Pembangunan Kawasan Industri Tembakau Dituding Melanggar Perda RTRW 

Warga Paokmotong Lombok tolak pembangunan KIHT

Mataram, IDN Times - Pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Eks Pasar Paokmotong, Kecamatan Masbagik, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dituding melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2012 tentang RTRW Lombok Timur, wilayah Kecamatan Masbagik bukan merupakan kawasan industri atau pabrik.

Kawasan industri, pabrik dan pergudangan di Lombok Timur berada di wilayah Kecamatan Labuan Haji, Sakra Timur, Keruak dan Pringgabaya berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2012.

"Itu alasan kami menolak dan melawan pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) karena berada di tengah pemukiman padat penduduk yang dikhawatirkan akan mencemarkan lingkungan dan penyebab kemacatan lalu lintas," kata Koordinator Forum Masyarakat Paokmotong Menolak KIHT, Lalu Handani usai hearing di Kantor DPRD NTB, Kamis (5/1/2023).

1. Tidak pernah ada sosialisasi

Pembangunan Kawasan Industri Tembakau Dituding Melanggar Perda RTRW Koordinator Forum Masyarakat Paokmotong Menolak KIHT, Lalu Handani. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Saat hearing di Kantor DPRD NTB, belasan perwakilan masyarakat Paokmotong diterima Anggota Komisi II Bidang Perekonomian DPRD NTB, Hairul Warisin dan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Fathul Gani. Handani menjelaskan sejak awal tidak pernah ada sosialisasi atau musyawarah dengan warga sekitar.

Kemudian tidak ada pesetujuan warga terdekat dari lokasi pembangunan KIHT. Selain itu, kata Handani, tidak pernah dilakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atau minimal Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 36, 53 dan 70 dan Undang-Undang nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian pasal 9, 10, 11, 14, 63, 106 dan 107.

Handani mengungkapkan warga dan pedagang Eks Pasar Paokmotong kaget dengan pembangunan KIHT. Karena awal pemerintahan Bupati Lombok Timur pernah mengumpulkan kepala desa dan tokoh agama dari 3 kecamatan yakni Masbagik, Sikur dan Terara.

Bupati berjanji akan membangun pusat agrobisnis, lapak UKM dan ruang terbuka hijau di Eks Pasar Paokmotong . Dikatakan, beberapa hari setelah mulai pembangunan KIHT pada 10 Oktober 2022, warga sudah mengirim bukti tandatangan penolakan tokoh agama, tokoh masyarakat dan warga sekitar pembangunan KIHT ke semua instansi terkait.

Selain itu, pada 12 Oktober 2022, warga sudah melekukan haering ke DPRD Kabupaten Lombok Timur bersama puluhan tokoh agama dan warga sekitar KIHT dan menyampaikan aspirasi warga Paokmotong. Tanggal 13 Oktober 2022, warga melakukan aksi damai di lokasi pembangunan KIHT dengan menghadirkan ratusan warga sekitar pembangunan KIHT.

Pada 21 Oktober 2022, mereka mengirim surat somasi kepada Gubenur NTB dan Bupati Lombok Timur meminta dihentikan kegiatan pembangunan KIHT. Kemudian pada 24 Oktober 2022, warga kembali melakukan haering ke DPRD Kabupaten Lombok Timur menyampaikan aspirasi warga Paokmotong dihadiri oleh semua OPD terkait.

Pada saat hearing, DPRD Lombok Timur telah meminta secara lisan kepada Bupati dan Gubenur memindahkan lokasi KIHT ke lokasi yang bukan di tengah pemukiman padat penduduk dan harus dibangun di kawasan industri dibolehkan oleh Peraturan Daerah Lombok Timur. Tanggal 27 Oktober 2022, warga kembali melakukan aksi damai di lokasi pembangunan KIHT dengan menghadirkan ratusan warga sekitar pembangunan KIHT.

"Tanggal 9 – 21 November 2022 kembali kami melakukan aksi di lokasi KIHT melibatkan ribuan waga Paokmotong berujung pada penyegelan dan menduduki lokasi pembangunan KIHT," terangnya.

Selanjutnya, pada 17 November 2022 di Masjid Darul Faizin Paokmotong, ribuan warga Paokmotong dan Bupati Lombok Timur diwakili sekretaris daerah, Gubenur NTB diwakili Kepala Dinas Petanian dan Perkebunan NTB, Kapolres Lombok Timur, Dandim dan pihak terkait membahas persoalan terkait proyek pembangunan KIHT.

Semua keluhan dan keberatan warga akan disampaikan kepada Bupati dan Gubenur. Dan akan disampaikan apapun keputusan Bupati dan Gubenur kepada warga Paokmotong. Kemudian, pada 8 November 2022, Satpol PP, Polri dan TNI membuka segel tanpa menyampaikan keputusan Bupati dan Gubenur terlebih dahulu kepada warga terkait keluhan dan keberatan warga.

"Pada hari itu juga warga melakukan perlawanan dengan memblokir atau segel ulang.

Tanggal 21 November 2022 tim gabungan Pol PP, Polri dan TNI dengan dengan membawa senjata lengkap melakukan pembukaan blokir atau segel dan proyek kembali dilaksanakan," tuturnya.

Pada 28 November 2022, warga menyampaikan somasi kedua kepada Gubenur NTB ditembuskan kepada Kapolda NTB, Kejati NTB, Kadis Pertanian dan Perkebunan NTB. Pada 28 November 2022, warga menyampaikan permintaan hearing ke DPRD Lombok Timur dan DPRD NTB tapi tidak ada respons positif.

Kemudian pada 12 Desember 2022, warga kembali menyampaikan permintaan hearing ke DPRD DPRD NTB tapi tidak tetap ada kabar apapun. Terakhir, pada 22 Desember 2022, warga menyampaikan protes sekaligus meminta dihentikan pelaksanaan proyek sementara adanya hearing. Tetapi pembangunan KIHT makin pesat bahkan bekerja sampai larut malam sehingga mengganggu kenyamanan warga beristirahat.

Baca Juga: Siap-siap! Ada Pembukaan Rekrutmen CPNS 2023 

2. Warga sampaikan tiga tuntutan

Pembangunan Kawasan Industri Tembakau Dituding Melanggar Perda RTRW Hearing masyarakat Paokmotong menolak pembangunan KIHT di DPRD NTB, Kamis (5/1/2023). (IDN Times/Muhammad Nasir)

Untuk itu, kata Handani, warga meminta Gubenur NTB dan Bupati Lombok Timur membuat keputusan menghentikan pembangunan dan memindahkan KIHT ke lokasi lain yakni Kecamatan Labuan Haji, Sakra Timur, Keruak atau Pringgabaya sesuai dengan Perda Nomor 2 tahun 2012 tentang RTRW Lombok Timur melalui surat keputusan resmi masing-masing.

Warga juga meminta Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram untuk mengadili Gubenur NTB dan Bupati Lombok Timur yang telah melanggar Perda Nomor 2 tahun 2012 tentang RTRW Lombok Timur. Selain itu, meminta DPRD NTB untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) pelanggaran Undang-undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian dan Perda Nomor 2 tahun 2012 tentang RTRW Lombok Timur.

3. Harus cari win-win solutions

Pembangunan Kawasan Industri Tembakau Dituding Melanggar Perda RTRW Kepala Distanbun NTB Fathul Gani (IDN Times/Muhammad Nasir)

Terpisah, Kepala Distanbun NTB, Fathul Gani mengatakan hearing warga tersebut untuk mendapatkan penjelasan dari Pemprov NTB tentang KIHT. Ia mengatakan proses pembangunan KIHT sudah cukup lama, sejak 2021.

"Kami bukan asal membangun tapi sudah melalui proses. Terkait sosialisasi, itu adalah persepsi, berkali-kali kita sosialisasi. Sikap pro dan kontra di masyarakat adalah hal yang biasa. Patut kita hargai juga. Cuma, kita harus mencari win-win solutions," kata Fathul.

Pembangunan KIHT menggunakan anggaran dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) tahun 2022 sebesar Rp24 miliar. Pembangunan KIHT sesuai kontrak harus tuntas pada 24 Desember 2022. Namun, karena lokasi pembangunan KIHT sempat disegel warga selama 14 hari, sehingga pengerjaan sempat terhenti.

Untuk itu, kata Fathul, dilakukan adendum kontrak sampai 14 Januari 2023. "Insyaallah pada 14 Januari selesai pembangunan fisik. Setelah dilakukan adendum karena penyegelan 14 hari. Sehingga kita tambahkan 14 hari pengerjaannya," terangnya.

Mengenai kekhawatiran warga soal limbah dari KIHT, Fathul menegaskan tidak ada limbah yang dihasilkan. Begitu juga kekhawatiran akan menimbulkan kebisingan. Karena menurut Fathul, KIHT tidak menggunakan mesin tetapi tempat melinting rokok.

Ia menyebutkan, tenaga kerja yang akan terserap sekitar 1.000 - 1.500 orang. Sesuai janji Gubernur, masyarakat sekitar akan diprioritaskan bekerja di KIHT. "Masyarakat zona terdekat menjadi prioritas menjadi tenaga kerja di KIHT. Gubernur memprioritaskan masyarakat setempat," katanya.

Terkait lokasi pembangunan KIHT yang dinilai melanggar Perda RTRW Lombok Timur, Fathul mengatakan hal itu sudah dijawab Sekda Lombok Timur. "Karena memang sebutannya saja kawasan industri hasil tembakau. Ini hanya industri rumahan," jelasnya.

Baca Juga: Ribuan Terpental, 367 Pelamar Lulus Jadi PPPK Nakes Pemprov NTB 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya