Dipandang Sebelah Mata, Ada 43 Penyintas HIV/Aids di Kota Bima

Kota Bima, IDN Times - Temuan kasus penderita HIV/Aids di Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dari tahun ke tahun terus bertambah. Hingga tahun 2023 ini, tercatat ada sebanyak 43 warga dilaporkan terpapar penyakit itu. Mereka juga kerap dipandang sebelah mata dan mendapatkan diskriminasi di tengah masyarakat.
Dari 43 orang, dua di antaranya meninggal dunia. Mereka merupakan pasien di bawah pantauan tenaga kesehatan (Nakes) Puskesmas Kumbe dan Puskesmas Paruga.
"Satu pasien ini meninggal dunia karena tidak mau berobat. Sementara satunya rutin minum obat, dia memang meninggal karena kondisinya parah," kata Kabid P3PL Dinas Kesehatan (Dikes) Kota Bima, Hj Fitriani, Jumat (8/12/2023).
1. Sering dapat perlakuan diskriminasi

Menurut Fitriani, keberadaan penderita HIV dan Aids di Kota Bima masih dianggap jadi momok yang menakutkan oleh masyarakat. Tidak jarang mereka dijauhi saat hendak berinteraksi di tengah lingkaran masyarakat, karena dikhawatirkan menularkan penyakit HIV dan Aids.
Padahal menurut Fitriani virus HIV dan Aids ini tidak mudah ditularkan melalui udara seperti virus TBC dan lainnya. Penularan virus ini hanya pada tubuh saat berhubungan badan, menggunakan jarum suntik yang sama dan melalui air susu ibu (ASI).
"Mengenai stigma buruk masyarakat soal penderita HIV juga sedang kami upayakan. Kami terus mengedukasi masyarakat melalui sosialisasi terkait ini," bebernya.
Selain sosialisasi untuk menekan stigma dan diskriminasi penderita HIV di lingkungan masyarakat, Dikes juga menggandeng puskesmas melakukan upaya pencegahan dini HIV/Aids. Misalnya sosialisasi ke SMA, kampus hingga lembaga pemerintahan.
2. Serang usia produktif hingga Lansia

Fitriani mengatakan, penderita HIV dan Aids merupakan warga dengan usia mulai 20 tahun hingga 50 tahun yang sudah berumah tangga. Bahkan dalam satu pasangan suami-istri, keduanya terdeteksi terpapar HIV.
"Pasangan suami istri positif HIV, saat itu kondisi istrinya hamil. Tapi Alhamdulillah, bayi yang dilahirkan tidak ketularan penyakit orang tuanya," terang dia.
Selama proses pertumbuhan bayi tersebut, pihaknya telah menganjurkan orang tua agar membeli susu formula. Tidak memberikan ASI, karena dikhawatirkan HIV dapat tertular terhadap bayinya.
"HIV itu dapat tertular melalui ASI. Makanya kami sarankan ke yang bersangkutan agar beli susu botol (formula, red) untuk bayinya," beber Fitriani.
3. Kasus ditemukan dari hasil screening

Fitriani mengatakan, temuan puluhan kasus penderita HiV dan Aids ini dari hasil pelacakan langsung dari kelompok populasi kunci. Seperti pekerja seks komersial, waria, pengguna narkoba suntik, ibu hamil, termasuk pasien TBC.
"Kami saat ini sedang genjot screening di sejumlah kelompok itu," bebernya.
Jika ada temuan kasus baru, para pasien cepat ditangani sebelum gejalanya mengarah kepada Aids. Berbeda misalnya saat pasien ditemukan dengan gejala HIV. Virusnya akan bertahan tanpa keluhan apapun jika pasien terkait rutin minum obat.
"Kalau sudah masuk virus Aids, akan banyak muncul penyakit penyerta seperti batuk, kulit menghitam dan lainnya," jelas dia.
Sementara terkait stok obat dan fasilitas peralatan penanganan HIV dan Aids diakui masih cukup tersedia. Stok obat dan peralatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bima cukup banyak.
"Gak ada masalah kalau obat dan alat, aman pokoknya. Masalah kita sekarang cuma soal penanganan stigma buruk warga terhadap penderita HIV dan Aids," pungkasnya.