Pria Disabilitas Tanpa Lengan Pakai Kaki Lakukan Pelecehan, Benarkah?

Mataram, IDN Times - Ditreskrimum Polda NTB menggandeng ahli psikologi atau psikolog dalam kasus seorang pria disabilitas tanpa tangan inisial IWAS alias Agus yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual terhadap tiga mahasiswi di Kota Mataram.
Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Provinsi NTB Lalu Yulhaidir menyampaikan peran psikolog sebagai saksi ahli dalam kasus tersebut untuk membantu aparat kepolisian membuat terang suatu perkara.
"Jadi melalui pemeriksaan psikologi yang kami lakukan kepada korban maupun pelaku tujuannya menghadirkan profil psikologis mereka. Sehingga menjadi salah satu referensi dalam mengambil keputusan terkait dengan pelaku atau korban," kata Yulhaidir di Mataram, Senin (2/12/2024).
1. Lakukan pemeriksaan terhadap tersangka dan korban
Yulhaidir menjelaskan pihaknya melakukan pemeriksaan paikologi bukan hanya kepada pelaku atau tersangka. Tetapi pemeriksaan psikologi juga dilakukan kepada korban. Dalam perspektif psikologi, penyandang disabilitas juga memungkinkan melakukan pelecehan seksual.
Individu dalam melakukan kebaikan dan keburukan, ada latar belakangnya. Tidak serta merta secara tiba-tiba terjadi suatu kasus atau capaian tertentu tanpa ada latar belakang pengalaman, proses pembelajaran, berlatih perilaku sampai akhirnya terbentuk suatu pola atau keahlian tertentu baik dalam hal kebaikan maupun keburukan.
"Kebaikan bisa dilatih, keburukan juga bisa dilatih. Termasuk korban juga memiliki latar belakang kondisi tertentu misalnya pengalaman, experience, gangguan emosi atau kondisi psikologis tertentu yang terjadi pada hari ini. Sehingga kondisi psikologis tertentu membuat individu rentan sebagai korban," jelasnya.
Dijelaskan, psikososial individu disabilitas dengan non-disabilitas itu sama, tidak ada perbedaan. Hanya saja yang membuat perbedaan, disabilitas cenderung terlambat dalam puberitas. Kemudian akses terhadap pendidikan seks yang terbatas.
"Apakah disabilitas bisa menjadi pelaku kekerasan tertentu, itu sangat memungkinkan. Dan itu terjadi tidak pada satu atau dua kasus. Tetapi banyak disabilitas mental, disabilitas intelektual bisa melakukan tindakan-tindakan kekerasan, pelecehan bahkan kriminal," tutur Yulhaidir.