Terdakwa Ahmad Heran Dijadikan Tersangka Usai Aniaya Prada Lucky

Kupang, IDN Times - Pratu Ahmad Ahda mempertanyakan mengapa dirinya dan tiga terdakwa lain dijadikan tersangka usai menganiaya Prada Lucky Chepril Saputra Namo. Ia mempertanyakan ini kepada saksi Lettu Rahmat sebagai Komandan Kompi C yang dihadirkan dalam sidang di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Rabu (12/11/2025).
Rahmat sendiri adalah perwira yang mengusut kasus penganiayaan terhadap Prada Lucky hingga prajurit muda itu dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aeramo, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
1. Ahmad mempertanyakan alasan dan kapasitas saksi

Ahmad Ahda heran atas dasar apa Lettu Rahmat menetapkannya sebagai tersangka padahal dirinya belum diperiksa melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP). "Kami belum di-BAP oleh staf intel batalion tapi nama kami sudah tercantum dalam laporan," ucapnya.
"Izin Yang Mulia, untuk mengatakan (sebagai) tersangka itu belum. Itu hanya laporan awal dari kami sebagai asumsi ada dugaan penyiksaan," jawab Lettu Rahmat.
Kemudian Ahmad Ahda mempertanyakan lagi kapasitas dan wewenang seniornya itu melakukan pemeriksaan tanpa konfirmasi ke Intel.
"Untuk konfirmasi sendiri kami pastikan langsung di Dansi Intel. Sudah konfirmasi," sambung Ahmad lagi.
2. Terdakwa bantah pernyataan saksi

Ahmad juga menyebut ia tidak pernah ditanyakan langsung oleh Lettu Rahmat saat apel mengenai peran dirinya dalam penyiksaan di rumah jaga. Pada saat Lettu Ahmad mengumpulkan seluruh prajurit pada 4 Agustus 2025. Ahmad Ahda mengaku sedang berada di Kabupaten Ende.
Lettu Rahmat membenarkan dan tahu Ahmad Ahda berada di Ende saat itu. Ia lalu menemui Ahmad Ahda yang balik sssi Ende begitu ia mengantongi keterangan awal dari 10 Tersangka awal.
"Itu kami tahu. Izin menjelaskan ulang Yang Mulia. Untuk itu kami tanyakan setelah terdakwa pulang dari Ende. Saat itu ada beberapa lainnya juga tidak ada waktu di apel itu, jadi kami tanyakan langsung saat mereka pulang. Kami cross check dari pernyataan 10 orang pertama waktu apel," jelasnya.
3. Sempat larang dan cari para pelaku

Lettu Rahmat sendiri adalah Komandan Kompi (Danki) C. Ia semula tidak mengetahui adanya pemeriksaan dan penyiksaan terhadap Prada Lucky dan Prada Richard sejak 27 Juli 2025. Namun pada malam 28 Juli 2025 ia mendengar suara rintihan kedua prada ini di ruang staf intel saat melintas ruangan itu bersama dan Danton Ikrar.
"Saya masuk tanya ada apa dan larang mereka 'ambil' (siksa) almarhum Prada Lucky dan Prada Richard," jelas dia.
Ia tidak bertanya lebih jauh kepada terdakwa Danki A, Lettu Ahmad Faisal, dan Danki B, Letda Thariq Singajuru, ketika itu mengenai alasan penindakan mereka terhadap kedua korban.
"Izin, saya tidak bertanya lagi karena itu tanggung jawab kompi masing-masing. Jadi saya tidak mencampuri," sebutnya.
Tanpa sepengetahuannya lagi, kedua korban sudah dibawa ke ruang jaga atau yang sering mereka sebut sebagai rumah kuning. Pada tempat ini Pratu Ahmad Ahda bersama Pratu Emeliano De Araujo, Pratu Petrus Nong Brian Semi, dan Pratu Aprianto Rede Radja menyiksa keduanya.
Keempat terdakwa ini lalu menyiksa Prada Richard dan Prada Lucky secara bergantian dan bergerombol mulai sore hari, 29 Juli 2025, hingga dini hari di 30 Juli 2025.
Setelah mendengar kondisi keduanya masih disiksa maka Lettu Rahmat memerintahkan Komandan Satuan Kesehatan (dantonkes) untuk memeriksa mereka. Mulai dari itu keduanya dilarikan ke puskesmas hingga dibawa ke RSUD Aeramo pada 2 Agustus 2025.
Kemudian pada tanggal 4 Agustus 2025, Lettu Rahmat menggelar apel prajurit seluruh kompi di lapangan. Ia mendesak agar semua anggota yang terlibat untuk mengaku. Dalam situasi ini, ceritanya, beberapa anggota saling tuduh. Mulanya ada 10 anggota mengaku. Kemudian dari keterangan ini berkembang menjadi 19 orang. Nama-nama ini ia buatkan dalam laporan resmi untuk diusut batalion. Namun pada 6 Agustus Prada Lucky dinyatakan meninggal dunia.


















