NTT Dapat Rp1 Triliun Investasi Industri Garam dari KKP

Kupang, IDN Times - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Melki Laka Lena, menyebut ada investasi Rp1 triliun untuk pembangunan industri garam di kabupaten Rote Ndao. Investasi ini jadi keseriusan untuk realisasi sentra industri garam di NTT.
Investasi ini, kata dia, bersumber dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI). Lokasi tepatnya di Kecamatan Rote Timur dengan luasan mencapai 1000 hektare.
"Paling cepat itu di Rote, Rp1 triliun masuk untuk 1000 hektare. Ini on process, akan dibangun di Rote Timur. Sudah ok dan saya sudah ditelepon juga dari Jakarta, tahun ini sudah bisa berjalan," terangnya, Sabtu (31/5/2025).
1. Investasi asing masuk ke kabupaten lain

Pembangunan industri garam di Rote Ndao, lanjut Melki, akan berjalan tahun ini. Ia mengaku telah mendapat penjelasan langsung dari Jakarta mengenai investasi tersebut.
Selain Rote, Kabupaten Sabu Raijua juga tengah dilirik oleh KKP. Ia juga merinci beberapa kabupaten lain yang akan mendapatkan investasi dari pihak luar atau swasta.
"Malaka, Kabupaten Kupang, Sumba Timur dan itu investasi asing yang masuk. Sabu dan Rote ini yang pemerintah, yang dari kementerian itu, tapi yang lain itu dana swasta baik dalam dan luar negeri," jelas Melki.
Ia berharap semua investasi ini terealisasi agar masyarakat terlibat dalam industri tersebut dan wajib menjaga kelestarian lingkungan.
2. Dirjen KKP sudah petakan lokasi

Bupati Rote Ndao, Paulus Henuk, secara terpisah membenarkan rencana pembangunan tersebut. Paulus menyebut KKP RI telah mengutus Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Kelautan KKP RI, Koswara, guna memetakan lokasi potensial di kabupaten ini pada 16 Mei 2025 lalu. Peninjauan ini terkait kelayakan teknis dan ekologis yang mendukung industri garam ini.
"Sudah ditinjau, beliau mewakili pemerintah pusat dan kami optimis dengan pembangunan sentra garam industri yang digagas KKP ini," sebutnya.
3. Penuhi kebutuhan dalam negeri

Koswara, dalam rilisnya, menyebut Rote dipilih karena curah hujannya yang rendah dengan tingkat salinitas tinggi sehingga bisa menopang kebutuhan industri garam.
Alasan pengembangan industri garam ini, lanjut dia, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri untuk pangan dan farmasi yang masih bergantung pada garam impor.
“Saat ini lebih dari separuh kebutuhan garam untuk sektor aneka pangan dan farmasi masih harus dipenuhi dari impor. Hal ini terjadi karena kualitas garam produksi lokal belum sepenuhnya mampu memenuhi standar industri yang ketat,” ujarnya.