Walhi Kritik Keras: Program Pemilahan Sampah NTB Hanya Pencitraan

Mataram, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB menilai pemerintah daerah belum serius dalam penanganan sampah. Padahal, sampah sudah menjadi ancaman nyata.
WALHI NTB pesimis target nol emisi atau net zero emission (NZE) yang dicanangkan Pemprov NTB tidak dapat terwujud pada 2050. Pemprov NTB menargetkan NZE dapat terwujud pada 2050, sepuluh tahun lebih awal dari target nasional pada 2060.
"Kita sebagai entitas gerakan lingkungan memberikan atensi untuk pemerintah ini, sebenarnya kalau mau mengaplikasikan prinsip pengelolaan sampah yang Reduce, Reuse, Recycle (3R) itu harus dibarengi dengan adanya industri pengolahan sampah," kata Direktur WALHI NTB Amri Nuryadin dikonfirmasi IDN Times, Sabtu (26/7/2025).
1. Pemerintah daerah belum serius membangun industri pengolahan sampah

Dia mengatakan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R akan bisa diimplementasikan apabila ada industri pengolahan sampah. Dia melihat di NTB, saat ini belum ada industri pengolahan sampah yang dibangun dan diseriusi oleh pemerintah daerah.
Menurutnya, program pemilahan sampah yang dicanangkan pemerintah daerah tidak akan terimplementasikan dengan baik jika industri pengolahannya belum. Ujung-ujungnya, sampah yang sudah dipilah dibuang dan ditumpuk lagi ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
"Misalnya sekarang pemilahan sampah. Habis dipilah mau diapain. Kan tidak ada industri pengolahannya. Itu yang tidak dikedepankan pemerintah. Program pemilahan sampah itu hanya sebagai pencitraan saja akhirnya. Mencitrakan bahwa ada gerakan pemilahan sampah. Setelah dipilah ditumpuk lagi, sama saja," katanya.
Dia menyatakan prinsip pengelolaan sampah 3R tidak terimplementasikan di NTB. Jika pengelolaan sampah 3R diimplementasikan maka akan terjadi pengurangan sampah yang signifikan di NTB.
2. Sulit mencapai target NZE 2050

Berdasarkan data Pemprov NTB dalam enam tahun terakhir, proyeksi produksi sampah di atas 800 ton per hari. Sementara sampah yang terkelola antara 35-39 persen. Pada 2019, proyeksi harian sampah di NTB sebanyak 823,15 ton per hari, rata-rata penanganan sampah 325,45 ton per hari dengan persentase sampah terkelola sebesar 39,54 persen.
Tahun 2020, proyeksi harian sampah di NTB sebanyak 832,49 ton per hari, rata-rata penanganan sampah 301,36 ton per hari dengan persentase sampah terkelola sebesar 36,20 persen. Tahun 2021, proyeksi harian sampah di NTB sebanyak 841,95 ton per hari, rata-rata penanganan sampah 298,20 ton per hari dengan persentase sampah terkelola sebesar 35,42 persen.
Tahun 2022, proyeksi harian sampah di NTB sebanyak 851,53 ton per hari, rata-rata penanganan sampah 310 ton per hari dengan persentase sampah terkelola sebesar 36,41 persen. Tahun 2023, proyeksi harian sampah di NTB sebanyak 860,42 ton per hari, rata-rata penanganan sampah 314,20 ton per hari dengan persentase sampah terkelola sebesar 36,52 persen.
Sedangkan tahun 2024, proyeksi harian sampah di NTB sebanyak 871,07 ton per hari, rata-rata penanganan sampah 316,35 ton per hari dengan persentase sampah terkelola sebesar 36,32 persen.
Amri mengatakan jika pemerintah tidak dapat mengelola sampah dengan baik maka target NZE NTB pada 2050 akan sulit tercapai. Karena dia melihat produksi sampah terus meningkat setiap tahun.
"Jangan sampai kita dianggap daerah seribu masjid dan sejuta wisatawan, tapi juga pulau beribu-ribu ton sampah karena sampah tidak dikelola dengan baik. Nanti semua tempat menjadi TPA. Ancamannya kedepan sangat luar biasa terutama sampah plastik," ucapnya.
Bahkan, Amri membeberkan data hasil penelitian yang dilakukan terkait tingkat pencemaran mikroplastik di sungai yang berada di Kota Mataram. Dari 100 liter air, terdapat 28 mikroplastik.
"Itu artinya bahwa pengelolaan sampah kita hari ini, pencanangan pemilahan sampah yang dilakukan pemerintah itu tidak berdampak," terangnya.
Amri mengatakan apabila ada industri pengolahan sampah maka program pemilahan sampah akan efektif dan berdampak signifikan. "Kalau sampah dipilah, kemudian diolah ada industri yang mengolahnya maka itu akan menjadi signifikan pengurangan sampah di NTB," ujarnya.
3. NTB darurat sampah

Penjabat Sekda NTB Lalu Moh. Faozal mengatakan NTB dalam kondisi darurat sampah. Penetapan NTB Darurat Sampah karena Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok di Lombok Barat sudah overload.
Dengan ditetapkannya NTB Darurat Sampah, maka akan mempercepat penanganan dalam jangka pendek dan menengah terutama penanganan sampah di Kota Mataram dan Lombok Barat. Penetapan status NTB Darurat Sampah juga akan mempermudah dari sisi keberpihakan anggaran untuk penanganan masalah sampah. Begitu juga terkait pemanfaatan TPA sementara di luar TPA Regional Kebon Kongok.
Sebelumnya, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal menemui Menteri Koordinator (Menko) Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) membahas sejumlah pembangunan strategis. Salah satu yang dibahas terkait persoalan penanganan sampah.
Iqbal menyampaikan kepada Menko AHY supaya memasukkan NTB dalam daftar daerah yang mendapatkan prioritas untuk pengolahan sampah menjadi energi di dalam Perpres 35 tahun 2018. Di dalamnya mengatur mengenai harga beli listrik PLN dan subsidi dari pemerintah terkait tipping fee sampah.
Dalam Perpres 35 tahun 2018 terkait daerah yang mendapat dukungan pusat dalam pengolahan sampah hanya ada 12 daerah. Yaitu Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Palembang, dan Manado.
Pada 16 Juni lalu, Gubernur Iqbal menerima audiensi General Manager PLN Unit Induk Wilayah (UIW) NTB. Pertemuan tersebut membahas tentang pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di NTB. Iqbal mengatakan pengembangan EBT ini terkait dengan proyeksi kelistrikan di NTB kedepan.
Karena kepentingan pemerintah untuk mensingkronkan program dengan sudah deklarasinya dalam mewujudkan zero emision 2050. Dijelaskan, saat melakukan pertemuan dengan Menteri ESDM salah satu pembahasan terkait waste energy.
Mengingat NTB merupakan daerah pariwisata, tentunya harus zero waste (bebas sampah). Untuk itu, dia berharap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) bisa masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) kedepan agar menjadi dasar hukum dalam mendorong waste energy di NTB.
Sementara itu, General Manager PLN UIW NTB Sri Heny Purwanti mendukung keinginan gubernur dalam mewujudkan PLTSa di NTB agar masuk dalam RUPTL 2025-2030 karena ini belum ada di NTB. "Nanti kita akan koordinasikan dengan kementerian-kementerian terkait agar PLTSA ada di NTB," kata Sri.