200 Hektare Tanaman Padi di NTB Gagal Panen Akibat Kekeringan

Mataram, IDN Times - Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB mencatat seluas 200 hektare lahan padi mengalami gagal panen akibat kekeringan. Meski demikian, stok pangan di NTB dijamin aman karena produksi padi telah mendekati target 2024.
Kepala Distanbun Provinsi NTB Muhammad Taufieq Hidayat, Kamis (17/10/2024) menyebutkan produksi padi di NTB sejak Januari hingga September 2024 telah mencapai 1,262 juta ton gabah kering giling (GKG).
"Seluas 200 hektare gagal panen, tetapi ada perluasan areal tanam sekitar 37 ribu hektare," kata Taufieq.
1. Target produksi padi di NTB 1,4 juta ton

Taufieq menyebut target produksi padi di NTB pada 2024 sebanyak 1,4 juta ton GKG. Hingga akhir September 2024, produksi padi di NTB telah mencapai 1,262 juta ton GKG atau setara 962 ribu ton beras.
"Kita mengejar target nasional sebanyak 1,4 juta ton GKG. Masih kurang 151 ribu ton saja. Luas areal panen kita tahun ini 242 ribu hektare, tahun kemarin 282 ribu hektare," jelasnya.
2. Dapat tambahan areal tanam 54 ribu hektare

Taufieq menambahkan bahwa Kementerian Pertanian (Kementan) menambah perluasan areal tanam (PAT) padi tahun 2024 di NTB seluas 54 ribu hektare. Hingga saat ini, capaiannya sebesar 70 persen atau 37 ribu hektare.
Sehingga, meskipun terjadi gagal panen seluas 200 hektare, target produksi padi di NTB diyakini tak berpengaruh signifikan.
"Sekarang kita ada program perluasan areal tanam. Sehingga, betul terjadi kekeringan tetapi tidak terlalu signifikan terhadap produksi padi kita," jelasnya.
3. Produksi surplus tapi impor beras

Dari sisi produksi, NTB mengalami surplus beras. Tetapi kadang-kadang, NTB mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam daerah seperti beberapa waktu lalu. Menurut Taufieq, tata niaga beras di NTB masih menjadi persoalan.
Untuk itu, dia mengusulkan dibuat Perda menindaklanjuti UU No.18 Tahun 2002 tentang Pangan. Dalam UU tersebut, untuk menjaga cadangan pangan pemerintah, bisa memberikan penugasan kepada BUMDes dan BUMD untuk menyerap produksi padi petani.
"Kalau bisa menyerap kebutuhan sampai empat bulan kedepan maka stok pangan akan aman. Sehingga stok pangan ada di tingkat rumah tangga, desa, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. Sehingga kedepan kita tak lagi impor beras. BUMDes bisa menggunakan dana desa. Dia menyerap gabah petani," tandasnya.