Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kritik Kekuasaan "Kemaruk", Hikayat Gajah Duduk Bakal Pentas di Malaysia

IMG_20251018_211422_295.jpg
Pentas teater Hikayat Gajah Duduk di Taman Budaya NTB, Sabtu (18/10/2025) malam. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Setelah lima tahun berkontemplasi usai menggelar karya terakhir pertunjukan Sandiwara Merah Jambu pada 2020, Teater Kamar Indonesia kembali mempersembahkan sebuah pertunjukan teater berjudul Hikayat Gajah Duduk karya Imtihan Taufan dan sutradara Syahirul Alim pada 18-21 Oktober 2025, di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya NTB.

Pentas teater Hikayat Gajah Duduk menampilkan babak-babak seru komedi satir, dalam pemberontakan, perseteruan, kesetiaan dan pengkhianatan, perburuan hingga penaklukan kekuasaan oleh rakyat. Pertunjukan ini berisi kritik terhadap kekuasaan kemaruk yaitu kekuasaan yang sarkas, menutup mata dan telinga dari situasi rakyat.

Dosen Fakultas Musik dan Seni Pertunjukan Universiti Sultan Idris Malaysia Dr. Salman Faris datang langsung ke Lombok untuk menyaksikan pentas teater Hikayat Gajah Duduk. Dia mengatakan pentas teater Hikayat Gajah Duduk akan tampil di Malaysia tahun depan.

"Saya datang ke sini ingin melihat bentuknya karena tahun depan akan dibawa ke Malaysia. Ini kalau dibawa ke Malaysia akan menjadi sangat luar biasa. Karena itu akan menjadi cerminan bahwa demokratisasi dan pemikiran di Indonesia jauh lebih berkembang daripada di Malaysia," kata Salman.

1. Kritik terhadap kekuasaan selalu relevan

IMG_20251018_215106_897.jpg
Dosen Fakultas Musik dan Seni Pertunjukan Universiti Sultan Idris Malaysia Dr. Salman Faris. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Salman mengatakan kritik terhadap kekuasaan selalu relevan. Apakah negara adil atau tidak adil kepada rakyatnya, kritik sosial lewat seni pertunjukan tidak pernah ada kata usang. Menurutnya, pertunjukan seni teater seperti Hikayat Gajah Duduk, justru harus diperbanyak.

"Karena ini untuk mengimbangi kritik out of control di media sosial. Kritik melalui seni pertunjukan itu seharusnya diperbanyak dan diberikan ruang yang lebih besar. Kalau zaman sekarang seharusnya quote dari pertunjukan harus diviralkan. Karena topik-topik yang dibicarakan setiap babak itu sangat relevan dengan kondisi sekarang," ucap Salman.

Dia menjelaskan apa yang dipertunjukkan dalam pertunjukan Hikayat Gajah Duduk merupakan ekspresi dan realitas yang terjadi saat ini. Apa yang dipertunjukkan menggambarkan kebenaran yang ditutupi oleh negara.

"Meskipun saya sudah 10 tahun tidak di Lombok, tetapi watak kekuasaan itu tidak pernah berubah. Dia hanya berubah narasinya tapi wataknya tidak pernah berubah. Jadi sangat sesuai juga dengan kondisi kita di NTB," kata pria asal Lombok ini.

2. Potret rakyat yang muak terhadap kekuasaan yang serakah

IMG_20251018_214244_801.jpg
Pimpinan Produksi Teater Kamar Indonesia Naniek Imtihan Taufan. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Pimpinan Produksi Teater Kamar Indonesia Naniek Imtihan Taufan menjelaskan Hikayat Gajah Duduk digarap sekitar 6 bulan. Dia mengatakan pertunjukan Hikayat Gajah Duduk merupakan kritik terhadap kekuasaan yang serakah dan tidak peduli dengan kesejahteraan rakyat.

Karena rakyat muak kepada pemimpin yang serakah, maka mereka melakukan pemberontakan dan menggulingkan kekuasaan. "Makanya di adengan terakhir itu, seperti kejadian baru-baru ini. Bagaimana penjarahan terhadap pejabat. Itu terjadi karena muaknya masyarakat terhadap kekuasaan itu," kata Naniek.

Ketika seseorang diberikan amanah sebagai pemimpin, maka harus memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Ketika masyarakat tidak mendapatkan kesejahteraan, mereka akan berontak dan menggulingkan kekuasaan.

"Sakitnya masyarakat terkumpul, sehingga pada akhirnya terjadi fenomena yang terjadi akhir-akhir ini yang digambarkan pada adegan terakhir," tutur Naniek.

Kritik sosial dan kekuasaan sangat kental dalam naskah Hikayat Gajah Duduk. Kekuasaan yang sarkas, menutup mata dan telinga dari situasi rakyat sebagai penyanggah utama kekuasaan. Dalam teater Hikayat Gajah Duduk, seorang pemimpin bernama Kalangkabo yang duduk di singgasana mewahnya, menyembunyikan keserakahan.

Dia menutup rapat-rapat, bungkusan di kursi kekuasaannya agar baunya tidak menyebar. Dia sadar betul, banyak yang mengejar bungkusan itu. Perkara bungkusan inilah yang membuat seisi panggung berebut memburu dan mengungkapkannya. Perkara bungkusan, menghadirkan konflik dan konfrontasi terbuka antara Kalangkabo dengan rakyatnya. Perkara bungkusan melibatkan perseteruan Kalangkabo dengan rakyatnya, dengan pewarta hingga istrinya sendiri.

“Teater Kamar Indonesia sengaja mengangkat Naskah Hikayat Gajah, sebab akan selalu kontekstual dengan situasi. Sebab, perkara kekuasaan ini akan hidup hingga akhir zaman,” kata Naniek.

Hikayat Gajah Duduk yang juga pernah dimainkan oleh Teater Kamar Indonesia tahun 2006, kali ini tampil berbeda. Mengusung konsep eksperimentasi, Hikayat Gajah Duduk berkolaborasi apik dengan seni tradisi Kemidi Rudat Terengan, Tanjung Lombok Utara.

Konsep eksperimentasi dalam garapan Hikayat Gajah Duduk memasukan unsur-unsur Kemidi Rudat yang nota bene berbasis seni tradisi, diangkat ke atas panggung teater modern. Management Teater Kamar Indonesia mengajak seniman tradisi Rudat berkarya bersama dalam Hikayat Gajah Duduk.

“Dalam garapan Hikayat Gajah Duduk ini, kami melibatkan seniman tradisi berkarya bersama di panggung teater modern,” ujar Naniek.

Eksperimentasi seni tradisi dan modern ini terlihat dalam seluruh pertunjukan. Dari sisi, kostum, Hikayat Gajah Duduk menampilkan kolaborasi unsur-unsur Rudat di beberapa bagian. Seperti kaos kaki tinggi, selempang, tanda pangkat, topi tarbus serta impresi cara berpakaian para aktor.

Sedangkan dalam garapan musik dan ilustrasinya, didominasi oleh musik dan ilustrasi Kemidi Rudat. Demikian pula unsur gerak rampak tari rudat yang di sertakan untuk membuka maupun menutup beberapa adegan Hikayat Gajah Duduk. Dalam beberapa narasi bahkan dialog Hikayat Gajah Duduk juga, syair-syair rudat digunakan untuk mengikat dan menekankan kisah yang sedang dimainkan.

3. Angkat seni tradisi Rudat ke panggung teater modern

IMG_20251018_204223_162.jpg
Pentas teater Hikayat Gajah Duduk di Taman Budaya NTB, Sabtu (18/10/2025) malam. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Naniek menjelaskan eksperimentasi Hikayat Gajah Duduk, hadir sebagai bagian dari upaya untuk tetap melestarikan seni tradisi Kemidi Rudat Lombok sekaligus untuk menemukan bentuk baru, agar seni tradisi ini bisa diterima oleh publik secara umum melalui panggung teater modern.

“Kami ingin mengangkat seni tradisi agar bisa diterima oleh khalayak umum dengan menemukan bentuk baru dari sebuah pertunjukan eksperimentasi,” katanya.

Dalam pementasan ini, aktor-aktor dan aktris Teater Kamar Indonesia turut terlibat, di antaranya, Syahirul Alim yang juga sutradara pertunjukan ini, Murachiem, Kelly Jasmine Suntawe, Sumarta, Vino Sentanu, Zakiyudin dan didukung Nash Jauna.

Pertunjukan ini juga menampilkan Maestro Rudat, Zakaria dari Terengan Lombok Utara yang membawakan dengan apik, lantunan syair bergaya rudat yang diambil dari naskah Hikayat Gajah Duduk. Bagus Livianto sebagai penata lampu kawakan ikut turun gunung setelah cukup lama jeda di pencahayaan teater. Menampilkan pula penata artistik berbakat Akmal dan Penata Musik Badi Saputra.

Sebagaimana pertunjukan-pertunjukan lain Teater Kamar Indonesia selalu dibanjiri penonton. Jika pada pertunjukan Sandiwara Merah Jambu 1 tahun 2009, mencapai 1.200 penonton yang memaksa Teater Kamar Indonesia pentas selama 6 hari, maka Hikayat Gajah Duduk 2025 ini, diperkirakan akan kembali dibanjiri penonton. Hikayat Gajah Duduk diprediksi akan memecahkan rekor jumlah penonton selama 4 hari pertunjukan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us

Latest News NTB

See More

Warga Demo SPBU Rarang, Diduga karena Dilarang Beli BBM Solar

20 Okt 2025, 19:37 WIBNews