Terungkap! Sinyal HP Brigadir Esco Selalu Bersama Salah Satu Tersangka

Mataram, IDN Times – Keluarga Brigadir Esco, anggota Intel Polsek Sekotong, Polres Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), angkat bicara terkait sidang praperadilan yang diajukan tiga tersangka pembunuhan. Sidang tersebut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Jumat (7/11/2025).
Ketiga tersangka yang mengajukan praperadilan adalah Amaq Saiun (AS), Hj. Nuraini (HN), dan Pauzi (P). Mereka menggugat penetapan tersangka oleh penyidik Polres Lombok Barat dalam kasus pembunuhan Brigadir Esco.
Kakek korban, Miasih, berharap majelis hakim menolak permohonan praperadilan tersebut. Ia menilai peran ketiga tersangka sudah sangat jelas dalam kasus yang menewaskan cucunya itu.
“Kami berharap pengadilan menolak praperadilan ini karena sudah jelas sekali peran ketiganya. Amaq Saiun, istrinya Hj. Nuraini, dan Pauzi ini sudah beberapa kali berbohong,” kata Miasih saat dikonfirmasi di PN Mataram, Jumat (7/11/2025).
1. Keluarga curiga sejak awal

Miasih mengungkapkan, keluarga sudah lama mencurigai ketiga tersangka, terutama setelah sikap mereka yang dinilai tidak konsisten. Pada acara tahlilan 40 hari meninggalnya Brigadir Esco, Pauzi datang ke rumah keluarga korban dan mengaku tidak tahu-menahu soal kasus pembunuhan tersebut.
Padahal, kata Miasih, Amaq Saiun adalah orang pertama yang menemukan jasad korban di kebun belakang rumahnya.
“Dia bilang orang lain yang menemukan, padahal dia sendiri yang tahu tempatnya. Dari situ kami mulai curiga dan kesal,” ujar Miasih.
Awalnya, keluarga tidak yakin Pauzi terlibat. Namun setelah ditelusuri, posisi ponsel korban selalu terdeteksi berada di tempat yang sama dengan Pauzi sejak Brigadir Esco dinyatakan hilang.
“Ke mana HP almarhum bergerak, di situ juga Pauzi berada. Kami melacak sinyal HP korban dan hasilnya selalu mengikuti pergerakan Pauzi,” jelasnya.
Karena itu, keluarga meyakini Pauzi ikut terlibat dalam pembunuhan tersebut. Miasih juga membantah tuduhan bahwa almarhum memiliki utang yang disebut-sebut menjadi motif pembunuhan.
“Kalau memang benar ada utang, mana buktinya? Kalau tidak terbukti, kami akan tuntut balik karena memfitnah orang yang sudah meninggal,” tegasnya.
2. Lima tersangka sudah ditetapkan

Kasus kematian Brigadir Esco telah menyeret lima orang tersangka, salah satunya istri korban, Brigadir RS, yang juga anggota Polres Lombok Barat. Empat tersangka lainnya adalah AS, DR, P, dan HN.
Wakapolres Lombok Barat Kompol Kadek Metria menjelaskan, sebelum peristiwa tragis itu, sempat terjadi perselisihan antara korban dan istrinya di rumah mereka di Dusun Nyiur Lembang, Desa Jembatan Gantung, Kecamatan Gerung.
“Motif diduga dipicu persoalan ekonomi. Ketegangan antara pelaku dan korban berujung pada tindakan kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal dunia,” ujar Metria, Kamis (16/10/2025) lalu.
Berdasarkan hasil penyidikan, korban dibunuh di dalam rumah. Namun hingga kini, Brigadir RS belum mengakui perbuatannya. Hasil autopsi dan keterangan ahli forensik menunjukkan adanya sejumlah luka di tubuh korban.
3. Penemuan jasad korban berujung istrinya dikenakan pasal pembunuhan berencana

Peristiwa bermula pada Selasa, 19 Agustus 2025. Saat itu, istri korban melaporkan kepada Syamsul Erwadi, rekan korban, bahwa suaminya belum pulang ke rumah meski sepeda motor, sepatu, dan helmnya masih ada di rumah.
Lima hari kemudian, Minggu, 24 Agustus 2025, sekitar pukul 19.30 WITA, korban ditemukan tewas di kebun kosong belakang rumahnya dengan kondisi leher terikat tali di pohon. Hasil visum menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan, sehingga keluarga melapor ke Polres Lombok Barat.
Dari hasil gelar perkara di Polda NTB, Brigadir RS ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berujung kematian. Ia ditangkap pada 20 September 2025 dan dijerat dengan Pasal 44 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dengan ancaman pidana 16 tahun penjara.
Selain itu, Brigadir RS juga dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup, serta Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa dengan ancaman 15 tahun penjara.
Sementara empat tersangka lainnya dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP, serta Pasal 221 KUHP, karena diduga membantu dan menghilangkan jejak kejahatan.


















