakukan hal serupa.
"Kami meyakini, dengan menyuarakan hal-hal yang kita inginkan secara terus menerus, Presiden mendengar dan mempertimbangkan usulan-usulan daerah. Kita awali dari deklarasi NTT ini,” tutup Bursah.



.jpg)














