BBPOM Uji Lab Menu MBG yang Diduga Bikin 106 Siswa di Sumbawa Keracunan

Mataram, IDN Times - Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram melakukan uji lab menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Menu itu diduga membuat 106 siswa pada tiga madrasah di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, mengalami keracunan pada Rabu (17/9/2025). Para siswa mengalami keluhan mual dan sakit perut.
Sebanyak 106 siswa yang diduga mengalami keracunan setelah mengonsumsi MBG berasal dari tiga madrasah. Yaitu Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Sumbawa sebanyak 70 orang, Madrasah Ibtidaiyah (MI) Negeri 3 Sumbawa sebanyak 20 orang dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Sumbawa sebanyak 16 orang.
Kepala BBPOM Mataram Yosef Dwi Irwan Prakasa mengatakan pihaknya telah menerima sampel menu MBG yang diduga menyebabkan keracunan di Sumbawa pada Jumat (19/9/2025) dari Dinas Kesehatan. Selanjutnya, BBPOM Mataram melakukan uji lab terhadap sampel menu MBG tersebut.
"Kami dari BBPOM Mataram akan melakukan pengujian terkait parameter ataupun mikrobiologi. Kejadian yang terakhir tanggal 17 September, baru masuk pagi ini di kami. Nanti kami melakukan pengujian untuk memastikan terkait apa penyebab keracunan," kata Yosef dikonfirmasi di Mataram, Jumat (19/9/2025).
1. Butuh waktu sampai lima hari

Yosef menjelaskan butuh waktu empat sampai lima hari untuk mengetahui hasil uji lab. Dia menjelaskan butuh waktu beberapa hari untuk melakukan uji lab secara lengkap terutama uki mikrobiologi. Sedangkan untuk uji kimia, tidak butuh waktu lama karena menggunakan rapid test.
"Yang lama itu uji mikrobiologi karena harus diinkubasikan. Kalau dia positif, ada tumbuh berkembang harus kita ulang lagi untuk memastikan jenis mikrobanya. Bisa empat sampai lima hari bisanya hasil ujinya kita sampaikan ke Dinas Kesehatan," terangnya.
Yosef menjelaskan sebenarnya untuk uji sampel kasus dugaan keracunan makanan MBG di Pulau Sumbawa ditangani Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Bima. Sedangkan BBPOM Mataram menangani uji lab untuk kasus yang terjadi di Pulau Lombok.
Tetapi karena di BPOM Bima fasilitas laboratoriumnya belum lengkap, sehingga uji lab dilakukan di BBPOM Mataram. Pihaknya belum dapat memastikan dugaan awal penyebab keracunan makanan MBG karena bakteri escherichia coli (e-coli).
"Belum dipastikan, karena baru diterima sampelnya. Jadi nanti setelah selesai di uji lab kita laporkan ke Dinas Kesehatan. Kami di sini hanya menerima sampel dan pengujiannya," jelasnya.
2. Kurang lima kasus dugaan keracunan MBG di NTB

Yosef menyebutkan sejak program MBG dilaksanakan di NTB, sudah ada beberapa kasus dugaan keracunan. Dari sampel yang dikirim ke BBPOM Mataram untuk uji lab, kata Yosef, kurang dari lima kasus.
Namun, dia mengatakan berapapun jumlah kasusnya meskipun sedikit tetapi harus dilakukan mitigasi supaya tidak terjadi kejadian serupa. "Program yang bagus tapi kalau ada risiko yang besar harus bisa kita kendalikan supaya tidak terdampak. Apalagi jika korban mencapai ratusan orang," kata dia.
Yosef menjelaskan penyebab keracunan cukup kompleks. Apakah itu terkait menu makanan MBG atau faktor eksternal lainnya. Selama ini, hasil uji lab yang dilakukan BBPOM Mataram terkait kasus keracunan makanan MBG sebelumnya mengindikasikan adanya cemaran bakteri e-coli.
"Tapi ada dua hal yang perlu kita lihat bahwa proses pemasakan di SPPG-nya ataukah di sekolahnya sendiri. Berdasarkan penelusuran di sekolahnya kejadian di Lombok Barat, anak-anak ini saat mengonsumsi menu MBG tanpa cuci tangan dulu," ungkapnya.
Untuk itu, penting dilakukan edukasi kepada para siswa pentingnya cuci tangan sebelum makan menggunakan sabun. Pihak sekolah juga perlu menyiapkan tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun. "Ada di sekolah tempat cuci tangan, tetapi tidak ada sabunnya. Itukan sama saja," tambahnya.
3. SPPG harus memenuhi aspek sanitasi

Pihak dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk memperhatikan aspek sanitasi. Setiap rangkaian proses pengolahan makanan MBG harus memenuhi aspek dari segi sanitasi.
Begitu juga penyaluran makanan MBG, maksimal setelah 5 jam harus dikonsumsi. Karena penyajian makanan MBG dalam porsi panas dan langsung ditutup bisa menyebabkan embun dan menyebabkan penurunan mutu makanan.
"Yang perlu kita lihat bagaimana proses makanan tersebut mulai dari bahan baku, proses masaknya dan lainnya. Karena menyiapkan makanan dalam jumlah besar. Misalnya menyiapkan 500 telur, saat telur itu dikupas itu harus disiapkan di tempat yang bersih dan meminimalkan terkontaminasi," jelas Yosef.
Ketua Satgas Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Provinsi NTB Ahsanul Khalik, menegaskan bahwa seluruh siswa dari tiga sekolah di Kabupaten Sumbawa yang sempat mengalami keluhan mual dan sakit perut pada Rabu (17/9) kini sudah pulih.
“Alhamdulillah, selain siswa yang kemarin sempat ditangani rawat jalan, hari ini sebagian besar siswa yang sebelumnya dirawat dengan infus juga sudah dipulangkan. Kondisi anak-anak baik dan sudah kembali bersama keluarga,” dan masih ada 15 orang yang dirawat di Puskesmas tapi kondisinya pada hari ini sudah membaik," kata Khalik, Kamis (18/9/2025).
Kasus tersebut terjadi setelah siswa mengonsumsi makanan MBG yang didistribusikan Selasa (16/9/2025). Berdasarkan laporan, proses pengolahan makanan dimulai Senin (15/9) pukul 14.00 WITA dengan penerimaan bahan ayam, kemudian dimasak Selasa dini hari sekitar pukul 02.30 WITA, selesai dikemas pukul 04.00 WITA, dan didistribusikan ke sekolah mulai pukul 07.00–09.30 WITA. Namun, waktu konsumsi berbeda di tiap sekolah :
Di MTsN 2 Sumbawa, distribusi pukul 09.30 WITA, dikonsumsi pukul 12.30 WITA. Sebanyak 70 siswa terdampak, 49 sempat dirawat infus, 21 rawat jalan. Gejala muncul sejak sore hari Selasa, 16 September 2025.
Kemudian di MIN 3 Sumbawa, distribusi pertama pukul 07.00 WITA dibagikan 08.30 WITA, distribusi kedua pukul 09.15 WITA. Gejala muncul sekitar pukul 11.30 WITA. Sebanyak 20 siswa terdampak, 15 rawat jalan, 5 observasi. Gejala muncul Rabu, 17 September 2025, sekitar pukul 11.30 WITA.
Sedangkan di MAN 3 Sumbawa, distribusi pukul 09.00 WITA, konsumsi pukul 12.30 WITA. Sebanyak 16 siswa alami keluhan serupa. Gejala muncul Rabu, 17 September 2025, sekitar pukul 11.30 WITA.
Sampel makanan sudah diambil Dinas Kesehatan untuk dilakukan uji laboratorium. Hasil uji ini akan menjadi dasar dalam evaluasi menyeluruh. "Satgas bersama Pemda, Dinas Kesehatan, dan BGN Regional NTB segera memperketat SOP, terutama memastikan jeda distribusi dan konsumsi tidak terlalu lama serta pengawasan keamanan pangan lebih ketat,” tandasnya.