Pemprov NTB Buka Suara Soal Honorer Kirim Karangan Bunga Satire ke Gubernur

Mataram, IDN Times - Pemprov NTB buka suara terkait aksi perwakilan 518 pegawai honorer yang mengirim karangan bunga ke Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal pada Senin (1/12/2025) kemarin. Perwakilan pegawai honorer memprotes kebijakan Pemprov NTB yang tidak mengalokasikan gaji bagi mereka pada APBD 2026.
Artinya, kontrak mereka tidak diperpanjang pada tahun depan atau kena pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai Januari 2026. Juru Bicara Pemprov NTB Yusron Hadi memgatakan sejak 2024, Pemerintah melakukan percepatan penataan kepegawaian baik di lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Berbagai kebijakan mulai dari pengangkatan CPNS 2024, perekrutan tenaga PPPK Penuh Waktu hingga kini penerimaan PPPK Paruh Waktu. Proses penerimaan CPNS 2024 dan PPPK Penuh Waktu sudah selesai, tinggal sekarang berproses penerimaan PPPK Paruh Waktu.
"Di luar itu semua, ada masih tenaga honorer yang belum termasuk dalam dua skema tersebut yang belum bisa diusulkan ke pemerintah pusat karena terkendala aturan yang dikeluarkan Kemenpan RB," kata Yusron di Mataram, Selasa (2/12/2025).
1. Sebanyak 7.523 honorer tidak bisa diusulkan menjadi PPPK Paruh Waktu

Yusron menyebutkan jumlah pegawai honorer yang belum bisa diusulkan menjadi PPPK Paruh Waktu sebanyak 7.523 orang. Paling banyak di Kabupaten Lombok Timur 1.692 orang dan Kabupaten Lombok Barat 1.632 orang.
Di Pemprov NTB sendiri sebanyak 518 orang pegawai honorer yang belum bisa diusulkan menjadi PPPK Paruh Waktu. Menurutnya, jumlahnya jauh di bawah pegawai honorer yang tak terakomodir di Kabupaten Bima, Sumbawa Barat, Lombok Tengah dan Kota Mataram.
Mereka berharap ada kebijakan dari pemerintah yang berpihak kepada pegawai honorer yang tidak terakomodir menjadi PPPK Paruh Waktu. Sesuai aturannya, kata Kepala Diskominfotik NTB itu, semua urusan kepegawaian memang terpusat. Pemerintah Pusat melalui kebijakan-kebijakannya mengendalikan semua urusan pegawai pemerintah termasuk yang ada di daerah.
"Kebijakan one system single policy diterapkan oleh pemerintah. Sehingga segala kebijakan kepegawaian negeri termasuk kita di daerah kiblatnya ke sana," terangnya.
2. Pemda tak berani langgar aturan

Mantan Plt Kepala BKD NTB itu menambahkan bahwa ada garis demarkasi tegas dari kebijakan pemerintah pusat dalam penataan pegawai saat ini. Apabila itu dilanggar bukan tidak mungkin bisa menimbulkan konsekuensi hukum.
Pemprov NTB telah berupaya menyampaikan persoalan ini ke pemerintah pusat secara resmi bersurat, bertemu dengan pejabat Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Serta melakukan audiensi dengan DPR RI bersama legislatif daerah untuk menyuarakan persoalan yang sama.
"Semua daerah melakukan hal yang sama, provinsi-provinsi lain juga menemukan kendala yang sama," kata dia.
Melalui surat Kemenpan RB pada 25 November 2025 tentang penyelesaian penataan pegawai non ASN, Pemda diingatkan kembali batasan-batasan yang dapat diangkat menjadi pegawai non ASN. Dalam surat tersebut, memang ada ruang dimungkinkan lahirnya kebijakan internal daerah.
Namun, membijaksanai 518 orang pegawai honorer secara internal tersebut akan berhadapan dengan hal administrasi kepegawaian yang dipersyaratkan. Karena ada yang sudah melewati batas usia pensiun, mengundurkan diri, dan juga honorer yang tidak mengikuti proses seleksi PPPK dengan berbagai alasan sebanyak 231 orang.
Selebihnya, 287 orang yang masa kerjanya kurang dari 2 tahun atau lebih yang mengikuti tes CPNS tetapi tidak lulus. Apabila 287 orang ini diakomodir, Pemda harus hati-hati karena akan berhadapan kembali dengan kebijakan besar penataan ASN yang diterbitkan oleh Kemenpan RB.
3. Pemda harapkan lahir kebijakan baru pemerintah pusat

Terkait dorongan agar 518 honorer dijadikan pegawai outsourcing, Yusron menjelaskan bahwa outsourcing hanya dibolehkan bagi tenaga dasar baik petugas kebersihan, pengamanan, dan pramusaji. Ketentuan teknis operasional mengenai pelaksanaan outsourcing bagi pegawai pemerintah juga belum diterbitkan.
Adapun agar mereka diarahkan ke lembaga-lembaga daerah, maka akan terkait dengan kemampuan lembaga tersebut menyerap pegawai dengan kapasitas keuangan yang mereka miliki. Terjadi pembebanan lebih kepada pos belanja pegawai lembaga tersebut yang juga bisa menimbulkan inefisiensi anggaran dan berpotensi menurunkan kualitas pelayanan.
"Harapan besar kita, ada lahir kebijakan baru pemerintah pusat. Fakta dan kondisi yang sama -sama kita hadapi di banyak daerah dengan provinsi lain tidak saja dihadapi oleh pemerintah kabupaten/kota se-NTB," jelasnya.
Sebelumnya, belasan perwakilan 518 pegawai honorer Pemprov NTB yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 1 Januari 2026, melakukan aksi simbolik membawakan karangan bunga ke depan pintu gerbang Kantor Gubernur NTB, Senin (1/12/2025). Karangan bunga itu berisi foto Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal dengan tulisan "Honorer 518 Pemerintah Provinsi NTB Turut Berduka Cita Atas Matinya Hati Nurani dan Tanggung Jawab Gubernur NTB".
Koordinator Honorer 518 Pemprov NTB Irfan menjelaskan bahwa mereka mewakili ratusan pegawai honorer yang akan di-PHK pada Januari 2026, membawa karangan bunga ke Gubernur NTB. Hal itu sebagai bentuk protes kepada Gubernur dan Wakil Gubernur NTB yang tidak peduli dengan nasib mereka.
"Kami telah melakukan berbagai upaya untuk mempertaruhkan status honorer kami yang pada 2026 SK-nya tidak diperpanjang artinya PHK," kata Irfan.
Irfan menjelaskan bahwa mereka adalah pegawai honorer yang telah lama mengabdi di lingkungan Pemprov NTB. Mereka menginginkan ada dialog dengan Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal terkait dengan solusi yang dapat diambil Pemprov NTB supaya tidak terjadi PHK.
Ratusan pegawai honorer kecewa dengan Gubernur dan DPRD NTB yang tidak mengalokasikan anggaran pada APBD 2026 untuk ratusan honorer tersebut. Artinya, mereka sudah tidak dianggap lagi sebagai pegawai honorer Pemprov NTB mulai awal tahun depan.
Sebanyak 518 pegawai honorer atau non ASN yang tidak masuk database Badan Kepegawaian Negara (BKN) kena pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai 1 Januari 2026. Ratusan pegawai honorer itu, tidak dapat diusulkan menjadi PPPK Paruh Waktu karena tidak sesuai dengan kriteria sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri PAN-RB Nomor 16 Tahun 2025 tentang PPPK Paruh Waktu dan Surat Menteri PAN-RB Nomor: B/3832/M.SM.01.00/2025, pada 8 Agustus 2025, perihal Pengusulan PPPK Paruh Waktu.
Dalam APBD 2026, Pemprov NTB tidak mengalokasikan anggaran untuk gaji, upah, atau honorarium untuk 518 pegawai honorer tersebut. Karena klasifikasi, kodefikasi dan nomenklatur penganggarannya tidak sesuai dengan Pedoman Umum Penyusunan Anggaran Tahun Anggaran 2026.
Berdasarkan hasil audit kepegawaian, Inspektorat NTB meminta Kepala BKD NTB agar menghapus jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan Pegawai Non ASN sebagaimana Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.
Inspektorat NTB juga meminta BKD NTB segera menentukan status tenaga Non ASN atau memberhentikan sebanyak 518 orang yang tidak masuk database dari kontrak kerja sesuai ketentuan. BKD NTB telah menyampaikan telaahan staf kepada Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal terkait dengan persoalan 518 pegawai honorer itu.


















