Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kemenag NTB Kawal PMA, Rayuan dan Siulan Masuk Kekerasan Seksual

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Mataram, IDN Times - Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi NTB mengawal implementasi Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.

Dalam PMA yang ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022 itu, menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau siulan yang bernuansa seksual pada korban masuk kategori kekerasan seksual. Termasuk juga menatap korban dengan nuansa seksual sehingga membuat tidak nyaman.

"Saya kira ini juga harus dikawal. Karena hari ini tidak lagi kita dengan pola lama," kata Pelaksana Tugas Kepala Kanwil Kemenag Provinsi NTB Zamroni Aziz dikonfirmasi di Mataram, Sabtu (22/10/2022).

1. Guru dan murid adalah mitra

Kepala Kanwil Kemenag NTB Zamroni Aziz. (dok. Kemenag Lombok Timur)

Zamroni mengatakan saat ini pola interaksi antara guru dan murid di lembaga pendidikan adalah mitra. Artinya, bagaimana membina anak-anak murid supaya interaksinya seperti dalam keluarga.

"Ada Peraturan Menteri Agama dan kami akan sosialisasikan ke bawah. Kami selalu mengimbau apalagi sudah ada Peraturan Menteri Agama, kepada seluruh lembaga pendidikan baik ponpes dan madrasah untuk mengikuti aturan yang ada," ucapnya.

2. 16 klasifikasi kekerasan seksual

Aktivitas santri salah satu Ponpes foto diambil sebelum COVID-19 (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Dilansir laman Kementerian Agama, Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie menjelaskan PMA ini mengatur tentang upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan pada Kementerian Agama. Satuan Pendidikan itu mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.

PMA ini terdiri atas tujuh Bab, yaitu ketentuan umum; bentuk kekerasan seksual; pencegahan; penanganan; pelaporan, pemantauan, dan evaluasi; sanksi; dan ketentuan penutup. Total ada 20 pasal. PMA ini, mengatur bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Setidaknya, ada 16 klasifikasi bentuk kekerasan seksual, termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban. Seperti menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau siulan yang bernuansa seksual pada korban masuk kategori kekerasan seksual.

3. Hal-hal yang diatur dalam PMA No.73 Tahun 2022

Ilustrasi hukum (Dok: ist)

Sebagai upaya pencegahan, PMA ini mengatur satuan Pendidikan antara lain harus melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi. Satuan pendidikan dapat berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat, dan orang tua peserta didik.

Terkait penanganan, PMA ini mengatur tentang pelaporan, pelindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban. Mengenai sanksi, PMA ini mengatur bahwa pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi.

Dengan terbitnya PMA ini, Kementerian Agama akan segera menyusun sejumlah aturan teknis, baik dalam bentuk Keputusan Menteri Agama (KMA), pedoman, atau SOP, agar peraturan ini bisa segera dapat diterapkan secara efektif. PMA ini akan menjadi panduan bersama seluruh stakeholders satuan pendidikan Kementerian Agama dalam upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni
Muhammad Nasir
Linggauni
EditorLinggauni
Follow Us