ITDC Ajukan PK, Pengadilan Tunda Eksekusi Hotel Pullman di Mandalika

ITDC klaim punya bukti-bukti baru

Lombok Tengah, IDN Times - Pengadilan Negeri (PN) Praya Lombok Tengah menunda eksekusi Hotel Pullman. Penundaan tersebut dengan pertimbangan PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan PK yang mengabulkan permohonan Umar.

ITDC mengapresiasi keluarnya penetapan penundaan eksekusi Hotel Pullman oleh PN Praya. Penetapan penundaan eksekusi ini diterbitkan saat pelaksanaan proses aanmaning di PN Praya, Kamis (17/2/2022) lalu.

1. Eksekusi belum dapat dilakukan

ITDC Ajukan PK, Pengadilan Tunda Eksekusi Hotel Pullman di MandalikaVila di Hotel Pullman Mandalika (Dok. Humas ITDC)

Vice President Legal and Risk Management ITDC Yudhistira Setiawan mengapresiasi terbitnya penetapan penundaan eksekusi yang dikeluarkan oleh PN Praya. Dengan adanya penetapan ini berarti, eksekusi terhadap obyek perkara belum dapat dilakukan sampai dengan adanya putusan dalam perkara permohonan PK kedua dari MA.

"Kami meminta agar seluruh pihak menghormati proses hukum yang masih berjalan dan tidak melakukan aksi atau menyebarkan narasi yang dapat mencederai proses hukum yang tengah berlangsung," kata Yudhistira dalam keterangan yang diterima IDN Times, Senin (21/2/2022).

Baca Juga: Sengketa Lahan Hotel Pullman, Gubernur Minta Tunggu Putusan PK Kedua 

2. ITDC klaim punya bukti baru

ITDC Ajukan PK, Pengadilan Tunda Eksekusi Hotel Pullman di MandalikaIlustrasi

Pada tanggal 30 Desember 2021, ITDC telah mengajukan PK kedua atas Putusan PK dari MA RI yang mengabulkan permohonan PK Umar. Adapun pertimbangan hukum ITDC dalam mengajukan PK kedua dalam perkara ini adalah karena pada lahan yang menjadi obyek sengketa antara ITDC dan Umar, terdapat dua putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht). Keduanya saling bertentangan satu dengan yang lainnya.

Sedangkan alasan lainnya karena ITDC juga memiliki bukti-bukti baru (novum) yang belum pernah diperiksa dalam persidangan perkara dimaksud. Terlepas dari itu, ITDC memastikan operasional Hotel Pullman tetap berjalan dengan normal selama proses hukum berlangsung.

3. Perjalanan sengketa lahan antara ITDC dan Umar

ITDC Ajukan PK, Pengadilan Tunda Eksekusi Hotel Pullman di MandalikaIlustrasi palu pengadilan. (Pixabay.com/MiamiAccidentLawyer)

Pada 2020, Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejati NTB memenangkan gugatan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) 73 KEK Mandalika di tingkat kasasi. Pengelolaan lahan PT. ITDC atas tanah seluas 5,99 hektare dinyatakan sah.

Kasasi itu tercantum dalam putusan nomor 1570.k/pdt/2020 tertanggal 21 Juli 2020. Majelis hakim kasasi diketuai Dr. Yakup Ginting didampingi hakim anggota Dr. Muhammad Yunus Wahab dan Dr. H. Sunarto.

Umar sebelumnya menggugat lahan di area Hak Pengelolaan Lahan (HPL) 73 KEK Mandalika. Umar menggugat PT ITDC, BPN Lombok Tengah, Kanwil BPN NTB, BPN RI, Hotel Pullman Lot H4, Hotel Royal Tulip Lot H5, dan Paramount Lombok Resort and Residence.

Dalam gugatannya, Umar meminta pengadilan menyatakan objek sengketa merupakan sah miliknya. Serta menyatakan para tergugat menguasai lahan dengan cara melawan hukum. Karena Umar merasa tidak pernah melakukan jual beli, menukar, menghibahkan atau menerima ganti rugi dari PT ITDC. PT ITDC melalui JPN Kejati NTB melakukan gugatan rekonvensi.

Dalam putusan kasasinya, majelis hakim kasasi mengabulkan kasasi PT. ITDC dan BPN yang diwakili JPN Kejati NTB. Sekaligus membatalkan putusan banding Pengadilan Tinggi NTB yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Praya.

Majelis hakim menyatakan seluruh dokumen, surat-surat, dan akta yang dibuat, ditandatangani, dan dipakai Umar untuk mensertifikatkan tanah objek sengketa tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga hakim menyatakan objek sengketa adalah sah milik PT ITDC.

Hal itu berdasarkan sertifikat HPL No73 tertanggal 25 Agustus 2010. Sebaliknya, buku tanah atas nama Umar dengan No.889 surat ukur 13 Januari 2005 seluas 59.900 m2 tidak punya kekuatan hukum mengikat.

Di pengadilan tingkat pertama, yaitu Pengadilan Negeri Praya mengabulkan gugatan penggugat rekonvensi dalam hal ini PT ITDC. Antara lain menyatakan dokumen dan akta tanah milik Umar tidak punya kekuatan hukum.

Kemudian menyatakan sah objek sengketa milik PT. ITDC pada HPL 73 dengan luas 1.225.250 m2 atas nama PT Pengembangan Pariwisata Bali. Serta menyatakan buku tanah 889 seluas 59.900 m2 dan buku tanah 626 seluas 30.100 m2 atas nama Umar tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Atas putusan tersebut Umar menyatakan banding. Pengadilan Tinggi NTB kemudian memutus perkara banding pada 1 Agustus 2019. Amar putusannya antara lain menerima banding Umar dan membatalkan putusan PN Praya.

Selanjutnya majelis hakim banding menyatakan PT. ITDC menguasai lahan pada HPL 73 itu secara melawan hukum. Objek tanah sengketa itu dikuasai PT. ITDC tanpa melalui proses pengalihan hak sehingga merugikan Umar. Kemudian menyatakan sertifikat HPL 73 milik PT ITDC tidak memiliki kekuatan hukum. Selanjutnya ITDC melakukan kasasi.

Baca Juga: Konflik Sengketa Hotel Pullman Masih Bergulir Panjang

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya