252 Siswa Keracunan MBG di NTB, Dinkes Gelar Penyelidikan Epidemiologi

Mataram, IDN Times - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi NTB mencatat sebanyak lima kejadian dugaan keracunan makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di NTB hingga bulan September 2025. Sebanyak 252 siswa di tiga Kabupaten yakni Lombok Tengah, Lombok Barat dan Sumbawa mengalami gejala keracunan di sekolahnya setelah mengonsumsi MBG.
Menanggapi peristiwa ini, Tim Surveilans, Imunisasi dan Kesehatan Bencana Dinkes Provinsi NTB melakukan penyelidikan epidemiologi dengan tetap berkoordinasi bersama Dinas Kesehatan di kabupaten terkait. Dari hasil penyelidikan, tercatat bahwa rata-rata siswa mengalami gejala mual, muntah, pusing dan diare yang merupakan gejala khas keracunan makanan akut dengan dominasi keluhan dari saluran cerna.
1. Rentetan kasus dugaan keracunan MBG di NTB

Kepala Dinkes NTB dr. Lalu Hamzi Fikri menjelaskan peristiwa dugaan keracunan awalnya dialami lima siswa di Lombok Tengah, tepatnya di SDN Repok Tunjang, Kecamatan Jonggat, pada 23 April 2025. Kemudian pada 3 September, sebanyak 17 siswa di SDN 1 Selat, Kecamatan Narmada, juga mengalami peristiwa yang sama.
Di kabupaten berbeda tepatnya di Kabupaten Sumbawa, juga terjadi peristiwa dugaan keracunan pada 9 September 2025 yang dialami 118 siswa dari beberapa sekolah, yakni SMAN 2 Sumbawa 50 siswa, MI NW Sumbawa 11 siswa, TK An Nurfalah 25 siswa dan SDN Lempeh 32 siswa.
Masih di kabupaten yang sama, pada 17 September 2025 terjadi lagi peristiwa dugaan keracunan yang dialami 106 siswa dari beberapa sekolah yakni MIN 3 Sumbawa 20 siswa, MTSN 2 Sumbawa 70 siswa dan MAN 3 Sumbawa 16 siswa. Baru-baru ini tepatnya pada 24 September 2025, kembali terjadi kasus dugaan keracunan MBG yang dialami oleh 6 siswa di MTSN Aunul Ibad Beroro, Lombok Tengah.
"Dari hasil penyelidikan, tercatat bahwa rata-rata siswa mengalami gejala mual, muntah, pusing dan diare yang merupakan gejala khas keracunan makanan akut dengan dominasi keluhan dari saluran cerna. Masa inkubasi atau lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengalami gejala, terpendek 30 menit dan terpanjang 8 jam. Sebagian besar kasus MBG terjadi pada anak sekolah usia 5 – 17 tahun," kata Fikri di Mataram, Minggu (28/9/2025).
2. Penyebab keracunan masih dilakukan pemeriksaan sampel

Dia menjelaskan melalui kerja sama dengan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram, pemeriksaan sampel dari bahan makanan yang dikonsumsi, muntahan dan feses telah dilakukan untuk diketahui penyebab gejala keracunan yang terjadi dan saat ini masih menunggu hasil.
Sementara ini, ditemukan bahwa rata-rata di sekolah tersebut praktik Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) belum terlaksana dengan baik. Kemudian juga tidak ditemukan sabun sebagai langkah awal melindungi diri dari kuman dan bakteri, serta untuk mencegah penyakit menular seperti diare.
Fikri menambahkan, pemberian MBG di sekolah tersebut juga belum dilengkapi dengan sendok dan air minum oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Dia menyatakan Dinkes Provinsi NTB akan terus memantau perkembangan kasus dugaan keracunan MBG dengan melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut untuk mengidentifikasi makanan/sumber paparan.
"Setiap peristiwa dugaan keracunan akan dilakukan pemeriksaan laboratorium pada sampel makanan, muntahan, dan feses penderita," jelasnya.
3. Pengawasan keamanan pangan harus diperketat

Dia menambahkan bahwa penanganan medis bagi penderita dilakukan melalui penatalaksanaan medis cepat dengan rehidrasi oral atau intravena untuk mencegah dehidrasi. Sebagai Langkah lanjutan, diperlukan edukasi ke masyarakat yang lebih masif mengenai kebersihan pangan, cara penyimpanan dan pengolahan makanan yang benar.
Pengawasan keamanan pangan juga harus diperketat pada kegiatan massal atau penjamuan yang melibatkan banyak orang. Sebagai catatan, kata Fikri, setiap SPPG harus dipastikan menyiapkan sendok makan agar higienitas lebih terjamin. Selain itu, penerima manfaat juga sebaiknya dapat melengkapi sarana CTPS yang proposional, lengkap dengan sabun, sesuai jumlah siswa.
Ketua Satgas MBG Provinsi NTB Ahsanul Khalik menyebutkan realisasi program MBG di NTB sudah mencapai 47 persen, lebih tinggi dibanding rata-rata nasional yang baru mencapai 27–28 persen. Sampai 15 September 2025, dari total kebutuhan 623 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), sudah beroperasi 269 SPPG aktif yang melayani 862.734 penerima manfaat. Atau capaiannya setara dengan 47 persen dari total sasaran 1.850.501 jiwa.
Dia mengatakan masih terdapat 987.767 jiwa atau 53 persen sasaran program MBG yang belum terlayani. Hal ini menjadi fokus percepatan pemerintah daerah melalui Satgas MBG bersama Badan Gizi Nasional Regional NTB. Penerima manfaat MBG di NTB berasal dari berbagai kelompok baik peserta didik maupun non-peserta didik.
Dia merincikan peserta didik dan non peserta didik yang sudah mendapatkan program MBG di NTB. Untuk peserta didik dengan rincian Balita 35.510 orang, PAUD 28.872 orang, RA 12.497 orang, TK 47.616 orang, SD 1–3 sebanyak 160.813 orang, SD 4–6 sebanyak 154.435 orang, MI 1–3 sebanyak 29.043 orang, MI 4–6 sebanyak 28.002 orang, SMP 116.996 orang, MTs 63.838 orang, SMA 46.218 orang, SMK 33.995 orang, MA 27.006 orang, SLB 1.483 orang, dan Ponpes sebanyak 2.148 orang.
Sedangkan non peserta didik yang sudah mendapatkan program MBG, terdiri dari PKBM 941 orang, ibu hamil 6.225 orang dan ibu menyusui sebanyak 13.355 orang. Sehingga total penerima manfaat telah mencapai 862.734 orang atau 47 persen dari target.
Staf Ahli Gubernur Bidang Sosial dan Kemasyarakatan itu juga menyebutkan realisasi jumlah SPPG aktif dibandingkan dengan kebutuhan di setiap kabupaten/kota. Dengan rincian sebagai berikut Lombok Barat 38 dari 82 SPPG, Lombok Tengah 50 dari 127 SPPG, Lombok Timur 93 dari 159 SPPG.
Selanjutnya Sumbawa 10 dari 51 SPPG, Dompu 8 dari 34 SPPG, Bima 14 dari 59 SPPG, Sumbawa Barat 4 dari 17 SPPG, Lombok Utara 10 dari 28 SPPG, Kota Mataram 26 dari 47 SPPG dan Kota Bima 16 dari 19 SPPG. Selain itu, terdapat 278 titik calon SPPG yang sedang dalam tahap verifikasi. Kemudian 279 titik calon SPPG dalam tahap persiapan di portal resmi BGN.