Aneh tapi Nyata, Destinasi Wisata Dunia di NTB Sudah 2 Tahun Krisis Air Bersih

Mataram, IDN Times - Pelaku wisata kawasan Gili Trawangan, Meno dan Air (Tramena) di Lombok Utara, menyayangkan ketidakpekaan pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten mengenai krisis air bersih yang hampir dua tahun di Gili Meno. Hingga saat ini, belum ada solusi konkret dari pemerintah daerah untuk mengatasi krisis air bersih di destinasi wisata dunia Gili Meno.
Ketua Gili Hotel Association (GHA) Lombok Utara, Lalu Kusnawan mengatakan seharusnya masyarakat tidak perlu turun demo jika pemerintah daerah punya kepekaan terkait krisis air bersih di Gili Meno. Karena air bersih merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan pelaku ratusan pelaku wisata yang setiap hari menerima kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara.
"Masa masyarakat harus sedikit-sedikit demo baru didengar? Kan harus sama-sama sensitif ini. Jangan pajaknya saja diambil, jangan retribusinya saja sedikit-sedikit diambil," kritik Kusnawan dikonfirmasi Kamis (30/10/2025).
1. Tidak ada relaksasi bagi pengusaha pariwisata

Meskipun Gili Meno sudah krisis air bersih hampir selama dua tahun, dia melihat belum ada relaksasi terkait pajak maupun retribusi kepada pengusaha pariwisata yang terdampak. Karena pungutan pajak dan retribusi tetap jalan meskipun Gili Meno mengalami krisis air bersih.
Dia mengatakan kritik yang disampaikan ke pemerintah daerah merupakan kritik yang membangun. Untuk itu, pemerintah daerah seharusnya lebih peka mengatasi persoalan mendasar yang dihadapi warga dan pelaku usaha pariwisata di Gili Meno.
Menurut Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) NTB itu, Pemprov NTB perlu memback up Pemda Lombok Utara dalam mengatasi krisis air bersih di Gili Meno. Karena Gili Meno merupakan wajah NTB, setiap hari banyak wisatawan mancanegara yang berlibur di kawasan tiga gili.
"Jangan sampai ada statement bilang bahwa ini kan perizinannya tidak ada di provinsi, bukan itu jawaban. Ini kan ada hal, ada case yang terjadi di wilayah NTB. Kita ingin kira-kira seperti apa solusinya," kata dia.
2. Krisis air bersih destinasi wisata dunia cuma di NTB

Menurut Kusnawan, cuma Gili Meno yang merupakan destinasi wisata dunia tidak ada suplai air bersih dari pemerintah daerah. Padahal, air bersih merupakan kebutuhan pokok masyarakat dan pelaku wisata yang ada di sana.
Selama ini, solusi yang diberikan Pemda dengan membawa air dari daratan Lombok ke Gili Meno. Namun, hal itu tidak cukup karena sebagian investor atau pengusaha pariwisata Gili Meno mengambil air bersih dari daratan Lombok. Hal ini tentunya berimplikasi terhadap peningkatan biaya.
"Mau sampai kapan? Dan biayanya berapa? Dan mau menjual kamar berapa? Kan begitu, hitung-hitungan kasarnya. Masyarakat disupport katanya oleh Pemda, cuma kan keterbatasan anggaran, segala macam," tutur Kusnawan.
Seharusnya, kata Kusnawan, Pemda punya rencana kontijensi terkait pemenuhan air bersih di kawasan Gili Tramena. Meskipun krisis air bersih sudah hampir dua tahun, Pemda belum menetapkan status darurat air bersih di Gili Meno.
"Jadi kalau bicara Gili Meno, sebenarnya krisis air bersih sudah hampir dua tahun. Haknya pemerintah bagaimana dia harus menerima pendapatan dalam bentuk pajak dan retribusi. Kewajibannya adalah memastikan investor ini mendapatkan pelayanan yang baik. Kan harusnya ada simbiosis mutualisme," ujarnya.
3. Krisis air bersih akan berdampak buruk terhadap investasi

Kusnawan mengatakan saat ini para pengusaha pariwisata di Gili Meno survive di tengah kondisi darurat air bersih. Karena ada yang terpaksa harus membeli air galon dari daratan Lombok dicampur dengan air sumur bor. Dia mengatakan bahwa kondisi ini akan berdampak buruk terhadap investasi dan lingkungan.
"Kalau kita kan maunya apapun caranya, air itu ada. Ini kan sebenarnya kepentingan publik. Masyarakat di Gili Meno itu menolak dengan adanya SWRO. Karena dikhawatirkan akan merusak terumbu karang. Nah sekarang menurut saya tinggal pemerintah saja melakukan ekspose. Apakah lebih banyak mudaratnya atau lebih banyak manfaatnya," ujarnya.
Sebelumnya, Perwakilan warga Gili Meno mendesak Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal mengambil kebijakan untuk pemasangan pipa air bersih bawah laut untuk mengatasi krisis air bersih di destinasi wisata dunia yang berada di Gili Meno. Mereka mengaku sudah menderita hampir dua tahun akibat krisis air bersih di Gili Meno.
Menurut warga, air bersih merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang harus segera dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, saat ini warga harus mengusahakan sendiri dengan membeli air galon.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB Amri Nuryadin mengatakan akses air bersih di Gili Meno, berubah menjadi kemewahan. Sejak pertengahan 2024, pasokan air dari PT GNE dan PT BAL terhenti, memaksa warga membeli air galon dengan harga tinggi, bahkan ternak mati kehausan.
Di tengah krisis itu, proyek PT Tiara Cipta Nirwana (PT TCN) melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) mengoperasikan instalasi sea water reverse osmosis (SWRO) yang menyuling air laut, sembari merusak 16 are terumbu karang di Gili Trawangan.
Aliansi Meno Bersatu yang terdiri dari Walhi NTB, Wanapala NTB, Meno Lestari melaporkan kasus ini ke berbagai lembaga negara. Hasilnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencabut izin operasional PT TCN pada Oktober 2024. Kemudian Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup menyegel fasilitas SWRO PT TCN pada Februari 2025.
Selanjutnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda Rp12 miliar kepada PT TCN dan PDAM Lombok Utara. Namun ironisnya, kata Amri, Pemda Lombok Utara tetap berlindung di balik kontrak KPBU dan tidak menindak lanjuti rekomendasi DPRD yakni pembangunan pipa bawah laut Gili Air–Meno–Trawangan.
Secara hukum, kata dia, kontrak KPBU tidak boleh menegasikan hak dasar publik. Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, pengelolaan air harus menjamin hak rakyat atas air untuk kebutuhan pokok sehari-hari. Untuk itu, dia meminta Gubernur NTB segera menginisiasi pertemuan dengan Bupati Lombok Utara dengan menghadirkan masyarakat Gili Meno.
Karena krisis air bersih di Gili Meno sudah berlangsung lebih dari satu tahun, tanpa ada upaya konkret Pemda untuk memasang pipa bawah laut untuk mengalirkan air bersih dari Gilo Air ke Gili Meno. Sementara, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal berjanji menyelesaikan persoalan di kawasan Gili Meno, Gili Trawangan dan Gili Air secara komprehensif.
Iqbal menyatakan Pemprov NTB akan mencarikan solusi permanen terkait persoalan krisis air bersih di Gili Meno. Dia juga akan membuat Satgas untuk menyelesaikan berbagai persoalan di kawasan tiga Gili yang menjadi tujuan wisatawan domestik dan mancanegara.
"Saya berjanji bahwa Satgas tidak hanya memikirkan aset provinsi, itu bagian nomor dua bagi saya. Tapi yang penting penyelesaian dari semua persoalan di tiga gili saat ini. Segera menginisiasi pertemuan dengan bupati Lombok Utara dan masyarakat," kata Iqbal.


















