Alokasi DBHCHT NTB Rp162,9 Miliar Dinilai Tak Sesuai Ketentuan

Mataram, IDN Times - Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Pemprov NTB tahun 2025 sebesar Rp162,9 miliar dinilai tidak sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2024. Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB Ramli Ernanda mengatakan alokasi DBHCHT sebesar Rp162,9 miliar tidak sepenuhnya mengikuti prinsip dan proporsi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Temuan FITRA NTB, sekitar Rp 4,9 miliar atau 3 persen dari total DBHCHT tahun 2025 tidak terlacak penggunaannya dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB. Sementara, Pemprov NTB melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) mengklaim pengalokasian DBHCHT tetap berpedoman dengan PMK Nomor 74 Tahun 2024.
"Alokasi DBHCHT Provinsi NTB tahun 2025 tidak sesuai dengan ketentuan, terutama alokasi untuk bantuan bagi petani tembakau dan buruh tani tembakau. Hanya Rp2,4 miliar yang dialokasikan untuk iuran asuransi ketenagakerjaan dan kematian bagi 13 ribu orang," kata Ramli di Mataram, Rabu (15/10/2025).
1. Proporsi alokasi DBHCHT tak sesuai PMK

Ramli menjelaskan alokasi DBHCHT seharusnya fokus pada tiga bidang utama. Yaitu kesejahteraan masyarakat 50 persen, kesehatan 40 persen, dan penegakan hukum 10 persen. Namun dalam praktiknya, proporsi tersebut tidak terpenuhi sesuai dengan PMK.
Pihaknya menemukan sekitar 31,2 persen DBHCHT atau Rp50,9 miliar dikelola Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) NTB. Anggaran sebesar itu sebagian besar digunakan untuk pembangunan dan rehabilitasi embung serta irigasi, padahal bidang ini tidak termasuk prioritas utama sesuai PMK Nomor 74 Tahun 2024.
Sementara, Distanbun NTB mengelola DBHCHT sekitar 10,7 persen atau Rp 17,46 miliar. Menurut Ramli, besarannya tidak sejalan dengan alokasi ideal DBHCHT sebagaimana diatur dalam ketentuan.
Berdasarkan ketentuan, bidang kesejahteraan masyarakat harus mendapat porsi 50 persen dari total DBHCHT dengan fokus pada peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri hasil tembakau, peningkatan keterampilan kerja, serta program bantuan bagi petani tembakau dan buruh tani. Namun, proporsinya jauh berbeda.
2. Miliaran DBHCHT dipakai untuk honorarium dan perjalanan dinas

Berdasarkan hasil olahan data DPA OPD Pemprov NTB, kata Ramli, alokasi DBHCHT pada bidang kesehatan sebesar 49,6 persen atau sekitar Rp 80,78 miliar. Kemudian disusul bidang kesejahteraan masyarakat nonbantuan 42,3 persen Rp68,97 miliar, bidang kesejahteraan masyarakat bantuan sebesar 1,5 persen atau Rp 2,4 miliar dan bidang penegakan hukum 2,4 persen Rp3,87 miliar.
Sedangkan alokasi untuk kegiatan pendukung hanya 1,2 persen Rp2,02 miliar. FITRA NTB menemukan sebagian penggunaan DBHCHT tidak diarahkan pada kegiatan yang berkaitan langsung dengan sektor tembakau dan tenaga kerjanya. Malah, DBHCHT digunakan untuk belanja honorarium pegawai sebesar Rp682 juta, biaya perjalanan dinas Rp3,06 miliar, serta pengeluaran administrasi seperti ATK, percetakan, dan fotokopi sebesar Rp465,3 juta.
3. Pemprov NTB klaim alokasi DBHCHT sesuai PMK

Terpisah, Plt Kepala Distanbun NTB Muhammad Riadi mengatakan alokasi DBHCHT 2025 telah sesuai dengan PMK Nomor 74 Tahun 2024. Riadi menyebut alokasi DBHCHT untuk Distanbun NTB pada 2025 sekitar Rp9,5 miliar. Anggaran sebesar itu digunakan untuk pengadaan bantuan mesin rajang bagi petani tembakau.
"Teman-teman itu mengalokasikan pasti dia berpedoman pada PMK. Tidak mungkin kita Pemda keluar dari PMK. Coba dilihat di Bappeda, malah per bulan dia dievaluasi laporan penggunaan DBHCHT. Begitu tidak sesuai dengan PMK, transfernya nanti disetop sama Kementerian Keuangan," kata dia.
Disinggung mengenai alokasi DBHCHT untuk sektor pertanian yang dinilai kecil, Riadi mengatakan PMK Nomor 74 Tahun 2024 harus dilihat secara utuh. Dia mengatakan Pemda tetap taat pada regulasi yang mengatur terkait proporsi alokasi DBHCHT.
"Pemerintah daerah pasti berpedoman pada regulasi yang ada. Karena begitu kita tidak menjalankan regulasi pasti ditegur sama pemerintah pusat. Apalagi PMK ini dikawal betul sama pemerintah Pusat. Kita yakin penggunaanya sesuai aturan. Karena ada aturan main yang harus diikuti. Tidak berani teman teman keluar dari regulasi," tandasnya.