Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Bahaya Menikah di Bawah Umur dari Sisi Kesehatan dan Psikologis

Ilustrasi bahaya menikah di bawah umur dari sisi kesehatan dan psikologis. (Pinterest/Ariski)

Pernikahan seharusnya menjadi keputusan yang matang, didasari kesiapan fisik, emosional, dan mental dari kedua belah pihak. Namun, di beberapa budaya atau kondisi sosial, pernikahan di usia muda masih sering terjadi, bahkan dianggap sebagai hal yang wajar. Padahal, menikah di bawah umur memiliki banyak konsekuensi serius, terutama dari sisi kesehatan dan psikologis yang jarang disadari sejak awal.

Anak atau remaja yang dipaksa menikah belum memiliki kesiapan untuk menghadapi tanggung jawab rumah tangga. Mereka masih berada dalam fase pertumbuhan dan pencarian jati diri, bukan fase membesarkan anak atau mengelola kehidupan bersama.

Berikut ini 5 bahaya menikah di bawah umur yang penting diketahui, agar masyarakat lebih sadar akan dampak jangka panjangnya.

1. Risiko kehamilan dini yang berbahaya

Ilustrasi surat untuk diri sendiri sebelum menjadi orang tua. (Pinterest/Creative Market)

Tubuh remaja yang belum berkembang sepenuhnya belum siap untuk menjalani proses kehamilan dan persalinan. Kehamilan pada usia muda meningkatkan risiko komplikasi medis, seperti anemia, tekanan darah tinggi (preeklamsia), kelahiran prematur, bahkan kematian ibu dan bayi. Organ reproduksi yang belum matang dapat menyebabkan persalinan sulit dan memerlukan intervensi medis serius.

Selain itu, remaja hamil juga rentan mengalami gangguan perkembangan janin akibat kurangnya pemahaman tentang perawatan prenatal. Kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan bisa berdampak langsung pada kesehatan bayi. Dalam jangka panjang, ini bisa menciptakan siklus masalah kesehatan yang terus berulang dari generasi ke generasi.

2. Gangguan kesehatan mental

Ilustrasi dampak nyata dari overthinking terhadap kesehatan mental. (Pinterest/bien.hu)

Menikah di usia muda sering kali membuat remaja mengalami tekanan emosional yang besar. Mereka harus menghadapi tuntutan sebagai istri atau suami, dan bahkan sebagai orang tua, padahal secara psikologis mereka masih belum stabil. Hal ini bisa memicu stres berat, depresi, dan rasa kehilangan kebebasan serta masa muda mereka.

Perubahan peran secara mendadak, ditambah dengan minimnya dukungan emosional, membuat remaja kesulitan beradaptasi. Mereka juga lebih rentan mengalami konflik dalam rumah tangga karena kurangnya kemampuan komunikasi dan penyelesaian masalah. Kondisi ini sering kali berujung pada perasaan terjebak atau tidak bahagia dalam hubungan.

3. Terhambatnya pendidikan dan karier

Ilustrasi cara terbaik untuk mengetahui sifat asli seseorang. (Pinterest/inc.com)

Pernikahan di usia muda hampir selalu mengganggu kelanjutan pendidikan. Banyak remaja yang berhenti sekolah karena harus mengurus rumah tangga atau anak. Hal ini secara otomatis mengurangi peluang mereka untuk mengembangkan diri dan meraih pekerjaan yang layak di masa depan.

Tanpa pendidikan yang memadai, mereka cenderung kesulitan keluar dari lingkaran kemiskinan. Tidak hanya berdampak pada masa depan individu tersebut, tapi juga berisiko menurunkan kualitas hidup anak-anak mereka. Pernikahan dini pada akhirnya menjadi penghambat pertumbuhan pribadi dan profesional seseorang.

4. Rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga

Ilustrasi alasan mengapa seseorang tetap bertahan di hubungan yang menyakitkan. (Pinterest/lautnachdenken.de)

Remaja yang menikah muda sering kali belum memiliki kekuatan untuk menetapkan batasan dalam hubungan. Mereka rentan mengalami kekerasan, baik secara fisik, verbal, maupun emosional. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan kekuasaan dalam hubungan dan kurangnya keterampilan untuk mempertahankan hak-haknya.

Dalam banyak kasus, mereka juga tidak tahu bagaimana meminta bantuan atau takut dianggap gagal sebagai pasangan. Kekerasan ini dapat berdampak jangka panjang terhadap kepercayaan diri, kesehatan mental, dan kualitas hubungan mereka ke depan. Situasi ini semakin sulit jika mereka tidak memiliki sistem dukungan yang kuat.

5. Ketidaksiapan mengasuh anak

Ilustrasi alasan lingkungan keluarga yang tidak sehat bisa membentuk luka batin. (Pinterest/ioannischiou.gr)

Menjadi orang tua adalah tanggung jawab besar yang membutuhkan kematangan, kesabaran, dan wawasan. Remaja yang menikah muda umumnya belum memiliki kapasitas emosional dan pengetahuan yang cukup untuk membesarkan anak dengan baik. Akibatnya, pola asuh yang diberikan bisa tidak konsisten, keras, atau bahkan lalai.

Ketidaksiapan ini bisa menciptakan masalah baru, termasuk dalam tumbuh kembang anak. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang tidak stabil secara emosional rentan mengalami gangguan perilaku, kecemasan, dan kesulitan dalam membentuk hubungan sosial yang sehat. Lingkaran masalah ini dapat berlanjut hingga dewasa.

Menikah di bawah umur bukan hanya tentang legalitas atau norma sosial, tapi tentang kesiapan hidup yang menyeluruh. Dari sisi kesehatan fisik hingga mental, dari pendidikan hingga peran sebagai orang tua, semuanya menuntut kematangan yang belum dimiliki oleh remaja.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat, orang tua, dan pembuat kebijakan untuk mendorong edukasi serta perlindungan terhadap anak-anak dari praktik pernikahan dini. Menunda pernikahan demi persiapan yang lebih matang bukanlah kegagalan, melainkan langkah bijak menuju masa depan yang lebih sehat dan bahagia.

Demikian 5 bahaya menikah di bawah umur yang penting diketahui, agar masyarakat lebih sadar akan dampak jangka panjangnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Linggauni
EditorLinggauni
Follow Us