Harga Jagung Anjlok, DPRD Bima Desak PT SUL Serap Sesuai HPP

Bima, IDN Times - Komisi II DPRD Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), melakukan kunjungan ke PT SUL Bima pada Jumat (11/4/2025).
Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari keluhan petani jagung terkait harga yang anjlok dan tidak diserap sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp5.500 per kilogram.
1. Pertanyakan ketentuan harga

Dalam pertemuan itu, anggota DPRD Nurdin Amin mempertanyakan alasan PT SUL membeli jagung hanya seharga Rp4.500 per kilogram, jauh di bawah HPP yang ditetapkan sejak Februari.
“Apakah surat edaran soal HPP belum sampai ke sini? Apa dasar PT SUL menetapkan harga Rp4.500? Ini jauh dari ketentuan pemerintah,” kata Nurdin saat berdialog dengan manajemen PT SUL.
2. Anggota dewan sorot antrean truk menumpuk

Nurdin juga menyoroti dampak harga tersebut terhadap petani yang mengaku merugi. Meski mengapresiasi langkah PT SUL yang mulai menyerap jagung lokal, ia menegaskan bahwa harga pembelian saat ini menyulitkan petani.
“Petani kita menjerit. Meskipun kami bersyukur PT SUL sudah mulai menyerap jagung, tapi kalau harganya di bawah HPP, ini tetap merugikan,” ujarnya.
Sebelum ke PT SUL, Komisi II DPRD lebih dulu meninjau gudang Bulog Bima. Mereka mempertanyakan komitmen Bulog yang hingga kini belum juga menyerap jagung petani, meski mengklaim akan membeli sesuai HPP.
“Bulog bilang siap serap jagung sesuai HPP, tapi eksekusinya kapan? Sementara untuk gabah mereka sudah mulai bergerak,” tegasnya.
3. Perusahaan klaim rugi serap jagung sesuai HPP

Menanggapi hal itu, Kepala Unit PT SUL Bima, Anom Bima Prasetya, menjelaskan bahwa penetapan harga ditentukan oleh manajemen pusat. Ia menegaskan bahwa PT SUL bukan pembeli akhir, melainkan hanya penyuplai ke pabrik pakan.
“Dalam surat keputusan, tidak ada kewajiban bagi perusahaan swasta untuk menyerap jagung sesuai HPP. Kami hanya penyuplai bahan baku, bukan konsumen akhir,” jelas Anom.
Ia juga menjelaskan bahwa harga jagung di pabrik pakan di Pulau Jawa saat ini berkisar Rp5.100 hingga Rp5.300 per kilogram. Dengan mempertimbangkan biaya pembelian, pengangkutan, dan distribusi, PT SUL akan merugi jika membeli sesuai HPP.
“Kalau kami paksakan beli sesuai HPP, perusahaan bisa rugi,” tegasnya.
Terkait isu antrean truk yang disebut-sebut hingga sepekan, manajemen PT SUL mengklarifikasi bahwa waktu antrean maksimal hanya tiga hari dan sudah diatur agar tidak mengganggu arus lalu lintas.