Mengenal Brain Rot, Kecanduan Konten Receh di Media Sosial

Kata “brain rot” diumumkan menjadi Word of The Year 2024 oleh Oxford University Press. Istilah ini menjadi topik yang mendapat perhatian tahun 2024 lantaran dampak penggunaan media sosial yang semakin mengenaskan.
Tidak bisa dipungkiri kalau di era digital ini, media sosial menjadi sesuatu yang lekat dengan kehidupan masyarakat. Konsumsi konten receh secara berlebihan di media sosial ternyata bisa berdampak buruk, salah satunya brain rot.
Brain rot sendiri merupakan penurunan kondisi mental akibat konsumsi materi secara berlebihan. Dalam jangka panjang, kondisi ini bahkan disebut dapat meningkatkan risiko terjadinya kecemasan dan depresi. Istilah ini merujuk pada konsumsi konten receh di media sosial secara berlebihan.
Disadur dari berbagai sumber, berikut penjelasan brain rot, yaitu kecanduan konten receh di media sosial secara berlebihan.
1. Apa itu brain rot?

Psikolog Afifah menyebut brain rot bukan merupakan istilah medis, melainkan istilah yang diciptakan oleh masyarakat modern untuk menggambarkan kondisi mental pascakonsumsi konten medsos secara berlebih. Menurut Afifah, istilah brain rot pertama kali muncul pada sekitar tahun 1800-an. Kini, istilah tersebut dipopulerkan oleh Gen Z dan Gen Alpha.
"Untuk sosial media itu sendiri sangat berdampak (menyebabkan brain rot), karena aktivitas pada sosial media seperti TikTok, Instagram, atau YouTube Shorts itu kan aktivitas yang singkat, maksimal 30 detik sampai 60 detik dan itu sifatnya entertaining. Orang itu akan mendapatkan kepuasan secara instan", kata Afifah dalam sebuah wawancara.
2. Tanda-tanda terjadinya brain rot

Brain rot ini berpotensi dialami oleh pengguna di semua rentang usia, baik anak-anak, remaja, maupun orang tua. Beberapa tanda terjadinya brain rot adalah sulitnya berkonsentrasi kala beraktivitas hingga kesulitan untuk melepaskan diri dari gadget.
Selain itu, ada beberapa ciri lain seperti rentang atensi atau attention span yang berkurang hingga lebih mudah mengalami stress.
3. Pengaruh brain rot di dunia nyata

Nur Maghfirah Aesthetika, seorang pakar media sosial Universitas Muhammadiyah Sidoarjo mengatakan bahwa generasi yang paling banyak terjerat di fenomena brain rot ini adalah gen Z.
Mengutip dari laman umsida.ac.id, dosen yang akrab disapa Fira itu berpendapat bahwa brain rot sangat berpengaruh di dunia nyata. Fenomena itu merupakan pelemahan otak dan daya pikir yang membuat pengguna media sosial menjadi malas berpikir berat.
“Jenis konten berdurasi pendek dan bisa dilewati bila ia tidak suka konten tersebut, maka hal itu bisa terbawa ke kehidupan nyata. Ketika mereka tidak menyukai sesuatu, maka mereka cenderung akan menghindari hal itu daripada menyelesaikannya”, katanya.
Selain itu, dengan kecanduan konten receh di media sosial juga membuat tingkat kesabaran gen Z melemah. Jika generasi sebelumnya ingin menikmati sebuah hiburan, maka mereka harus menunggu dalam kurun waktu tertentu.
Berbeda dengan generasi sekarang yang semua harus instan. Dan jika mereka terlibat masalah, maka mereka lebih memilih untuk meninggalkannya daripada memperbaiki.
4. Cara mengatasi brain rot

Untuk mengatasi brain rot, ada beberapa langkah yang bisa kamu lakukan. Berikut ada empat langkah yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi brain rot ini:
1. Kontrol diri dan pengaturan waktu
Batasi waktu penggunaan gadget, khususnya media sosial, dan hindari kebiasaan scrolling tanpa tujuan. Tetapkan waktu untuk menggunakan gadget, dan pastikan untuk mematikan notifikasi agar tidak tergoda untuk terus memeriksa layar. Disarankan untuk tidak lebih dari 2 jam per hari untuk orang dewasa, dan anak-anak di bawah 2 tahun sebaiknya tidak diperkenalkan dengan gadget.
2. Batasi penggunaan gadget sebelum tidur
Banyak gadget yang memiliki fitur pengingat untuk beristirahat. Gunakan fitur ini dan pastikan untuk tidak menggunakan gadget minimal satu jam sebelum tidur. Penggunaan gadget sebelum tidur dapat mengganggu kualitas tidur dan memperburuk kondisi brain rot, karena paparan cahaya biru dari layar dapat mengganggu pola tidur.
3. Perbanyak aktivitas fisik dan sosial
Kurangi aplikasi yang tidak penting dan fokus pada aplikasi yang lebih bermanfaat. Alihkan perhatian dengan aktivitas produktif seperti olahraga, memasak, atau bercocok tanam. Selain itu, bertemu dengan teman atau keluarga dapat membantu melepaskan stres dan mengurangi ketergantungan pada gadget.
4. Pentingnya peran orangtua
Bagi anak-anak, peran orangtua sangat penting dalam menghindarkan mereka dari brain rot. Orang tua dapat membantu dengan mengurangi waktu yang dihabiskan anak-anak untuk menggulir lini masa media sosial dan mengarahkan mereka untuk terlibat dalam aktivitas yang lebih produktif dan bermanfaat bagi perkembangan mereka.
Demikian ulasan mengenai brain rot, yaitu kecanduan konten receh di media sosial secara berlebihan.