Rayuan Maut Tekong Penyebab Maraknya Pengiriman PMI Ilegal di NTB

Mataram, IDN Times - Pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal atau non-prosedural ke luar negeri masih menjadi pekerjaan rumah (PR) di Nusa Tenggara Barat (NTB). Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB Baiq Nelly Yuniarti mengatakan hambatan dalam pelaksanaan perlindungan PMI di NTB karena masih banyaknya tekong atau calo.
Para tekong biasanya turun ke desa-desa untuk merayu masyarakat berangkat bekerja ke luar negeri dengan mudah dan cepat.
"Masih banyak calo atau sponsor, ini yang sulit sekali kami berantas. Karena banyak sekali rayuan-rayuan maut terutama untuk saudara kita di desa," kata Nelly pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Peran P3MI Dalam Tata Kelola Penempatan PMI yang Berkelanjutan di NTB, Selasa (29/7/2025).
1. Ratusan PMI bermasalah asal NTB dipulangkan

Nelly menyebutkan ada ratusan kasus pemulangan PMI bermasalah atau ilegal yang dipulangkan ke NTB. Pada 2024, sebanyak 539 PMI asal NTB yang dideportasi dari luar negeri, dan 233 PMI nonprosedural yang dicegah pemberangkatannya ke luar negeri.
Kemudian sampai pertengahan 2025, sebanyak 198 PMI asal NTB yang dideportasi dari luar negeri. Selain itu, sebanyak 94 PMI ilegal asal NTB yang berhasil dicegah pemberangkatannya ke luar negeri.
Nelly mengungkapkan pihaknya telah melakukan sosialisasi lewat media sosial supaya masyarakat jangan mudah terbujuk rayuan para calo. Tetapi, masyarakat di pedesaan tidak semua menggunakan media sosial.
"Sehingga kami butuh satu teman-teman di Dinas Tenaga Kerja kabupaten/kota dan kerjasama dengan P3MI untuk mengurangi yang PMI ilegal-ilegal itu dengan hadirnya di desa. Kami juga mulai merilis perusahaan-perusahaan yang merekrut. Supaya masyarakat tahu perusahaan yang melakukan rekrutmen," jelas Nelly.
2. Pentingnya pelibatan pemerintah daerah hingga desa untuk melakukan pengawasan

Sementara, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) berkomitmen untuk mencegah pengiriman PMI secara non-prosedural atau ilegal. Langkah ini dilakukan demi melindungi hak-hak para pekerja migran dan mencegah mereka menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Direktur Jenderal Penempatan Kementerian P2MI, Ahnas menjelaskan bahwa pihaknya sedang fokus melakukan pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola penempatan PMI di seluruh Indonesia, termasuk NTB. Hal ini mencakup penataan regulasi, penguatan sistem pengawasan, dan peningkatan sinergi antar lembaga.
“Dulu kita (Kementerian P2MI) bagian dari lembaga penempatan, sekarang dengan hadirnya Kementerian Pelindungan PMI, tata kelola kita atur langsung dan lebih kuat," kata Ahnas.
Dia menekankan pentingnya pelibatan pemerintah daerah, mulai dari provinsi hingga desa, dalam sistem pengawasan dan pelayanan PMI. Selain itu, lembaga penempatan seperti P3MI juga menjadi perhatian. Dimana, harus dilakukan proses akreditasi lembaga dan sertifikasi terhadap petugasnya.
“Kita ingin memastikan semua lembaga penempatan berjalan sesuai aturan. P3MI kita awasi dan tata agar tidak ada lagi penggunaan tekong atau perantara ilegal,” tegasnya.
3. Tekong jadi celah utama pengiriman PMI ilegal

Dia mengatakan keberadaan tekong atau calo sering menjadi celah utama dalam pengiriman PMI ilegal. Mereka menyalurkan pekerja migran melalui jalur-jalur tikus seperti di Nunukan Kalimantan Barat dan Batam secara ilegal melalui jalur tikus. Sehingga sangat membahayakan para pekerja migran.
Untuk mencegah itu, pihaknya telah mengembangkan Sistem Komputerisasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKO P2MI). Platform digital ini mengintegrasikan proses penempatan PMI dari awal hingga akhir. Melalui sistem ini, pemantauan dan pengawasan pekerja migran bisa lebih efektif, mulai dari penerbitan job order, proses rekrutmen, hingga penempatan di negara tujuan.
“Dengan sistem ini, seharusnya pelanggaran tidak terjadi. Jika ada pelanggaran, biasanya dilakukan oleh oknum di luar sistem resmi,” ungkapnya.
Dia menambahkan salah satu tantangan yang masih dihadapi terkait persepsi masyarakat bahwa proses penempatan PMI secara prosedural rumit dan memakan waktu lama. Ahnas menegaskan bahwa proses yang benar memang memerlukan waktu demi perlindungan maksimal bagi para calon pekerja migran.
“Proses tidak bisa instan, tapi pelayanan harus mudah dan tidak berbelit-belit. Kita pastikan pelayanan cepat dan biaya terjangkau,” ungkapnya.
Dia mengimbau masyarakat agar selalu menggunakan jalur resmi dan tidak tergiur tawaran kerja ke luar negeri melalui jalur tidak jelas. Ahnas mendorong calon PMI untuk bertanya dan berkonsultasi ke lembaga resmi seperti BP3MI, dinas tenaga kerja, atau pemerintah desa setempat.
“Pastikan penempatan kerja ke luar negeri dilakukan secara prosedural, aman, dan terdokumentasi. Jangan sampai menjadi korban perdagangan orang hanya karena tergiur janji manis oknum tak bertanggung jawab,” ujarnya mengingatkan.