Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

PDAM Mati Total, Ribuan Warga Kota Bima Terdampak Krisis Air Bersih

Foto jajaran BPBD Kota Bima saat suplai air bersih di Kelurahan Tanjung Kota Bima (Dok/BPBD Kota Bima)

Kota Bima, IDN Times - Ribuan warga Kelurahan Paruga, Kecamatan Rasana'e Barat Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terdampak krisis air bersih. Hal ini lantaran pelayanan Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) mati total sejak lima tahun silam.

Warga terpaksa menggunakan air sumur yang asin dan bau untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan, mereka terpaksa merogoh kocek membeli air untuk kebutuhan minum dan memasak.

1. Lima tahun sudah warga kesulitan air bersih

Ilustrasi kekeringan (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Ketua RT 17 Lingkungan Sarata, Mahani mengatakan, memang beberapa tahun terakhir layanan PDAM sudah tidak lagi berfungsi. Kondisi tersebut akibat tidak ada inisiatif pemerintah untuk perbaikan.

"Sudah lima tahun mungkin layanan PDAM ini mati total. Sejak itu pula warga di sini kesulitan air. Di Sarata ini ada dua RT, dengan jumlah penduduk mencapai ribuan. Semuanya terdampak krisis air," kata Mahani dikonfirmasi, Kamis (21/9/2023).

Selama ini, warga terpaksa beli air yang dijual di luar kompleks. Dengan kondisi itu, secara otomatis pengeluaran warga bertambah untuk membeli air. Ia dan warga lainnya pun harus merogoh kocek hingga beberapa kali lipat dari biasanya mereka membayar air bulanan di PDAM.

2. Butuh Rp150 ribu per bulan untuk beli air

Ilustrasi menerima uang tunai. (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Menurut Mahani, harga satu tangki atau tandon berukuran 250 liter air bersih yang dipatok para penjual yakni Rp75.000. Itu hanya untuk kebutuhan selama dua pekan.

"Air ini hanya keperluan memasak dan minum. Kalau dihitung-hitung kita habiskan Rp150.000 per bulannya untuk kebutuhan air," keluhnya.

Selama ini warganya sering meminta untuk mencarikan solusi agar mendapatkan sumber mata air yang memadai. Namun krisis air yang terjadi sudah berlangsung cukup lama itu tak kunjung mendapat perhatian dari pemerintah.

"Sudah sering kita sampaikan ke Pemkot. Setiap kita datang mengadu, mereka bilang siap bantu. Tahun ke tahun begitu aja jawabannya. Tapi sampai dengan saat ini gak ada kepastian," terang ibu satu anak ini.

3. Tak diperhatikan Pemkot Bima

Foto Kantor PDAM Bima (IDN Times/Juliadin)

Hal senada juga diutarakan warga lain, Astri (36). Ibu rumah tangga ini mengaku, krisis air bersih dialami warga sekitar terjadi sejak layanan PDAM tak berfungsi dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut Astri, tak berfungsinya layanan perusahaan daerah itu membuat warga menggunakan air sumur. Selain rasanya asin, air di sumur warga tersebut berbau dan berwarna coklat.

Karena tak ada pilihan lain, Astri dan warga lain tak peduli dengan kondisi air yang tak layak digunakan itu. Namun demikian, air sumur yang mereka gunakan itu hanya untuk keperluan harian seperti mencuci, mandi dan keperluan WC.

"Sumur di sini tidak bisa dimanfaatkan untuk konsumsi karena asin. Apalagi saat musim kemarau, airnya berwarna coklat dan berbau. Jangankan untuk minum dan memasak, buat cuci aja sebenarnya tidak layak. Kalau dipakai buat masak, nasinya kekuningan," ucapnya.

Sedangkan untuk kebutuhan konsumsi, lanjut Astri, warga harus membeli air bersih yang dijual beberapa warga di luar kawasan kompleks. Ibu empat anak ini mengatakan, warga membeli air itu karena di permukiman mereka tak memiliki sumber mata air yang memadai. 

Sementara air sumur di rumah warga tidak bisa digunakan untuk dikonsumsi. Sebab, air di lingkungan sekitar terasa asin akibat imbas laut. Meski begitu, hingga saat ini belum ada bantuan pemerintah untuk pengadaan air bersih khusus bagi warga yang tinggal dalam perkampungan tersebut.

"Kalau pun ada bantuan dari BPBD hanya yang didepan jalan raya. Sementara dalam perkampungan seperti kita ini tak kebagian," tuturnya.

Menurut dia, warga sudah berulangkali mendatangi kantor BPBD. Namun persoalan layanan PDAM itu tidak pernah dituntaskan.

"Bayangkan krisis air ini sudah bertahun-tahun lamanya, tapi hingga saat ini belum ada perhatian dari pemerintah,"pungkasnya.

Bagian Penagihan PDAM Bima, Darmawan yang dikonfirmasi tak menampik krisis air di Kelurahan Paruga. Hal itu lantaran kondisi PDAM dalam beberapa tahun terakhir diterpa masalah kekurangan biaya operasional.

"Bukan hanya kekurangan biaya operasional, gaji kami 29 bulan belum juga dibayar oleh Direktur PDAM Bima. Mana mungkin kami bisa penuhi kekurangan air yang ada saat ini," kata dia ditemui di kantor PDAM Bima, Kamis (21/9/2023).

Menurut Darmawan, selain di Kelurahan Paruga, kekurangan air juga terjadi di belasan titik di Kota Bima. Sementara yang masih berjalan hanya terhitung pada beberapa titik saja.

"Sisa beberapa titik yang airnya masih berjalan," tandasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Juliadin JD
Linggauni
Juliadin JD
EditorJuliadin JD
Linggauni
EditorLinggauni
Follow Us