8 SMP di Kota Kupang Terpapar Pornografi dan Prostitusi Sesama Pelajar

- Awal mula dari perilaku asusila salah satu murid SMP hingga terbongkar adanya grup WhatsApp berbau asusila hingga prostitusi.
- Interaksi seksual dari grup WhatsApp hingga ada 15 anak terlibat aktivitas seksual dan adat yang dipidana 10 tahun.
- Dorongan utama bukan kebutuhan ekonomi, tapi karena belakang fatherless, broken home, dan kurangnya pemahaman diri dan agama.
Kupang, IDN Times - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang mengungkap 8 SMP telah terpapar kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE). KSBE ini berupa konten asusila atau pornografi hingga praktik prostitusi.
Kepala DP3A Kota Kupang, dr Marciana Halek, menyatakan 8 SMP ini ditangani sesuai laporan ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) per 2024. Pada 2025 ini pun 8 sekolah tersebut masih jadi perhatian.
"Ini keberanian dari pihak sekolah sendiri untuk mengungkap dan melapor indikasi dan kasus-kasus tersebut sehingga dapat kita tangani dan mengungkap fenomena gunung es ini," tukasnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (8/10/2025).
1. Awal mula temuan

Mulanya kasus ini terbongkar dari salah satu SMP yang menginformasikan perilaku asusila salah satu siswanya. Siswa ini menunjukkan kemaluannya pada lawan jenis saat pergantian pakaian untuk pelajaran olahraga. Dalam pemeriksaan, petugas UPTD PPA menemukan berbagai percakapan tidak senonoh dalam grup WhatsApp bernama Grup SMP Se-Kota Kupang.
Siswa dari hampir semua SMP di Kota Kupang, kata dia, ada di dalamnya hingga grup ini tidak mampu menampung lagi anggota baru. Percakapan anak-anak ini, kata dia, menggunakan gambar, stiker, bahasa yang berbau pornografi.
"Dari anak SMP ini dilakukan pengembangan dan 25 anak didampingi karena mereka terpapar konten ini. Namun anak-anak ini merasa hal yang mereka lakukan itu biasa dan tidak merasa itu salah," jelas dia.
Psikolog anak dan rohaniwan pun dilibatkan dalam pendampingan terhadap para pelajar ini untuk proses pemulihan. Orang tua mereka sendiri kaget dengan temuan ini.
"Orangtua perlu memperhatikan pergaulan anak di media sosial. Anak-anak ini kan tidak tahu dampaknya apa dan ini hampir semua sekolah dan yang kami tangani ada 8 sekolah," tukasnya.
2. Seorang pelajar dipidana

Kemudian dari grup itu terbentuk beberapa kelompok grup WA baru yang lebih sedikit anggotanya. Interaksi di grup baru ini lebih intens lagi terkait hal seksual berbasis elektronik. Mereka berpacaran dan saling mengirim foto atau video seksual lalu menjadi aktivitas langsung secara fisik hingga prostitusi.
"Dari sini menjadi eksploitasi seksual dan ekonomi antar anak-anak. Sekitar 15 anak dari 25 anak ini harus berada di rumah perlindungan anak. Mereka perlu pemulihan lebih lanjut dan sakit secara fisik akibat hubungan seksual yang tidak sehat," sebut dia.
Salah satu pelaku anak yang berasal dari salah satu SMP telah melalui proses peradilan. Ia divonis pidana 10 tahun. Ia bersama teman-temannya menjual beberapa teman-teman mereka lagi.
Pelajar kelas 3 SMP ini memperoleh keuntungan setiap kali transaksi. Untuk transaksi sekitar Rp500 ribu, ia menarik untung Rp50 ribu. Transaksi di atas Rp500 ribu akan diambil untung Rp100 ribu.
"Sudah dihukum 10 tahun. Kasusnya 2024 dan putusannya baru bulan lalu," tambah dia.
Beberapa temuan mereka, pasangan anak-anak yang berpacaran ini pun ada yang merupakan penyuka semasa jenis dan menjual pacar mereka ke pasangan lain.
3. Akibat fatherless dan broken home

Penyebab perilaku para pelajar ini, kata dia, dorongan utamanya bukanlah kebutuhan ekonomi tapi karena ingin punya ikatan untuk berteman. Latar belakang anak-anak yang adalah fatherless, broken home, dan kurangnya pemahaman akan diri sendiri dan agama yang membuat mereka tak punya batasan lagi dengan sesama mereka.
"Itu paling tinggi, karena mereka kehilangan figur bapak di rumah, mendapat kekerasan, dan rumah tidak lagi menjadi tempat pulangnya mereka sehingga mereka bercerita apapun ke circle ke mereka di luar," sebutnya.
Pemulihan baik terhadap fisik dan mental 15 anak-anak ini dilakukan kurang lebih 2 bulan hingga akhirnya dapat dipulangkan.
Perkembangan pesat teknologi saat ini, ungkap Marciana, tentunya menjadi tantangan besar. Ia meminta keterlibatan semua pihak dalam mencegah anak berperilaku menyimpang sejak dari rumah.
"Ini jadi tugas besar, bukan saja bagi kami di sini tapi untuk kita semua di Kota Kupang termasuk orang tua," sebutnya.
4. Langkah preventif

Langkah preventif akan lebih masif lagi dilakukan. Ia akan mengoptimalkan lagi monitoring dan evaluasi semua satgas di tingkat lurah hingga instansi. Rencananya, mereka juga akan membuat aplikasi untuk memudahkan masyarakat melapor atau sosialisasi.
"Sehingga kita tidak jadi 'pemadam kebakaran' tapi mencegah ini terjadi," tambah dia.
Sementara grup WhatsApp anak-anak yang terindikasi kekerasan seksual telah ditangani juga. Mereka mengumpulkan admin grup tersebut bersama orang tua mereka saat tim mereka turun ke 8 sekolah tersebut.
"Grup itu dibubarkan, dihapus dan atas izin mereka dan orang tua kami memeriksa grup mereka," sebut dia.
Pada 2024 ada 25 anak yang didampingi di rumah perlindungan dari total 45 kasus kekerasan seksual di UPTD PPA. Jenis kekerasan seksual ini ada berbagai macam jenis. Sementara pada 2025 ini, UPTD PPA mendapat 51 kasus kekerasan seksual.
Ia juga menyebut dari data Sistem Informasi Online (Simfoni) PPA diketahui pada 2024 terjadi 185 kasus kekerasan pada perempuan dan 174 kasus terhadap anak di Kota Kupang. Sementara di 2025 ada 56 kasus di Kota Kupang. Data Simfoni ini diinput oleh Polresta Kupang Kota, Rumah Harapan GMIT dan LBH Apik selaku mitra, bukan dari UPTD PPA saja.