Bisnis Penjualan Air Bersih di Lotim Raup Banyak Keuntungan

Lombok Timur, IDN Times - Bencana kekeringan yang melanda Kabupaten Lombok Timur (Lotim) hingga saat ini semakin parah. Hal ini menyebabkan jumlah wilayah yang terdampak semakin bertambah. Sejumlah desa yang pada tahun-tahun sebelumnya tidak pernah mengalami kesulitan air bersih, pada tahun ini sudah mulai terdampak.
Akibat semakin meluasnya wilayah yang terdampak kekeringan, permintaan warga yang terdampak akan kebutuhan air bersih terus meningkat. Bahkan sebagian besar warga khususnya berada di Kecamatan Jerowaru dan Keruak terpaksa harus membeli air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kondisi meningkatnya kebutuhan air bersih ini, dimanfaatkan menjadi peluang bisnis oleh sebagian pihak untuk meraup keuntungan. Dalam proses bisnis penjualan air bersih ini, ada dua pihak yang terlibat, yaitu pemilik sumber mata air dan para sopir mobil tanki.
1. Raup banyak keuntungan

Kondisi krisis air bersih menyebabkan permintaan akan kebutuhan air bersih sangat meningkat. Seperti yang terjadi di kecamatan Jerowaru Lotim, kondisi ini dimanfaatkan menjadi peluang bisnis oleh sejumlah pihak. Safwan salah satunya, dengan hanya bermodalkan satu mobil tangki, ia bisa meraup Rp800 ribu hingga Rp900 ribu setiap hari.
Pada musim kemarau ini, dalam sehari ia bisa menjual air bersih sebanyak 8 hingga 10 tangki. Satu tangki air dijual dengan harga Rp100 hingga Rp400 ribu per tangki, tergantung jauhnya wilayah yang dituju. Sementara untuk satu jeriken dijual dengan harga Rp3 ribu ukuran 30 liter.
Safwan mengatakan sasaran penjualan air bersihnya yaitu warga yang tidak terjangkau bantuan air bersih dari pemerintah. Warga juga merasa senang dengan adanya penjualan air bersih di desa, karena mereka tak perlu pergi jauh untuk mendapatkan air bersih.
"Kalau yang dekat hanya Rp100 ribu, yang jauh harganya Rp400 ribu. Dalam sehari kita bisa menghasilkan keuntungan Rp800 ribu hingga Rp900 ribu," terangnya.
2. Kebutuhan air 100 hingga 120 tangki setiap hari

Bukan hanya sopir tangki yang mendapatkan keuntungan, pemilik sumber mata air juga tidak kalah untung. Pemilik sumber air bahkan jauh lebih besar keuntungannya dibandingkan dengan para sopir.
Saifullah, pemilik salah satu pemilik sumber air di Desa Tutuk Kecamatan Jerowaru mengatakan, setiap harinya ia memproleh penghasilan sekitar Rp1,5 juta hingga Rp2 juta. Itu dari hasil penjualan air bersih kepada para sopir tangki. Setiap harinya, rata-rata sebanyak 100 hingga 120 tangki yang diisi. Setiap tangki dijual dengan harga Rp15 ribu ukuran 5000 dan 6000 liter.
"Kebutuhan air bersih ini memang sangat banyak, tu rata-rata dari pagi sampai habis bisa sebanyak 100 hingga 120 tangki," ungkapnya.
Meskipun bagi para sopir dan pemilik sumber air, mengambil keuntungan dari bencana kekeringan ini terasa berat, namun kegiatan ini sangat membantu warga. Sebab mereka benar-benar kekurangan bantuan air dari pemerintah daerah setempat.
"Bisnis ini sudah berjalan setiap tahun, saat musim kemarau," kata Saifullah.
3. Distribusi air dari pemerintah masih terbatas

Seperti diketahui, jumlah kecamatan yang terdampak kekeringan di Lotim sebanyak 8 kecamatan. Di antaranya Kecamatan Jerowaru, Terara, Sikur, Lenek, Suela, Sambelia dan Sembalun. Yang terparah merupakan Kecamatan Jerowaru 15 desa dan Keruak sebanyak 11 Desa. Sedangkan kecamatan lainnya yaitu Sambalia sebanyak 8 Desa. Kecamatan Suela 5 Desa. Terara 4 Desa, lenek 2 Desa, Sikur 1 Desa dan Kecamatan Sembalun 1 desa.
Kekeringan yang semakin meluas menyebabkan permintaan untuk distribusi air bersih juga meningkat. Semua wilayah yang terkena dampak terutama yang ekstrem, menjadi skala prioritas dalam pendistribusian bantuan air bersih.
Berkaitan dengan keterasedian anggaran, Muliadi mengatakan untuk sementara masih mencukupi dari anggaran yang ada sebelumnya yaitu sebesar Rp400 juta. Di tengah anggaran yang minim tersebut, pihaknya berupaya menggunakan sehemat mungkin untuk penanganan kekeringan ini. Terlebih lagi puncak bencana kekeringan telah mulai masuk di bulan Oktober ini.
"Anggarannya tetap seperti biasa yang telah dialokasikan di APBD induk sebesar Rp400 juta, di APBD perubahan memang tidak ada penambahan, tetapi kita maksimalkan penggunaan anggaran tersebut untuk digunakan," tutup Muliadi.